Tenabang dan Tengsin

(Foto pasar Tenabang awal XX M)

Oleh Ridwan Saidi Budayawan 

TAK tanggung-tanggung yang menyanyikan lagu Tenabang adalah Sam Saimun:

Kala senja tiba di ambang

Riuh rendah pasar Tenabang

Bujang dara keluar pintu

Dengan tujuan nan tak tentu

Tenabang bukan Tanah Abang. Tena= tanah/bumi, bang= panggilan. Panggilan bumi. Pada mulanya nama gua yang melintas Jl Mas Mansur dan mulutnya dekat kali Krukut.

Kontur Tenabang berbukit. Ada Tenabang Bukit pentokan Kp Bali dan Asem Lama (kini Jl Wahid Hasyim). Bali artinya melingkar, bukan nama etnik. Ada Kebon Kacang. Kebon=hunian, kacang=bawah. Tana Rendah kini Abdul Muis. Di selatan Tana Rendah ada gua. Gua Sekot. Kini RS Budi Kemuliaan. Yang juga jadi nama jalan. Sebelumnya Gg Sekot. Seperti biasa diBelandakan jadi Scott. 

Kebon Kacang ke timur melintas waduk Melati. Sebelah selatannya Batu Raja. Ini prasasti.

Lokasi Kampung Duku Pinggir bersebelahan dengan Kebon Kacang. Duku Pinggir kampung ujung selatan Tenabang sebelum Karet Pasar Baru. 

Karet terbagi Karet Kubur di barat dan Karet Bijvak di timur dan selatannya disebut Karet Tengsin. Makam di Karet Kubur meluas ke Karet Bijvak. 

Tengsin atau Teng Sin bukan bahasa China. Teng=penerangan, bahasa Betawi. Sin=ketuhanan, bahasa Egypt. 

Teng Loleng= penerangan jalan. Teng Long di Sunda Kalapa. Long=di bawah. Tak jelas maksudnya.

Tengsin tempat pendidikan agama orang-orang Jepang yang berhuni di Kembang Jepun, kini Jl Bendungan Ilir yang dekat saja dari Karet Tengsin. Di Surabaya juga ada Jl Kembang Jepun.

Jeleng Jepun ungkapan Betawi untuk orang yang jarang-jarang bertamu atau singkat dalam bertamu seperti penjajahan Jepun yang singkat cuma 3 tahun lebih. 

Pasar Tenabang paling ramai jelang lebaran sehari. Orang dari mana-mana datang berbelanja. Mereka tak lupa membeli kembang sedep malem. Menjadi adat Betawi selama tiga hari setelah Ied di meja tamu harus ada jambangan dengan kembang sedep malem yang harumnya awet. (RSaidi)

610

Related Post