Ajaib, Rocky Gerung Dicap sebagai Panutan Kaum Radikal, Otaknya di Mana?
Jakarta, FNN – Kampanye antiradikal dan intoleran menyasar kepada siapa saja yang dianggap berbeda oleh rezim melalui buzzernya. Akademisi Rocky Gerung tak luput dari stigma itu.
“Iya ini soalnya kepekaan mereka, sama sekali nggak ada. Bahkan kemarin saya di Kompas TV disebut sebagai panutan dari kelompok Islam radikal. Bagaimana otaknya? Hanya karena nggak mampu melihat atau cemburu bahwa saya diundang di banyak forum Islam. Itu kan percakapan biasa,” katanya kepada wartawan senior FNN, Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Selasa, 19 April 2022.
Rocky menyebut bahwa ia diundang siapa pun di berbagai daerah berbicara soal ketdakadilan.
“Di Makasar, di Poso. Saya juga diundang ke Sumatra berkali kali ketemu dengan teman-teman ini dan berupaya menerangkan pada saya bahwa yang disebut pemerintah sebagai Islam radikal sebetulnya karena kami radikal mempersoalkan ketidakadilan,” papar Rocky.
Bahwa di belakangnya ada teologi, menurut Rocky hal itu biasa saja orang mempunyai teologi khilafah atau apa sajalah. “Tapi teks yang mereka bahas justru ketidakadilan. Karena itu selalu kita katakan bahwa yang dianggap sebagai kelompok radikal adalah yang radikal terhadap ketidakadilan,” tegasnya.
Menurut Rocky ketidakadilan itu yang akhirnya menjadi problem bangsa kita karena seorang warga Cokro TV menerima perlakuan yang mereka anggap sebagai kriminalitas.
“Padahal sebetulnya itu bukan kriminalitas murni. Di belakang kriminalitas itu ada sosial teks tentang ketidakadilan. Dan narasi itu yang harusnya kita ucapkan,” katanya.
Rocky menegaskan, ucapan selamat Paskah dari Guntur Romli kepada seorang nasrani bernama Tony Foo yang ditolak, telah membuka mata bangsa Indonesia bahwa isu toleransi sebetulnya jualan dari mereka untuk menakut-nakuti bangsa ini.
“Akhirnya orang mengerti, itu hanya dengan cuit kecil Pak Tony, akhirnya seluruh problem bangsa yang disembunyikan oleh Cokro TV jadi terbuka,” paparnya.
Rocky melihat, toleransi justru diberikan dari kelompok muslim kepada kelompok minoritas. Meskipun akhirnya yang nomor satu dari sila Pancasila dihapus.
“Tapi fakta sosialnya tetap ada. Jadi hormati fakta sosial. Ini yang disebut gagal nalar dari Cokro TV. Jadi kebiasaan kita untuk membaca sejarah akhirnya dibatalkan oleh semacam keinginan untuk segera dapat donasi,”paparnya.
“Mereka sendiri yang mengatakan terus menerus. Mereka nggak punya pikiran. Mereka membuly. Dan membuly itu bukan pikiran, menghina itu bukan pikiran. Bagaimana berdebat secara rasional orang yang cara berpikirnya betul-betul fundamentalistis,” tegasnya.
Jadi, lanjut Rocky, Cokro TV betul-betul fundamentalistis. Karena membenci manusia, membeci pikiran, dan membenci membenci pilihan orang. Bagaimana mau diajak diskusi.
Rocky menyarankan agar kelompok Cokro TV membiasakan diri berdiskusi bukan membenci.
“Kalau dikatakan bahwa Ade Armando jangan dipukul dong. Pikiran harus dibalas pikiran. Tapi Ade Armando tidak pernah mengucapkan pikiran di dalam argumentasinya. Karena selalu dimulai dengan sinisme dan tudingan,” tegasnya.
Menurut Rocky lain halnya kalau Ade Armando atau Cokro TV umumnya memberi kritik pada kekuasaan dalam upaya untuk membuka percakapan.
“Ini kan mereka mengkritik untuk menutup percakapan. Jadi kalau saya cermah di universitas-universitas yang berbasis Islam, nanti saya dikritik lagi. Padahal justru itu yang membuka percakapan. Jadi ini otaknya yang terbatas ini yang membuat bangsa ini justru jadi bangsa yang nggak punya harapan lagi,” tegasnya.
Rocky percaya bahwa Ade, minimal otaknya bagus, karena waktu mahasiswa sebetulnya dia terbuka.
“Tapi ajaibnya gengnya di situ membuat dia jadi tertutup. Jadi konsekuensinya kalau pikiran tertutup maka nggak mungkin bercakap-cakap. Jadi tabiat dari Cokro TV adalah membatalkan untuk bercaka-cakap, jadi bagaimana mungkin bisa saling beragumentasi,” paparnya.
Apa yang dipromosikan oleh Cokro TV menurut Rocky adalah toleransi dalam upaya untuk memperoleh donasi.
“Itu kalimat pendek yang langsung kita paham maksudnya. Jadi sebetulnya itu proyek-proyek saja,” tegasnya.
Padahal menurut Rocky toleransi itu bukan proyek.
“Toleransi itu datang dari innercall. Habbit of the heart. Kebiasaan dari dalam hati, ada atau tidak ada amplop mustinya tetap begitu. Jangan jadikan itu sebagai proposal bisnis atau proposal yang memecah belah bangsa. Jadi kembalikan toleransi sebagai habit of the heart. Demokrasi juga habit of the heart,” pungkasnya. (ida, sws)