Sembilan Tuntutan Aliansi Perempuan Bangkit Terhadap Pemerintah
Jakarta, FNN- Aliansi Perempuan Bangkit (APB) turut serta dalam berdemokrasi dan mendesak pemerintah untuk melakukan tindakan.
Aliansi Perempuan Bangkit merupakan wadah bagi para aktivis dan advokat hak perempuan dari berbagai profesi dan bidang perhatian. Selama tiga tahun berdiri, APB mencermati bahwa citra negara hukum HAM dan Demokrasi Indonesia sudah semakin menjauh dari cita-cita kemerdekaan.
Hal itu disebabkan oleh kebijakan yang tidak memihak rakyat, seperti kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan bahan pokok, disahkan dan diterapkannya Undang-undang (UU) Cipta Kerja Omnibus Law, UU Ibu Kota Negara (IKN), UU Minerba, KUHP baru, dan lambatnya respon Pemerintah dan DPR jika berkaitan dengan kelompok rentan seperti pekerja rumah tangga (PRT), serta berbagai kebijakan lainnya yang tidak melibatkan partisipasi publik dalam merumuskan dan pengesahan.
APB pun menilai bahwa dalam kondisi tersebut terdapat bahaya serius yang mengancam prinsip-prinsip negara hukum, HAM dan Demokrasi sehingga tujuan untuk mewujudkan keadilan sosial, gender, dan ekologi makin jauh dari cita-cita kemerdekaan.
APB juga menilai bahwa tingkat Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) semakin tinggi yang artinya pemerintah saat ini tidak amanah terhadap mandat reformasi 98 dan konstitusi.
Oleh karena itu, Aliansi Perempuan Bangkit menuntut Pemerintah sebagai berikut:
1. Menuntut Pemerintah dan DPR menghentikan produksi berbagai kebijakan dan peraturan perundangan yang menegasikan hak asasi rakyat dan tidak memberdayakan masyarakat secara sosial ekonomi dan budaya baik dalam prosesnya yang tidak partisipatif.
2. Aliansi Perempuan Bangkit sangat berkeberatan dan memprotes keras terhadap ketentuan dalam KUHP tentang akan diberlakukannya hukum adat dan tradisi setempat (living law), menentang pasal-pasal tentang penghinaan kepada Presiden, lembaga negara dan pejabat pemerintah serta hak menyatakan pendapat, dan merasa prihatin atas diberlakukannya pasal-pasal yang berkaitan dengan perzinahan dan kohabitasi yang dinilai diskriminatif, dan APB menuntut agar DPR melakukan legislatif Review penjelasan pasal 1 KUHP atas keberlakuan perda-perda ini dan mencabut atau menyatakan perda-perda ini tidak berlaku.
3. Menuntut pemerintah segera meratifikasi Konvensi ILO 189 dan mendukung sikap Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) yang telah mengeluarkan fatwa agar segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) menjadi UU, dan PRT Indonesia di luar negeri memperoleh perlindungan maksimal sejak keberangkatan sampai kepulangan, serta menuntut cabut Omnibus Law.
4. Menuntut pemerintah untuk konsisten dalam menghormati dan mengimplementasi hak kesehatan reproduksi dan seksualitas perempuan termasuk memberikan fasilitas untuk pemberian air susu ibu (ASI).
5. Menuntut pemerintah untuk memastikan implementasi UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), UU Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), menghapus sikap bias aparat penegak hukum yang masih mengadopsi nilai-nilai patriarki dan tidak berpihak kepada korban. Serta menuntut pemerintah untuk segera meratifikasi Konvensi ILO nomor 190 tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan Berbasis Gender di Dunia Kerja.
6. Mengecam keras atas menguatnya KKN secara sistemik, juga peringanan hukuman dalam KUHP, dan mendesak pemerintah mengupayakan pemberantasan korupsi dengan program preventif yang lebih masif termasuk memberi hukuman yang berat terhadap pejabat-pejabat pemerintah yang melakukan sextortion.
7. Menuntut negara untuk menjamin proses demokrasi dengan memastikan terselenggaranya Pemilu 2024, memastikan keterwakilan perempuan sebanyak 30% di lembaga legislatif di semua tingkatan, dan keterwakilan perempuan di berbagai lembaga negara lainnya.
8. Menuntut pemerintah untuk membatalkan atau setidaknya-tidaknya menunda pelaksanaan pembangunan IKN dan memprioritaskan pemulihan hak-hak dasar rakyat terutama hak atas tanah, hak masyarakat adat, lingkungan hidup serta pemulihan lingkungan dan menghentikan eksploitasi sumber daya alam, memitigasi risiko bencana akibat krisis perubahan iklim dan pemulihan ekonomi rakyat pasca pandemi.
9. Menuntut agar pemerintah memastikan proses demokratisasi yang menghormati prinsip keadilan sosial, keadilan gender dan ekologis, termasuk prinsip anti kekerasan dan non diskriminasi serta menghargai pluralisme dan prinsip-prinsip HAM. Dan secara khusus menuntut pemerintah untuk memenuhi janji menyelesaikan masalah pelanggaran HAM masa lalu dengan berpegang pada prinsip-prinsip transitional justice dan penghentian seluruh impunitas, kekerasan politik dan eksploitasi sumber daya alam yang masih terjadi di Papua.
Tuntutan tersebut disampaikan APB kepada pemerintah atas dasar rasa prihatin dan ingin melakukan perubahan secara nyata.
APB juga ingin pelibatan aktif perempuan, kelompok marjinal dan masyarakat sipil dalam semua proses kebijakan dari awal sampai pengawasan, agar ancaman dan bahaya bisa segera diatasi dengan komprehensif oleh pemerintah bersama pelaku usaha dan masyarakat. (Rac)