Rafael Alun Menggunakan Jasa Professional Money Launderer, Transaksinya Tembus 500 M

Jakarta, FNN – Sampai saat ini, kasus penganiayaan yang dilakukan anak pegawai pajak Rafael Alun masih berbuntut. Bukan hanya menyeret Rafael sebagai ayahnya, tapi juga para pegawai pajak lain yang berperilaku serupa.

Selain Rafael Alun, ada pegawai pajak lain yang jauh lebih kaya. Kepala PPATK, Ivan Yustia Vandana, mengaku baru saja membekukan rekening yang berisi transaksi janggal milik pegawai pajak yang nilainya lebih dari 500 miliar. “Nilai transaksi yang kami bekukan itu nilai debet kreditnya lebih kurang 500 miliar rupiah dan kemungkinan akan bertambah,” kata Ivan.

Ivan juga membenarkan bahwa PPATK memukan beberapa pegawai pajak yang asetnya janggal, bahkan sudah diblokir. Ivan mengatakan bahwa ini bukan hanya satu orang, tapi ada beberapa orang lain di Direktorat Pajak yang kelakuannya seperti Rafael Alun. Tetapi, Ivan belum mau menjelaskan siapa pegawai pajak yang dimaksud dan apa jabatannya.

Rencana yang akan mengumumkan nama pegawai pajak tersebut adalah dan akan diumumkan setelah mereka memeriksa kepala Bea Cukai Yogyakarta, Eko Darmanto. Eko Darmanto adalah pegawai Bea Cukai, anak buah Sri Mulyani juga, yang diperiksa oleh KPK. Tetapi, Eko Darmanto sudah copot dari jabatannya karena sering pamer gaya hidup mewah di media sosial, mulai dari menunggang motor gede, koleksi mobil mewah, hingga memamerkan pesawat.

“Penjelasan dari kepala PPATK tentang adanya transaksi janggal lebih dari 500 miliar tersebut makin menunjukkan kepada kita bahwa kasus Rafael betul-betul fenomena gunung es dari perilaku korup dari pegawai pajak. Jadi bukan gaya mewahnya ya, tapi korupsinya itulah,” ujar Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, dalam Kanal You Tube Hersubeno Point edisi Selasa (7/3/23).

Sementara itu, Divisi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan, sebelumnya menyatakan bahwa ada geng pegawai pajak yang berada dalam lingkaran Rafael Alun, yakni geng dari STAN (Sekolah Tinggi Akutansi Negara).

Sebagai orang keuangan, seperti kata Pahala Nainggolan, mereka sangat memahami bagaimana cara menyembunyikan harta kekayaan mereka. “Kita pastikan sesudah yang bersangkutan pasti ada lagi orang-orang lain, yang kita dengar juga ada gengnya, ada ini itu. Tapi kita kan perlu tahu polanya,” kata Pahala. Jadi, lanjut Pahala, ini bukan hal sederhana, tapi sulit pasti. Bukan sederhana dalam arti bahwa mereka orang benar-benar orang keuangan sehingga sangat tahu cara ke sana ke mari.

Dengan demikian, hampir dapat dipastikan bahwa harta Rafael Alun jauh lebih besar dari yang dilaporkannya melalui LHKPN. Sebagai contoh, mobil Rubicon dan Harley Davidson yang sering dikendarai anaknya, Mario Dandy Satrio. Dua kendaraan ini tidak diakui sebagai miliknya dan tidak termasuk dalam harta yang dilaporkan di LHKPN. Harta itu diakui sebagai milik kakaknya dan anak menantunya.

Begitu juga dengan kompleks perumahan mewah di Manado yang dimilikinya. Dalam LHKPN hanya disebutkan bahwa dia memiliki saham di properti  itu senilai 1,5 M. Padahal, harga rumah  di Green Hill di Manado itu ada yang mencapai 2 miliar rupiah. Belum lagi beberapa aset seperti rumah mewah, restoran, dan juga mobil-mobil mewah lain.

Belakangan, PPATK juga menemukan Rafael menggunakan nama konsultan pajak untuk menyembunyikan uangnya atau dana-dana haramnya. Rekening konsultan pajak yang menjadi nomine (orang yang digunakan namanya) juga sudah dibekukan karena mereka diduga telah berperan sebagai semacam tim pencuci uang profesional (professional money launderer).  Jumlahnya cukup besar dan signifikan.

Ternyata, konsultan tersebut adalah bekas pegawai pajak. Ini makin menegaskan bahwa memang ada “pergengan” di antara mereka.  Ada dua konsultan yang dimaksud, tapi salah satunya sekarang ini telah melarikan diri ke luar negeri.

“Saya sih menduga harta Rafael Alun bisa tembus sampai ratusan miliar. Mengerikan sekali, orang sekelas Alun bisa menilep dana pajak sampai ratusan miliar rupiah dan modusnya itu biasanya mereka memainkan wajib pajak besar yang menunggak dan ini biasanya bekerja sama dengan tenaga konsultan pajak,” ujar Hersu.

 Dengan mengambil sampel kasusnya Rafael Alun dan penemuan terbaru dari PPATK, kata Hersu, kita tidak bisa terlalu cepat menyimpulkan bahwa seorang pejabat Direktorat Jenderal Pajak lebih jujur dan lebih sederhana dibandingkan Rafael Alun. Boleh jadi mereka yang katanya lebih kecil dari Rafael Alun tidak jujur dan menyembunyikan nilai harta sesungguhnya.

“Kalau sudah begini, apakah Ibu Sri Mulyani masih berani mengklaim bahwa sekarang ini Kementerian Keuangan lebih bersih dibandingkan sebelum dia masuk?”tanya Hersu. 

382

Related Post