Korupsi BTS Melibatkan ‘Orang Istana’

Oleh Djonny Edward --- Wartawan Senior FNN 

Korupsi base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kementerian Kominfo terus bergulir. Boleh dibilang, ini adalah korupsi paling konyol sepanjang kepemimpinan Jokowi-Ma’ruf. Mengapa?

Karena nilai korupsi mencapai Rp8,032 triliun atau 80,32% dari Rp10 triliun dana yang telah digelontorkan. Dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) itu sedianya akan digunakan untuk membangun 4.200 menara BTS, namun yang terealisasi hanya 958 menara BTS yang berdiri. Itupun tidak bisa digunakan karena sistem dan jaringannya belum terpasang.

Adapun komponen kerugian negara sebesar Rp8,032 triliun itu berupa biaya kegiatan penyusunan kajian pendukung yang ternyata kajian fiktif. Selain itu kerugian negara juga berbentuk mark up (penggelembungan) harga material pendukung BTS, serta pembayaran BTS yang belum terbangun tapi sudah ditunaikan.

Pendek kata, ini korupsi paling konyol, rakus, dan massif. Tentu saja tidak mungkin terjadi kalau tidak melibatkan ‘orang-orang dalam istana’. Siapa saja mereka itu?

Dalam korupsi BTS ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan tujuh tersangka. Johnny Plate adalah menteri Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) sebelum akhirnya dicopot dari jabatannya saat kasus ini mencuat.

Sejauh ini, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka yaitu, pertama, Johnny G. Plate (JGP), selaku Menkominfo. Kedua, Anang Achmad Latif (AAL), selaku Direktur Utama Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika. Ketiga, Galubang Menak Simanjuntak (GMS), selaku Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia.

Keempat, Yohan Suryanto (YS), selaku Tenaga Ahli Human Development Universitas Indonesia Tahun 2020. Kelima, Mukti Ali (MA), selaku Account Director of Integrated Account Department PT Huawei Tech Investment.

Keenam, Irwan Hermawan (IH), selaku Komisaris PT Solitech Media Sinergy. Ketujuh, WP, selaku orang kepercayaan tersangka IH.

Selain ketujuh nama-nama tersebut di atas, disebut-sebut transaksi korupsi BTS 4G ini juga melibatkan ‘orang-orang dekat istana’. Seperti dalam informasi yang telah beredar di berbagai media mainstream dan media sosial ada nama anak Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) R. Pratikno yang bertindak selaku sub kontraktor.

Juga disebutkan ada nama Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono. Trenggono lewat perusahaannya yang menjadi vendor tower dan BTS. Bahkan ada nama suami Ketua DPR RI Puan Maharani, yakni Happy Hapsoro, yang juga lewat perusahaannya menjadi vendor pannel surya.

Tentu ada adik Menkominfo Johnny G. Plate, yakni Alex Plate, yang menerima aliran dana (gratifikasi) BTS, walaupun sudah dikembalikan ke negara sebesar Rp534 juta. Dia disinyalir tidak terlibat dalam proses korupsi, namun terlibat dalam menikmati dana hasil korupso.

Sejauh ini belum ada klarifikasi resmi dari Pemerintah, kecuali Menko Polhukam Mahfud MD membenarkan aliran dana korupsi BTS 4G itu mengalir jauh sampai tiga partai, yakni Partai Nasdem, Partai Gerindra dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). 

“Kalau nama-nama yang disebut itu lebih kepada gosip politik saja, yang jelas di pengadilan semua akan terungkap. Kejagung sudah punya nama-nama yang terlibat, berikut aliran dana, rekaman dan transkrip pembicaraan. Jadi tunggu saja pernyataan resmi di pengadilan,” kata Mahfud beberapa waktu lalu. 

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sendiri membantah penyebutan nama-nama kader PDIP, termasuk nama Happy Hapsoro, yang masuk dalam lingkaran penikmat dana korupsi BTS.

“Jadi kami melakukan peluruhan bahwa hal tersebut sama sekali tidak benar,” katanya kepada wartawan di kantor DPP PDIP beberapa waktu lalu.

Sementara Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto atau biasa dikenal dengan Bambang Pacul mensinyalir bahwa tudingan korupsi itu harus dibuktikan agar tidak sebatas spekulasi liar yang berkembang. Caranya dengan membawa barang bukti siapa saja yang terlibat ke Kejagung.

"Jadi kalau ada yang menyatakan ada aliran dana ke partai, ya buktikan. Jangan hanya isu. Kalau ada bukti, bawa ke Kejaksaan. Klir," kata Pacul di Kompelks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (25/5/2023).

Hal senada diungkap Ketua Harian Gerindra Dasco membenarkan pernyataan Mahfud.

Untuk diketahui, saat diwawancarai wartawan, Mahfud Md mendapat pertanyaan soal isu 3 parpol menerima aliran dana proyek BTS. Pertanyaan kepada Mahfud memuat nama-nama parpol. Dasco mengatakan Mahfud sama sekali tidak menyebutkan nama parpol saat memberikan jawaban.

"Saya sudah menyimak dengan jelas konferensinya Pak Mahfud Md kemarin dan yang saya kenal Pak Mahfud Md itu selalu bicara dengan data dan fakta. Nah bahwa kemudian Pak Mahfud Md dalam konpersnya itu jelas-jelas tidak menyebut salah satu atau nama salah satu partai politik," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (24/5/2023).

Temuan BPKP

Mencuatnya kasus korupsi BTS 4G Kominfo bermula saat Muhammad Yusuf Ateh selaku Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyerahkan sejumlah dokumen kepada Kejagung terkait temuan kerugian negara yang berasal dari penyusunan kajian hukum, markup harga, dan proyek BTS.

Dari dokumen yang beredar, terdapat peran para pihak yang terlibat dalam korupsi BTS 4G ini. Pertama AAL, Dirut PT Bakti Kemenkominfo, selaku pelaksana proyek. Ia berperan membuat aturan teknis untuk memenangkan para vendor dan konsorsium tertentu.

Kedua GMS, Direktur PT Mora Telematika Indonesia, yang bertindak memberi saran dan masukan yang menguntungkan vendor dan konsorsium tertentu. Ketiga YS, selaku tenaga ahli pada Human Development Universitas Indonesia, yang bertindak selaku pembuat riset dan kajian proyek BTS 4G fiktif.

Keempat MA, Direktur PT Hwawei Tech Investment, pihak yang melakukan pemufakatan jahat dengan AAL untuk mengondisikan pelaksanaan pengadaan proyek BTS 4G. Kelima IH, Komisaris PT Solitech Media Energy, pihak yang melakukan pemufakatan jahat dengan AAL untuk mengondisikan pelaksanaan pengadaan proyek BTS 4G.

Disamping itu beredar juga bagan lebih detil peran-peran para pihak di luar yang tersebut di atas, mulai dari JS yang diberi bulatan merah, JP, AL, HL & DMS, BN, FH hingga "hidden actor" berinisial Glb.

JS diduga bernama lengkap Jemmy Suciawan, aktof pemain faktur fiktif yang merugikan negara di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Karena kelihaiannya ia dilibatkan dalam transaksi korupsi BTS 4G ini.

Catatan ICW

Indonesia Corruption Watch (ICW) setidaknya melihat ada 5 catatan kritis dalam dalam kasus ini.

Pertama, penetapan tersangka JGP oleh Kejaksaan dinilai lama, yaitu lebih dari 3 bulan. Padahal proses pemeriksaan terhadap yang bersangkutan sudah dilakukan beberapa kali, termasuk penyitaan hingga pemanggilan sang menteri. Bahkan dalam laporan liputan Klub Jurnalis Investigasi (KJI), ada dugaan penerimaan uang Rp500 juta per bulan oleh JGP. Fakta tersebut terkonfirmasi dari hasil pemeriksaan tersangka sebelumnya, yakni AAL.

Kedua, kasus korupsi pembangunan tower jadi tamparan telak bagi upaya pemerataan pembangunan. Pasalnya, pembangunan BTS merupakan salah satu proyek strategis nasional yang dilaksanakan oleh BAKTI Kominfo dan sudah dimulai sejak tahun 2020. 

Proyek BTS sejatinya bertujuan memberikan dukungan infrastruktur jaringan komunikasi (pemerataan jaringan internet) dalam upaya transformasi digital bagi ribuan desa di wilayah terluar, tertinggal, dan terdepan (3T). Namun, berdasarkan laporan BPK dan temuan liputan kolaboratif KJI, proyek ini mundur dari target, tidak sedikit proyek ini yang mangkrak hingga berkualitas buruk.

Ketiga, perhitungan nilai kerugian negara oleh BPKP sebesar Rp8,032 triliun delapan kali lipat lebih besar jika dibandingkan dengan perhitungan awal potensi kerugian keuangan negara Kejaksaan, yakni Rp1 triliun. Tidak hanya itu, korupsi yang terjadi dalam proyek BTS juga berpotensi merugikan warga. Pembangunan yang bermasalah hingga kualitas yang buruk jelas merugikan masyarakat. Sehingga kerugian yang ditimbulkan dapat jauh lebih besar dari perhitungan BPKP. 

Kasus dugaan korupsi BAKTI Kominfo ini juga menunjukan bagaimana pola dan modus dalam praktik korupsi pengadaan barang dan jasa yang melibatkan persekongkolan antara pihak penyedia, BAKTI, sejak dari proses perencanaan hingga pelaksanaan, penggelembungan harga, proyek fiktif atau belum selesai saat serah terima proyek.

Keempat, permasalahan pembangunan BTS BAKTI juga sempat diungkap dalam LHP DTT BPK tahun anggaran 2021 pada Kementerian Kominfo. Berdasarkan temuan BPK, sejak proses perencanaan pelaksanaan proyek belum sepenuhnya sesuai ketentuan, termasuk dalam proses pemilihan. Salah satu temuan BPK menyebutkan bahwa ada indikasi ketidaksesuaian kualifikasi dalam pemenuhan persyaratan maupun dokumen yang disampaikan tidak lengkap. 

Namun peserta tetap diluluskan oleh Pokja pemilihan. Hal itu menurut BPK ditemukan dalam Kemitraan Fiberhome – Telkom Infra-MTD, yang mana status PT Fiberhome Technologies Indonesia (FTI) diduga tidak memenuhi sebagai technology owner (pemilik teknologi) sebagaimana tertuang dalam dokumen prakualifikasi. Selain itu, temuan BPK lainnya yakni PT FTI juga diduga tidak sesuai dengan persyaratan dokumen prakualifikasi mengenai pengalaman pembangunan infrastruktur sejenis dalam 5 tahun terakhir (baik secara langsung maupun melalui kontraktornya).

Kelima, kasus korupsi proyek pembangunan BTS 4G dan infrastruktur pendukungnya yang terjadi di tubuh BAKTI menunjukan adanya celah rawan dalam pengelolaan BLU, khususnya dalam aspek pengadaan. Untuk itu, momentum ini juga harus bisa dimanfaatkan untuk melakukan perbaikan dan pembenahan pada aspek tata kelola BLU di semua kementerian/Lembaga. Terutama yang menyangkut aspek pengelolaan pengadaan barang dan jasa yang sepatutnya merujuk dan mengadopsi regulasi yang ada.

Penetapan JGP menambah daftar panjang menteri di era Presiden Jokowi yang terjerat korupsi. Pasalnya, JGP merupakan menteri kelima yang terjerat korupsi berlatar belakang politisi. Tentu hal ini menjadi catatan serius bagi rezim Presiden Jokowi dalam mengawasi kinerja para pembantunya.

Berangkat dari lima catatan tersebut, ICW mendesak Kejaksaan Agung agar mengusut tuntas kasus korupsi BTS hingga aktor lain yang diduga terlibat, baik dari unsur Kominfo maupun pihak swasta. Disamping itu ICW juga minta Kejagung menelusuri aliran dana dugaan pencucian uang sebagai akibat dari perbuatan korupsi yang dilakukan oleh enam tersangka maupun pihak lain dengan melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK).

ICW bahkan meminta Kejagung menindaklanjuti temuan perhitungan kerugian negara oleh  BPKP sebagai pintu masuk untuk menelusuri pihak yang diduga terlibat. Tak kalah pentingnya, ICW meminta Kejagung melakukan penelusuran aset (asset tracing) terkait harta milik JGP dan tersangka lain.

ICW juga mendesak Kejagung untuk menuntut maksimal JGP atas perbuatannya melakukan korupsi, baik penjara badan, denda, hingga pencabutan hak politik mengingat yang bersangkutan adalah pejabat publik.  Meminta Kejaksaan untuk tidak hanya mempertimbangkan aspek kerugian negara, melainkan juga soal pemulihan kerugian warga yang terdampak akibat efek domino dari korupsi BTS.

Bahkan ICW juga meminta Kejagung harus transparan dan akuntabel dalam proses penanganan kasus ini kepada publik. Sehingga masyarakat dapat mengetahui secara utuh dan ikut mengawasi bagaimana perkembangan perkara ini ditangani.

Tampaknya, korupsi BTS 4G ini akan menjadi legacy yang menonjol dari Pemerintahan Jokowi, karena selain besarnya nilai korupsi, modus operandi dan pelibatan nama-nama orang yang diduga dekat dengan istana, bisa mendelegitimasi wibawa Pemerintah. 

Itu sebabnya, upaya membuka kasus ini secara transparan dan jujur menjadi kata kunci bahwa Pemerintah lewat Kejagung bersungguh-sungguh berupaya memberantas korupsi BTS 4G.

3883

Related Post