Pengacara Juju Purwantoro Sebut Enam Kejanggalan Dalam Kasus Pembunuhan Josua
Jakarta, (FNN) - Setidaknya ada enam kejanggalan yang menjadi sorotan rakyat dalam peristiwa hukum kasus pembunuhan berencana Brigadir Josua Hutabarat yang dilakukan oleh Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi.
"Bahkan diperkirakan ada misteri hukum dalam peristiwa yang menggerkan itu," kata pengacara, Juju Purwantoro dalam siaran persnya yang diterima FNN.co.id, di Jakarta, 3 September 2022.
Kejanggalan pertama, kata Juju, sejauh mana kemungkinan terlibatnya Kapolda Metro Jaya, Fadil Imron. Dalam tragedi dibunuhnya 6 laskar FPI (Front Pembela Islam - sekarang menjadi Front Persaudaraan Islam) di Km 50, keduanya (Fadil dan Sambo) secara bersama turut menanganinya.
Kedua, bagaimana peran dan fungsi Satgasus (Satuan Tugas Khusus) yang dipimpin Sambo, yang dibubarkan Kapolri, Listyo Sigit Prabowo karena dianggap selama sering melakukan tindakan atau perbuatan elawan hukum (PMH). Tentu diperlukan eksaminasi dan audit secara transparan atas peran Satgasus yang dinilai telah melewati batas prosedur hukum normal.
Ketiga, terlibatnya lebih 90 orang polisi aktif yang turut merekayasa kasus ini (obstruction of justice). Mereka yang terbukti terlibat tindak kejahatan bersama Sambo, harus segera ditahan atau dipecat secara tidak hormat dari kepolisian.
Keempat, tidak ditahannya tersangka utama Putri Candrawathi dengan alasan masih memiliki anak kecil. Prinsip persamaan dalam hukum (equality before the law), harus diterapkan secara konsekwen. Banyak contoh kasus terjadi pada rakyat kecil, mereka yang hanya terlibat kasus sepele, langsung dipenjara.
Bahkan. banyak kasus terhadap perempuan yang dipenjara, terpaksa membawa anaknya ke tahanan juga. Padahal, kasus Putri berat, yaitu pembunuhan berencana sesuai pasal 340 KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) dengan ancaman hukuman mati.
Kelima, dipecatnya Deolipa Yumara dan tim sebagai pengacara tersangka BE secara tiba-tiba, juga penuh kecurigaan. Sampai sekarang, belum jelas alasan pemecatan itu. Ia menjadi pengacara karena ditunjuk oleh negara, dalam hal ini Bareskrim (Badan Reserse Kriminal) Polri.
Keenam, timbul prasangka negatif pada rakyat, karena pada saat rekonstruksi pembunuhan, para tersangka lainnya dilibatkan. Akan tetapi, pihak pengacara korban tidak dilibatkan dalam kegiatan tersebut.
Sebagai negara demokrasi yang berdasarkan hukum (rechtstaat), perlu partisipasi rakyat secara transparan, bukan hanya teori.
Melihat kasus pembunuhan Josua tersebut, sudah sangat mendesak mereformasi peran dan eksistensi Polri. Hal itu, demi motto Polri yang 'Presisi' (prediktif, responsibilitas dan transparansi berkeadilan).
Inde datae leges be fortior omnia posset - hukum dibuat, jika tidak orang yang kuat akan mempunyai kekuasaan tidak terbatas.
Juju mengatakan. ada misteri hukum dalam peristiwa dibunuhnya Josua. "Kasus Ferdy Sambo tersebut sangat menjadi perhatian publik (public interest). Sebab, melibatkan hampir 100 orang (jumlah terakhir 97 orang) aparat polisi menjadi terperiksa Dewan Kehormatan Kepolisian," kata Ketua Bidang Hukum dan Advokasi Dewan Pimpinan Pusat Partai Ummat itu. (Anw/Fnn).