Badai Pasti Berlalu
Oleh Ridwan Saidi Budayawan
"Badai pasti berlalu" dinyanyikan Barlian Hutauruk yang bersuara soprano dengan vibrasi yang menggetarkan hati seraya membawa pendengarnya larut dalam optimisne yang muncul di tengah awan gelap.
Muchtar Lubis dengan novel Senja di Jakarta harus merima kenyataan senja di Jakarta jaman Orde Lama tiada akhir. Novelnya pun tak bisa terbit.
Apakah kita tengah memasuki Jalan Tak Ada Ujung seperti judul novel Muchtar Lubis yang lain?
Sepertinya begitu jika kita mengamati perkembangan politik mutakhir:
1. Usaha sementara pihak menambah periodesasi jabatan Presiden jadi 3 x, atau tambo cie, ditolak MK.
2. Usaha lain tambah beberapa tahun masa jabatan Presiden periode ini menjadi 5 + x tahun tampaknya akan gugur juga karena terbentur konstitusi yang mendefinusi periode jabatan Presiden 5 tahun saja.
3. Pencapresan terkesan stagnan sampai dengan rampungnya Anies Bawedan sebagai capres yang didukung 3 partai berkursi di DPR. Calon lain yang berpotensi Puan Maharani tapi belum ada confirmasi dariMegawati.
Saya belum lihat Ganjar Pranowo berpotensi untuk dapat jalan dicapresi.
Prabowo dan Airlangga harus berkoalisi dengan partai lain itu pun kalau masih kebagian. Mengingat Anies and let say Puan masih berpeluang untuk tambah partai pendukung.
4. Di lain sisi kekuatan alternatif mengendur di lapangan tapi menguat di medsos.
Rakyat semakin sulit menjalani kehidupan econ. Peluang perbaikan econ menipis. Tambang batu bara saja digali secara gelap seperti kata media.
China tak banyak bisa berbuat karena dilanda demo massa sudah sebulan. Idem dito Rusia karena cari penyakit menginvasi Uktaine.
Sepertinya tak terlihat tanda2 yang wujud "Badai pasti berlalu'".
Situasi seperti ini terjadi pada bulan2 menjelang Gestapu/PKI. Tidak ada yang menduga terjadi perubahan mendasar di Indonesia akibat gagalnya G.30.S.
Segalanya Aku pergilirkan, kata Tuhan.
Itulah ruh lagu "Badai pasti berlalu" senandung Barlian Hutauruk. (RSaidi)