Viral, Pelitnya Negara: Sekolah Mahal, Tanggung Jawab Besar, Dokter Digaji di Bawah UMR
Jakarta, FNN - Membicarakan masalah negara, bisa mengubah mood bagus menjadi hilang karena semua yang kita temukan hanya kekacauan. “Ya, negara biasanya menganggap bahwa kita dirampok oleh tetangga negara, tetangga internasional. Enggak. Kita dirampok oleh elit kita sendiri. Pertama hal-hal yang menyangkut teknologi baru, kemudian dirampok juga hak orang untuk hidup secara layak. Jadi, ini hal yang kita anggap dari awal bahwa negara bukan menghasilkan kesejahteraan, tetapi justru merampok kesejahteraan dan keadilan dari rakyat,” ujar Rocky Gerung dalam Kanal Youtube Rocky Gerung Official edisi Jumat (16/12/22) dalam pembahasan yang dipandu oleh Hersubeno Arief, wartawan senior FNN .
Berkaitan dengan kewajiban negara menyejahterakan rakyatnya, kemarin sempat viral bagaimana para calon dokter yang akan ditempatkan di daerah-daerah, hanya diberi bantuan biaya hidup 1,1 juta. Padahal, UMR di Jawa Tengah yang paling miskin pun tidak hanya 1,1 juta. Apalagi kalau dibandingkan dengan UMR di Jakarta. Meski akhirnya setelah heboh kemudian Menteri Kesehatan merevisinya menjadi 3,2 juta, tapi ternyata angka 3,2 juta pun masih lebih rendah dari tahun sebelumnya. Padahal, kita tahu bagaimana sulitnya sekolah kedokteran, tapi ketika ditugaskan di Puskesmas hanya dibayar 1,1 juta.
“Itu juga merampok hak rakyat untuk memperoleh kesehatan. Artinya, dokter-dokter ini nggak mungkin maksimal, sementara dia periksa jantung pasiennya dia berpikir nanti jantung dia deg-degan karena ternyata buat bayar bensin saja dia sudah nggak mampu. Jadi dia nggak ada fokus di situ,” ujar Rocky Gerung menanggapi kecilnya bantuan biaya hidup untuk para calon dokter tersebut. Menurut Rocky, keresahan para dokter ini adalah cermin dari negara yang tidak paham bahwa kesehatan itu adalah pelayanan dasar sehingga mesti dimaksimalkan. Karena, hak rakyat untuk sehat adalah kewajiban pemerintah untuk menyediakan fasilitas, termasuk dokter spesialis yang digaji.
Memang, sering dianggap bahwa Indonesia kekurangan tenaga kesehatan karena untuk menjadi dokter spesialis, dokter umum mesti menabung perlahan-lahan. “Jadi, dokter yang bercita-cita mulia dibatalkan cita-citanya untuk melayani publik oleh kebijakan negara yang pelit,” ujar Rocky.
Mungkin pemerintah menganggap bahwa dokter itu pasti punya uang, padahal banyak juga dokter-dokter yang datang dari dari masyarakat bawah. Jadi, dokter-dokter kita itu betul-betul ingin masuk di dalam wilayah pelayanan kesehatan dan memaksimalkan pengetahuannya sehingga dia menabung untuk menjadi spesialis. “Harusnya digratisin aja jadi dokter spesialis buat sekolah. Ini kan impact-nya pada kesehatan masyarakat,” ujar Rocky.
“Jadi, bagian ini yang kadang kita anggap apa pentingnya bikin infrastruktur kalau dokternya itu nggak punya dana untuk pergi ke Puskesmas. Jadi, buat apa bikin jalan tol sementara dokternya naik motor kreditan yang belum bisa dia bayar,” tanya Rocky. Jadi, ini satu paket berpikir yang tidak ada di otak pemerintah. Untung Menteri Kesehatannya peka, meski sebetulnya terlambat, karena isu ini sudah lama sekali terdengar.
“Jadi, sekali lagi, perencanaan kesehatan kita buruk sebetulnya dan perangai buruk ini cerminan dari perangai buruk kekuasaan yang hanya ingin pamerkan sesuatu yang sifatnya mercusuar,” ujar Rocky.
Dalam pembicaraan yang dilakukan oleh Menteri Kesehatan dengan ratusan calon dokter spesialis, dikeluhkan bagaimana mereka bekerja overtime tidak digaji. Ini yang kemudian menjelaskan mengapa rasio dokter spesialis sangat kecil dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia. “Ya, akhirnya ketahuan sumbernya. Ya, ngapain orang mau menjadi spesialis kalau menyiksa diri sendiri, dan terutama ini kan dokter itu ada semacam hasrat untuk karena ada sumpah hipokrates maka dia mesti melayani. Tetapi, dia juga terbatas kapasitas dia, kapasitas fisiknya over time dan kapasitas psikisnya, yaitu membayangkan masa depan,” kata Rocky.
Menurut Rocky, ilmu kedokteran ini yang seharusnya menjadi semacam model dasar bangsa ini untuk yang disebut bonus demografi. Karena dokter ini sangat berperan untuk menambah suplai pengetahuan dan kesehatan agar bonus demografi kita 10 tahun ke depan, betul tersedia. Jadi, kalau pelayanan dasar berupa pendidikan dan kesehatan tidak dipahami oleh negara, itu artinya tidak akan ada bonus demografi. Bonus demografi itu bukan bonus, tetapi dividen yang dibagi pada generasi baru karena dia sehat dan dia mampu berpikir.
Jadi, menurut Rocky, kalau Pak Jokowi terus-menerus mengatakan ada bonus demografi, bagaimana bonus demografi dihasilkan oleh orang yang sakit? Bagaimana orang yang sakit itu bisa sembuh kalau dokternya tidak digaji sehingga dokternya terpaksa nyambi. Jadi, sebetulnya itu hal-hal yang simpel yang menjadi kewajiban dasar negara tapi tidak dilakukan oleh negara.(sof)