MK Menutup Pintu bagi Jokowi untuk Perpanjang Masa Jabatan

Jakarta, FNN – Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk menolak gugatan terhadap terhadap Pasal 169 huruf n, Pasal 227 huruf i, dan Pasal 222 pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Selasa (28/2/23). Gugatan tersebut diajukan oleh seorang guru honorer asal Riau, Herifuddin Daulay. Ini menjadi kabar buruk bagi pendukung perpanjangan masa jabatan presiden Pak Jokowi dari dua periode menjadi 3 periode. Sebaliknya, ini menjadi kabar baik bagi masyarakat yang sejak awal menentang perpanjangan masa jabatan presiden Jokowi.

Keputusan dibacakan langsung oleh Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman, adik ipar Jokowi.  Anwar Usman menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya, dalam Surat Keputusan Nomor 4/PUU-XXI/2023. 

Dalam amar putusannya, Ketua Majelis Hakim, Anwar Usman, menyatakan, permohonan provisi pemohon tidak dapat diterima. "Dalam pokok permohonan, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Usman. 

Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menyebut pemohon mengajukan dalil lain selain pokok permohonan yang diajukan. Dalil tersebut dianggap tidak jelas dan tidak memiliki benang merah dengan petitum pemohon. Begitu juga dengan provisi pemohon yang meminta MK agar menyatakan kaidah hukum tunduk pada kaidah bahasa Indonesia. Provisi tersebut, oleh Majelis Hakim, dianggap tidak jelas atau bersifat kabur sehingga harus dikesampingkan. 

Dalam putusan ini, ada dua hakim MK yang menyatakan dissenting opinion atau pendapat berbeda, yakni Anwar Usman dan Daniel Yusmic P. Foekh. "Pendapat berbeda terhadap putusan MK a quo, dua hakim konstitusi Anwar Usman dan Daniel Yusmic P. Foekh memiliki pendapat berbeda dissenting opion," lanjut Anwar. Sedangkan tujuh orang anggota Majelis Hakim yang lain bersepakat.

Herifuddin Daulay menggugat UU Nomor 7 Tahun 2017, khususnya Pasal 169 huruf n, Pasal 227 huruf i, dan Pasal 222, untuk menguji soal syarat presiden/wakil presiden hanya bisa menjabat maksimum dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama. 

"Setelah menimbang dan mempelajari keuntungan dan kerugian adanya pembatasan jabatan presiden, pemohon berkesimpulan bahwa lebih besar mudharat ketimbang manfaat dari adanya aturan pembatasan jabatan presiden," kata Herifuddin dalam gugatan yang teregister di MK dengan nomor 4/PUU-XXI/2023.

“Dengan keputusan tersebut maka secara konstitusi masa jabatan presiden 2 periode tidak bisa diganggu gugat lagi. Namun, kita tahu bahwa perpanjangan masa jabatan ini ada kaitannya dengan masalah politik,” ujar Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, dalam Kanal Youtube Hersubeno Point edisi Selasa (28/2/23).  

Menurut Hersu, meski dalam Undang-undang Dasar 1945 yang asli tidak diatur secara tegas tentang masa jabatan presiden, tetapi dalam amandemen UUD 1945 dengan tegas diatur bahwa masa jabatan presiden hanya dua periode. 

Hersu juga mengatakan bahwa beberapa waktu belakangan ini ada upaya-upaya untuk mengubah pembatasan masa jabatan dari dua periode menjadi 3 periode dan pintu masuknya melalui MPR, di mana adalah kesepakatan politik. Artinya, meskipun Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan untuk menolak, tetapi kalau MPR sepakat untuk melakukan perubahan, tetap sajabisa dilakukan. 

“Tetapi, saya kira sekarang ini dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi tadi, secara legal formal pintunya sudah tertutup. Ini game over permainan dari dua periode menjadi 3 periode,” pungkas Hersu.(ida)

 

488

Related Post