Mengangkat Mantan Napi Bebas Bersyarat Menjadi Stafsus, Risma Miskin Akal dan Moral

Jakarta, FNN – Setelah selama beberapa pekan kita dihebohkan oleh perilaku kontras yang luar biasa di masyarakat tentang kemiskinan dan gaya hidup mewah para pejabat, kini masyarakat dihebohkan oleh berita tentang Menteri Sosial,Tri Risma Harini, yang mengangkat seorang mantan napi yang baru keluar penjara dengan status bebas bersyarat, untuk menjadi staf khusus urusan pengentasan kemiskinan. Mantan napi tersebut adalah Tasdi, mantan Bupati Purbalingga yang menjadi koruptor dana pembangunan Islamic Center. Bagaimana mungkin ini dilakukan oleh Ibu Risma? Mengapa fungsi Irjen tidak bekerja?

Menanggapi hal tersebut, Rocky Gerung dalam Kanal You Tube Rocky Gerung Official edisi Selasa (14/3/23) mengatakan bahwa Ibu Risma miskin akal dan miskin moral.

“Jadi kelihatan, Ibu Risma miskin akal dan miskin moral,” ujar Rocky.

Menurut Rocky, dalam asas bernegara di seluruh dunia, koruptor adalah extra ordinary crime, bahkan dianggap sebagai kemaksiatan utama manusia yang punya jabatan tapi masih korupsi. Napi koruptor berbeda dengan tahanan politik. Mantan Bupati Purbalingga ini adalah koruptor, seorang perampok, tiba-tiba ditampung di Kementerian yang sifatnya sosial yang juga pernah dirampok oleh menterinya. Bisa-bisa Kemneterian Sosial dianggap sebagai Departemen penampung para rampok.

Dalam diskusi yang dipandu oleh Hersubeno Arief, wartwan senior FNN, itu Rocky Gerung juga mengatakan bahwa mestinya sinyal itu sudah ada, minimal Irjennya Ibu Mensos berusaha memberi tahu bahwahal itu tidak boleh terjadi. Karena fungsi dari Irjen di Kementerian atau Departemen adalah memberitahu dua hal: pertama, potensi conflict of interest; kedua, kasus-kasus yang melibatkan pejabat tinggi di wilayah mana pun supaya Irjen tahu bahwa ini bahaya, lalu dilaporkan ke kantornya.

“Jadi, sebetulnya ini kasus yang biasa kita dengar di mana-mana, masa Bu Risma tidak mengerti. Jadi bahaya juga ini Ibu Risma, memimpin dengan fasilitas yang miskin moral dan miskin akal,” kata Rocky.

Saat ini, kasus seperti itu juga terjadi di mana-mana. Banyak menteri baru dan tokoh politik terlibat kasus, tiba-tiba dielu-elukan kembali. Padahal, sebetulnya sejarah itu yang mestinya menjadi record bahwa ini hal ini tidak boleh terjadi. Ini sungguh ironis dengan yang terjadi pada tahanan politik seperti Habib Riziq, yang sudah mendapat hukuman penjara, masih mendapat hukuman sosial pula, tidak boleh ke mana-mana.

Sampai saat ini, Habib Rizieq masih menjadi tahanan kota. Padahal, dia tidak melakukan korupsi. Dia hanya melakukan perlawanan politik sebagai oposisi. “Jadi beda antara oposisi dan korupsi. Korupsi itu artinya merampok hak rakyat untuk sejahtera, sementara oposisi justru mengingatkan bahwa negara itu bisa merampok hak rakyat untuk memperoleh keadilan,” ujar Rocky.

Koruptor sebenarnya adalah maling, tapi malingg  yang rakus. Menurut Rocky, dalam etika Aritotles ada prinsip bahwa maling itu harus kita hormati karena motif maling karena dia lapar, tapi kalau koruptor karena dia kenyang tapi masih merampok. Jadi, bahkan di dalam kejahatan, ada yang harus kita hormati, yaitu kejahatan yang datang dari kebutuhan. Kalau koruptor, dia tidak butuh apa-apa tapi masih merampok. Perut koruptor sudah gendut, anak istrinya juga sudah menenteng tas mewah,tetapi masih mengambil uang negara.

“Jadi apa sebetulnya alasan Bu Risma? Dari segi akal saja dia tidak punya, masa Ibu Risma masih mengiyakan itu. Ibu Risma berarti enggak punya akal juga,” ujar Rocky. (ida)

348

Related Post