Pentil Kebakar: Toponim Bukan dari Akronim

(Photo: penumpang bus kota Jakarta 1950-an. Damai dan mengilhami)

Oleh Ridwan Saidi Budayawan 

Toponim nama tempat yang mulai ada sejak era cafe life 9000 tahun lalu (Grunn, 1984). 

Tidak ada toponim dari akronim, gabungan potongan kata-kata. Itu marak di zaman Bung Karno: Ampera, Manipol, Inda Madam (Ini dadaku mana dadamu), bahkan ada pentil kebakar (penjaga tilpon kecamatan baru mekar).

Zaman Belanda yang ada potong leter. Batavia Centrum jadi Batavia Ct. BVC Bataviasche Voetbal Club. Kita ikut-ikutan TST  (Tau Sama Tau).

Toponim pertama belum ada pengaruh luar, pengaruh luar baru setelah kedatangan orang Maya 3050 tahun lalu yang disusul dengan Egypt pada abad IV SM dan seterusnya.

Nama-nama gua itu asli native, misalnya yang di Jakarta:; Liang Bo, Tenabang, Jambul, Sekot, Kapitan. Artinya berturut-turut  lubang hunian, panggilan bumi, menbukit, tarikan, lubang ganda. 

Tapi, nama gunung sudah dipengaruhi migran: Salak itu perak (Egypt), Gede itu insan (Persia), toponimnya Bojong Gede dan Pondok Gede. 

Sekarang lagi musim orang memahami toponim dengan memperlakukannya sebagai akronim dimana ada unsur proper name seorang jago.

Marunda: Mak Ronda, emak-emak jago.

Poris: Pok Ris empok-empok jago.

Tangerang: tengger +  rang. Rang itu perang. Wilayah batas perang.

Marunda bahasa Melani karena ada ciri awalan mar. Unda adalah undak. Marunda artinya terrazering. 

Poris dari polis (Greek) artinya kota/urban.

Tangerang merupakan bahasa Melayu. Awalan ta membentuk kata benda. Ngerang tarjamah hymn (Egypt) .

Hymn, atau hymne, nyanyian syahdu yang merintih atau mengerang.

Di Poris Tangerang tiap Jumahat (bahasa Swahili untuk Jum'at) orang berkumpul untuk hymn pada abad  IV - I SM.

Sejauh ini toponim dipahami secara tebak-febakan. Mengerti toponim harus dengan metodologi.

1. Koleksi migran sampai XV M. Abad ini texture peradaban Indonesia terbentuk. Migran-migran tersebut: Maya, Egypt, bangsa-bangsa Afro berbahasa Swahili, Amrat Oman. Babylon , Inca, Pacific, Asia minor, Persia, Jepang, Malbari,  Greek, Melayu, Indochina, Portugis. Em sori, China dan India migran setelah XVII M. Em sori. 

2. Menjiwai fonem toponim.

3. Memastikan asal bahasa dan mengerti makna dalam Indonesia.

4. Menempatkan toponim yang telah dimengerti dalam konteks sejarah.

Ini memerlukan renungan dan pemikiran serta bacaan. Lihatlah gadis dalam photo di atas mengexpresi renungan dan berfikir. (RSaidi)

229

Related Post