Monolog Tentang Jakarta Bersama Angie
Oleh : Yarifai Mappeaty, Pemerhati Masalah-masalah Sosial
“Ih, sekarang kayak luar negeri loh yah,” ucap Anggelina Sondakh, lirih, saat menyaksikan Jakarta untuk pertama kalinya, setelah keluar dari Lapas Pondok Bambu, seperti dikutip Pikiran Rakyat.com, 6 Maret 2022. Anggie, begitu ia disapa, tak kuasa sembunyikan rasa takjubnya terhadap apa yang dilihatnya.
Ucapan Anggie itu adalah sebuah ekspresi yang jujur, apa adanya, tanpa pretensi apa-apa. Anggie tak berlebihan, sebab wajah Jakarta memang banyak berubah secara radikal, terutama dalam lima tahun terakhir, semenjak dipimpin oleh Gubernur Anies Baswedan.
Mba Anggie, apa yang kamu lihat, sebenarnya belum seberapa. Misalnya, cobalah berkendara di malam hari melintasi Jalan Jend. Sudirman – MH. Thamrin dari arah Blok M. Di depan FX Senayan, berhentilah, sebentar saja. Kusarankan engkau turun dari mobil lalu tengok sekitar.
Engkau boleh berkacak pinggang, sembari menghirup hirup udara pelan dan dalam, hingga memenuhi rongga dadamu. Tidak perlu sungkan dilihat orang, tapi nikmati saja suasana malammu di situ, sepuasmu. Rasakan bedanya dengan sepuluh tahun lalu, saat engkau melintasi jalan itu, nyaris setiap hari.
Tetapi jangan berlama-lama, segera saja lanjutkan perjalannmu, sebab masih banyak yang perlu engkau saksikan. Misalnya, sebelum melintasi Jembatan Semanggi, engkau akan melihat fly over melingkar. Jalan itu disebut “Simpang Susun Semanggi”, peninggalan Ahok, Gubernur Jakarta, sebelum Anies Baswedan.
Mba Anggie suka taman, bukan? Nah, selepas itu, engkau akan menyaksikan Jalan Jend. Sudirman bagaikan taman terpanjang di dunia dengan trotoar yang lebar pada kedua sisinya. Trotoar itu tidak hanya memanjakan para pejalan kaki dan pecinta sepeda, tetap juga membuat gedung pencakar langit yang berderet di sepanjang jalan itu, tampak lebih ramah.
Usai melewati fly over Karet, pelankan mobilmu, lebih pelan lagi. Sebab saya ingin engkau melihat dan bertanya, “Ih, ada perahu pinisi di atas jembatan?” Itu namanya JPOS Tematik Pinisi Karet Sudirman, ikon baru Jakarta.
JPOS itu akronim dari Jembatan Penyeberangan Orang dan Sepeda. Disebut begitu karena peruntukannya, tidak hanya bagi para pejalan kaki, tetapi juga bagi para pengendara sepeda. Begitulah cara Gubernur Anies Baswedan memanjakan warga Jakarta.
Dari atas jembatan itu, panorama Jakarta di malam hari, begitu memesona, sehingga sangat diminati, terutama oleh para muda-mudi. Berada di atas jembatan itu, ada yang menyebut serasa bukan berada di Jakarta, melainkan di Singapura, di Hong Kong, bahkan ada yang menyebut serasa berada di Korea Selatan.
Apa benar begitu? Entah, soalnya saya belum pernah berkunjung di negeri-negeri itu. Tetapi yang pasti, berada di atas jembatan itu pada malam hari, ada perasaan sensasional yang sulit digambarkan dengan kata-kata. Tidak heran jika orang bilang serasa berada di negeri lain.
Mba Anggie, penasaran, kan? Tentu saja. Namun sayang sekali, engkau tidak bisa menikmatinya malam ini. Soalnya, tidak ada tempat untuk parkir, sementara engkau menyetir sendiri. Maka kusarankan engkau datang di lain waktu dengan sopir pribadi.
Apa? Masih mau berhenti juga? Oh, sebaiknya jangan coba-coba. Sebab, jika engkau tetap memaksa berhenti karena melihat tidak ada petugas, maka, tunggu surat tilang akan datang menyapamu di rumah.
Ha...! Engkau mau bilang Anies tidak adil karena tak menyediakan tempat parkir? Eit, tunggu dulu. Jangan latah menuntut keadilan. Sebab JPOS itu memang didedikasikan Anies untuk para pejalan kaki dan pecinta sepeda di Jakarta yang selama ini kurang mendapat perhatian. JPOS itu adalah bukti perhatian Anies pada mereka.
Ayo, jalan lagi. Di depan sana, engkau akan menjumpai suasana yang membuatmu makin takjub. Bunderan HI, misalnya, suasananya sudah sangat jauh berbeda. Ah, lihat saja sendiri. Namun, perlu kuceritakan padamu bahwa dalam sepuluh tahun terakhir, Bunderan HI, nyaris setiap tahun menjadi langganan banjir.
Banjir parah yang pernah melanda Bunderan HI terjadi pada 2013, 2015, dan 2017. Bahkan kala itu, istana negara pun ikut terendam. Bagaimana di masa Gubernur Anies? Tercatat pada 2020, juga terjadi banjir. Namun, selain tidak separah tahun-tahun sebelumnya, juga cepat surut, sehingga tidak banyak yang menyaksikannya.
Padahal, menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta, curah hujan pada Januari 2020 itu, 377 mm/hari, adalah yang paling ekstrim dalam 20 tahun terakhir. Bandingkan curah hujan pada 2013 dan 2015, jauh lebih rendah, masing-masing hanya 100 mm dan 277 mm/hari, namun banjirnya lebih parah. Artinya, penanganan banjir Jakarta di era Anies, jauh lebih baik.
Oh yah, Mba, tidak terasa, engkau sudah sampai di Patung Kuda, ujung Jalan MH. Thamrin. Sedikit lagi hari akan segera berganti, sehingga cukup sampai di sini. Tapi sebelum berpisah, saya ingin tahu pendapatmu mengenai apa yang engkau lihat dan saksikan.
Apa?! Jakarta beruntung memiliki Anies? Oh, tampaknya saya harus mengingatkanmu untuk berhati-hati mengucapkan itu. Sebab, jika sampai mereka mendengarnya, engkau akan dibully sampai hancur berkeping-keping.
Semoga Allah menjagamu selalu. (*)