Satu Bungkusnya, Bung Setengah Rupiah

(Photo plaat lagu Gado-Gado Djakarta nyanyian Kartini diiringi keroncong M. Sagi, 1952)

Oleh Ridwan Saidi Budayawan 

Gado-gadonya  Bung dari Jakarta

Rasanya enak Bung tidak terkira

Satu bungkusnya Bung setengah rupiah

Bang Amat pulang Bung sudah sedia

Tahun 1952 sebungkus gado-gado setengah rupiah. Tahun 2022, atau 70 tahun kemudian, di Jakarta Selatan sebungkus gado-gado tiga belas ribu rupiah, paling murah. Terjadi kenaikan 2600%>

Untung ,saja gado-gado tidak dijadikan indikator kenaikan inflasi. Sehingga Bu Menkeu Mulyani masih bisa bilang, inflasi kita aman. 

Popularitas gado-gado selalu menjulang di masa gawat: 

1. Era malaise/resesi 1929-1931

2. Jaman Jepang 1942-1945

3. Revolusi 1945-1949.

4. Orde Lama 1960-1966.

Di masa-masa seperti itu mayoritas ibu-ibu ke dapur untuk masak nasi saja dan masak air buat menyeduh kopi karena apa-apa serba mahal. 

Aslinya unsur flora gado-gado kangkung, toge, dan ketimun. Ketika harga toge tak stabil maka masuk kol. Untuk pengimbang masuk pare. 

Ada 2 jenis gado-gado:

1. Gado-gado ulek

2. Gado-gado siram atau kuah. 

Siram lebih mahal. Kalau gado-gado mentah flora tak direbus. Jenis ini disebut keredok.

Marketing gado-gado bermula di tempat tetap dengan perabotan meja saja. Yang ngulek ibu-ibu. Ini namanya mangkal. Lalu banyak gado-gado dijaja keliling. Yang ngulek abang-abang.

Lebih 10 tahun gado-gado dijaja indoor di resto spesial.

Syukurlah, gado-gado saja nasibnya bisa berubah. (RSaidi)

191

Related Post