Bengsin Memisahkan Lagu dan Irama
Oleh Ridwan Saidi Budayawan
Andai dipisah lagu dan irama
Lemah tiada berjiwa
Hampa
Itu sebait liric lagu ciptaan legenda musik Melayu P. Ramlee dalam lagu ciptaannya Getaran Jiwa.
P. Ramlee melihat lagu dalam satuan energi yang utuh dengan irama, jika pisahkan mereka niscaya tak ada getaran lagi.
Rencana pemerintah mau naikan bengsin seolah bukan bagian dari kebijakan sebuah sistem pemerintahan. Walau pada 29/8/2022 digelar pertemuan terbatas di Istana, mugkin soal BBM. Tapi partai2 setelah gagal menyusun capres dan cawapres tak beri sokongan dukung harga bengsin naik, terutama partai2 pendukung pemerintah. Malah Gerindra minta tunda kenaikan. Petahana jadinya tak ada power, laksana kartu bukan kartu mati, tapi kartu patah, tak bisa dikocok.
Kecebong alias kutu kupret juga menghilang serentak dengan membiarkan bapake bertahan dalam kesendirian. Menteri2 yang berkiprah Menkeu Mulyani bicara soal bengsin, dan Menko Mahfud bicara di luar mainsteam, tapi publik suka.
Mentri Sandiaga Uno coba2 tampil sebagai pemikir global, namun tak terlihat lagi setelah karya pikirnya dirujak orang. Mentri Erick Tohir selesai beratraksi di Mabes langsung dihajar seorang aktivis. Kisah tak berlanjut.
Dalam istilah 1950-an keadaan seperti ini disebut krisis gezag, krisis wibawa.
The singer not the song, judul sebuah film yang dibintangi Dirk Bogarde dan Mylene Demongeot yang saya tonton pada pra OrLa. Judul film tidak adil. The song juga dong, karena sangat mungkin komposisi tidak memadukan lagu dan irama dengan pas dan indah. Bukan cuma the singer yang dicela.
Perubahan sistem, bukan hanya perubahan orang.
Ini tentu tidak mudah dilakukan, tetapi dapat dilakukan terutama yang mendasar: political behaviour.
Coba tengok sejarah sekejap:
1. Syahbandar Pasuruan Pambekel pada tahun 1540 menghajar dan mengusir ribuan pasukan multi nasional yang dipimpin Yahudi Achem yang datang dari sebelah barat Aljier (re: Adventures Ferdinand Mendez Pinto, 1539-1540).
2. Syahbandar Sunda Kalapa Wa Item (1518-1540) berhasil membuat perjanjian International (pertama di Indonesia) dengan Portugis 21 Agustus 1522 tentang pembangunan labuhan Kalapa II. Kedua pihak menjalankan butir2 perjanjian dengan sukses.
Indonesia bukan bangsa tempe, kata Bung Karno.
Tapi sekarang tempe juga mahal. (RSaidi)