Kebocoran Anggaran, IDR: Kementerian Jadi Sapi Perah Parpol

Direktur Eksekutif Indonesia Development Research (IDR), Fathorrahman Fadli

Jakarta, FNN | Direktur Eksekutif Indonesia Development Research (IDR), Fathorrahman Fadli, menengarai kebocoran anggaran pembangunan nasional yang belakangan kian menggila akibat kementerian telah menjadi sapi perah partai politik.

"Menteri-menteri yang diangkat presiden orang-orang partai politik sebagai balas budi. Akibatnya, kementerian menjadi sapi perah bagi parpol," ujar Fathorrahman Fadli, kepada FNN, Sabtu (16/11).

Beberapa laporan memperkirakan tingkat kebocoran anggaran berkisar antara 20-40%, tergantung sektor dan daerah. Maknanya jika total anggaran untuk tahun 2024 adalah Rp3.325 triliun maka sekitar Rp600 sampai Rp1.330 triliun bocor alias dikorupsi.

"Namun, angka ini sulit dipastikan secara mutlak karena bergantung pada studi dan laporan investigasi tertentu," ujar Fathorrahman Fadli.

Menurutnya, kebocoran anggaran bukanlah barang baru. Ini terjadi selama Indonesia merdeka. Hanya saja, selama reformasi bergulir, kebocoran anggaran semakin meningkat karena kementerian kerap kali menjadi sapi perah oknum partai politik. 

"Kebocoran anggaran itu selama Orde Baru juga terjadi, namun sejak reformasi kebocoran tersebut makin menggila, sehingga inefisiensi pembangunan akibat korupsi ikut memperburuk kualitas kita sebagai bangsa," kata Fathorrahman Fadli. 

Pada penghujung tahun 1993, Prof Soemitro Djojohadikusumo yang meninggal dunia pada 2001 pernah menghitung bahwa dana pembangunan negeri ini telah mengalami kebocoran hingga 30%. 

Angka itu diperoleh ayahanda Prabowo Subianto itu dari incremental capital output ratio (ICOR) Indonesia yang pada waktu itu sebesar 5, sementara ICOR rata-rata negara ASEAN sekitar 3,5. Selisih ICOR Indonesia dan rata-rata negara ASEAN yaitu 1,5 dibagi 5 kemudian dikalikan 100% hasilnya 30%.

Menurut Fathorrahman Fadli, kebocoran anggaran bisa ditekan dengan meningkatkan sinergitas kerja antar kementerian dengan menghilangkan ego-sektoral yang selama ini menyebabkan kebocoran dan in-efisiensi pembangunan. 

Ia berharap, sebagai Presiden yang kini memimpin Kabinet Merah Putih, Prabowo harus secara serius mencegah katup-katup korupsi dalam kabinetnya.

Prabowo, lanjut Fathorrahman Fadli, harus melihat kembali apa yang dikritik ayahandanya sebagai wujud kepeduliannya pada besarnya potensi kerugian akibat korupsi, inefisiensi, dan penyelewengan dana dalam pelaksanaan pembangunan di era tersebut.

Reformasi Kebocoran Meningkat

Fathorrahman Fadli juga menyoroti tentang paradoks reformasi yang semakin menjauhkan idealisme reformasi dengan fakta objektif pembangunan.

Reformasi itu ingin berantas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), kata Fathorrahman, namun KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sering menyebutkan bahwa kebocoran anggaran terjadi di berbagai tingkat, terutama dalam pengadaan barang dan jasa, yang sering kali melibatkan mark-up harga atau proyek fiktif.

Ia menjelaskan, di samping KPK,  laporan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) menemukan berbagai kasus penyimpangan anggaran di kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah yang terus berlangsung, meski dalam skala yang lebih terdesentralisasi dibanding era Orde Baru.

Menurutnya, meski transparansi dan pengawasan meningkat di era Reformasi, korupsi dan kebocoran anggaran tetap menjadi tantangan besar yang membutuhkan komitmen lebih kuat dari semua pihak. (DH)

32

Related Post