Cina Benteng dan Tembok Ratapan
Oleh Ridwan Saidi, Budayawan
Dengan adanya Kampung atau Pondok, Benteng di Campea, Bogor, mestinya arkaeolog Indonesia dan Belanda bertaubat sebenar-benar taubat bahwa pemahaman mereka tentang benteng itu kasteel atau castle SALAH.
Kalau melihat Pondok Benteng di Campae, bukan Ciampea, ikuti lidah penduduk: campea, dari kata Brazil campeas: menghebohkan, letak Pondok Campea terpencil. Benteng artinya terpencil. Sangat tak masuk akal kerajaan Sunda bangun kasteel di Campea. Di Kedung Halang saja tidak.
Cina Benteng adalah warga Tionghoa yang sejak XVII M berdiam di kawasan terpencil di Tangerang yang disebut Kampung Benteng yaitu aantara lain di Kampung Neglasari dan Wates. Mereka bertani. Hasrat berbaurnya dengan native cukup terpuji.
Mereka pengembang musik gambang kromong. Lagu gambang Kramat Karem mengabadikan peristiwa meletusnya Gunung Krakatau pada tahun 1883.
Dalam khayal arkaeolog, Jakarta adalah kota yang dilingkari kasteel. Makanya lambang Kotapraja Jakarta Raya 1950-an tugu Proklamasi dan kasteel.
Kalau ada tembok apa saja oleh arkaeolog langsung dikasteelkan. Yang belum Gang Tembok di Kali Pasir dan Krukut.
Di Jakarta ada tembok Ratapan yang didirikan komunitas Zion pada XVI M. Zion dalam arti ritual, bukan blood. Mereka datang dari Asia Tengah dan berdiam di Siongka, Mangga Dua.
Jalan Tongkol, Kota, dari kata tongkol yang bukan dari nama ikan, tapi tongkol di sini artinya ratapan. Metatesis tongkol (ratapan) dalam bahasa Betawi: dongkol.
Situs tembok ratapan di Jl Tongkol. Loji untuk tempat bermalam juga masih ada. Situs ini perlu perawatan sebagai benda archaic.
Anda tentu ingat lagu Chacha Mari cha. Ini Lagu aslinya untuk sambut kedatangan rabbi. Chacha panggilan akrab rabbi di kawasan Asia Tengah.
Chacha mari cha hohoy Chacha mari cha hohoy
Pong tipong tipong balong
Chacha kemarilah
(Kita) curahkan kesedihan.