seruan-jogjakarta
MPUI-I Keluarkan 'Seruan Jogjakarta'
Jogjakarta, FNN - Majelis Purmusyawaratan Ummat Islam Indonesia (MPUI-I) telah melakukan Sidang Umum, Seminar dan Lokakarya Problematika Ummat Pasca Pandemi pada 15-16 Oktober 2021 di Hotel Satya Graha, Jogjakarta. Dihadiri oleh para anggota MPUI-I dari 19 provinsi di Indonesia, dari NAD hingga Papua Barat, dari Nusa Tenggara hingga Maluku Utara. Setelah mencermati dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara selama beberapa tahun terakhir ini, dengan tetap bertawakkal pada Allah SWT, MPUI-I menyatakan sikap sebagai berikut: Kudeta konstitusional melalui rangkaian amandemen serampangan dan penyusunan berbagai undang-undang telah terjadi sebagai bentuk pengkhianatan atas amanat para pendiri bangsa sebagaimana dinyatakan dalam Pembukaan UUD45 yang ditetapkan pada 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Kudeta konstitusi itu segera diikuti oleh rangkaian maladministrasi publik secara luas dimana undang-undang diciptakan dan ditafsirkan untuk kepentingan kekuasaan, bukan untuk kepentingan publik. Tugas-tugas negara untuk melindungi segenap bangsa dan tanah tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdasakan kehidupan bangsa dan ikut serta dalam menciptakan perdamaian dunia telah diselewengkan sehingga kehidupan berbangsa dan bernegara semakin jauh dari cita-cita proklamasi kemerdekaan. Diskriminasi hukum telah terjadi semakin sistemik, termasuk pelanggaran HAM berat oleh aparat keamanan tanpa koreksi efektif sehingga membahayakan prinsip-prinsip Republik. Penegakan hukum oleh aparat penegak hukum telah berlangsung secara tidak adil dan semena-mena. Pemerintah semakin memanipulasi hukum untuk kepentingan kekuasaan atau to rule by law. Kehidupan ekonomi yang tidak berkeadilan, pendidikan yang tidak memerdekakan, dan kehidupan sosial budaya yang menghinakan dan politik yang tidak membawa kebajikan publik memerlukan perubahan-perubahan mendasar konstitusional untuk diselaraskan kembali sesuai amanah Proklamasi. Pernyataan public health emergency of international concern oleh WHO dan semua protokolnya telah diadopsi oleh Pemerintah tanpa melalui wacana publik yang memadai sehingga telah menyebabkan kerusakan ekonomi, sosial dan budaya serta pendidikan dengan konsekuensi jangka panjang yang luas yang berpotensi membahayakan kedaulatan dan merusak bonus demografi. Pemaksaan berbagai protokol kesehatan, termasuk vaksinasi, telah merampas hak-hak warga negara yang merdeka. Untuk itu MPUI-I dengan semangat setia pada kebenaran menyerukan agar: Pemerintah segera menghentikan kudeta konstitusional dan banyak maladministrasi publik ini yang telah mengancam amanat para pendiri bangsa dan negara Republik Indonesia. Menghentikan diskriminasi hukum dan melakukan proses penegakan hukum yang adil. *Pelanggaran HAM berat atas 6 laskar FPI di KM50 perlu segera diselesaikan tuntas secara terbuka*. Pengadilan atas Habib Rizieq Shihab harus dilakukan dengan adil. MPUII akan mengambil peran sebagai *sahabat keadilan amicus curiae bagi setiap warga negara untuk memastikan proses penegakan hukum yang adil dan beradab serta prinsip equality before the law, dan rule of law. Tatakelola dan manajemen Covid-19 dievaluasi dan dirumuskan kembali dengan semakin mengedepankan politik kesehatan yang sesuai dengan amanah konstitusi, bukan untuk kepentingan sekelompok orang dan industri kesehatan asing, serta tidak merampas kebebasan sipil. Menyerukan pada seluruh bangsa, terutama ummat Islam, untuk tetap bersandar pada Allah swt dengan hidup sederhana, menjauhi hutang dan praktek ribawi, menjauhi kemaksiatan, meningkatkan ukhuwah, membangun ekonomi komunitas, menguatkan peran pendidikan keluarga dan masjid, menjaga persatuan bangsa, meningkatkan kewaspadaan atas ancaman kekuatan-kekuatan nekolimik, dan menkonsolidasikan serta mensinergikan semua potensi ummat untuk menjaga kedaulatan NKRI. Jogjakarta, 17/10/2021. (mth)