Sri Mulyani Penanggung Jawab Terbesar Atas Kekacauan dan Skandal di Kemenkeu
Jakarta, FNN – Setelah kemarin Menko Polhukam, Mahfud MD, mengungkap mega skandal 300 triliun di Kementerian Keuangan, akhirnya kita mendapat gambaran lengkap di balik mega skandal tersebut. Data dan fakta yang diungkap oleh Mahfud MD tersebut menunjukkan adanya salah kelola, pembiaran, permisiveness, tidak peduli, dan baru bertindak setelah kasus menjadi heboh di tengah masyarakat. Dengan kata lain, setelah viral di masyarakat baru penegak hukum bergerak. Kalau tidak diviralkan maka kasus tidak akan terungkap, bahkan hanya akan terpendam begitu saja.
Kasus Rafael Alun adalah contoh nyata bahwa setelah viral di masyarakat baru kasusnya diungkap. Karena, seperti dikatakan oleh Mahfud MD, kasus ini sudah dilaporkan oleh Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sejak tahun 2012 (11 tahun lalu), tapi baru ditangani secara serius setelah kasus penganiayaan berat yang dilakukan oleh anak anak Rafael Alun, Mario Dandi Satrio. Netizen yang penasaran berusaha membongkar fakta tentang Mario, dan ditemukan fakta bahwa Mario sering pamer barang mewah dan bergaya hidup sangat wah. Setelah ditelusuri lagi, ditemukan fakta yang mengagetkan bahwa dia ternyata hanya anak seorang pejabat eselon 3 di Direktorat Jenderal Pajak bernama Rafael Alun.
Selanjutnya, fakta-fakta tidak masuk akal dan mencurigakan ditemukan pada Rafael Alun. Di samping gaya hidup anaknya, juga istrinya, rumah-rumah mewahnya, dan transaksi keungannya yang mencapai ratusan miliar. Mengetahui fakta-fakta tersebut barulah Kementerian Keuangan dan KPK kebakaran jenggot. Padahal, laporan transaksi mencurigakan Rafael Alun sudah dilaporkan sejak tahun 2012 ke Inspektorat Jenderal dan tembusannya disampaikan ke KPK.
KPK mengaku belum mem-follow up laporan tersebut karena pada saat dilaporkan (tahun 212) Rafael belum menjadi pejabat sehingga dianggap di luar yuridiksi KPK. “Ini kaku banget ya. Kalau namanya kasus korupsi, ada laporan mencurigakan ya harusnya segera di-follow up, tidak peduli apakah itu eselon satu, dua, tiga, atau bahkan bukan eselon sama sekali,” ujar Hersubeno Arief, wartawan senior FNN dalam Kanal You Tube Hersubeno Point edisi Kamis (9/2/23).
Jadi, tambah Hersu, kalau tidak ada kasus Mario dipastikan kasus ini akan mengendap, bahkan mungkin sampai Rafael memasuki masa pensiun dengan tenang, menikmati harta kekayaan yang melimpah yang mungkin tidak habis hingga tujuh turunan. “Jadi prinsipnya no viral no case,” kata Hersu.
Transaksi mencurigakan senilai 300 triliun dibongkar oleh Pak Mahfud MD pada Rabu (8/3/23) setelah menjadi pembicara di sebuah kampus di Yogyakarta. Pak Mahfud mengaku bahwa pagi itu dia mendapat laporan ada transaksi mencurigakan sebesar 300 triliun di Kemenkeu, khususnya di Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai.
Publik dan media langsung heboh. Mereka bertanya-tanya apakah ini ada kaitanya dengan sejumlah kasus yang sudah dilaporkan sebelumnya oleh Pak Mahfud MD selaku Ketua Tim Tindak Pidana Pencucian Uang, yang melaporkan 69 transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Berdasarkan penjelasan Mahfud MD, ternyata bukan hanya 69 orang tetapi lebih dari 400 orang yang terlibat dalam transaksi mencurigakan tersebut dan terjadi sejak tahun 2009 sampai 2023. Artinya, korupsi menilep uang rakyat sudah terjadi sejak belasan tahun lalu di Kementerian Keuangan.
“Masalahnya mengapa hal itu dibiarkan terjadi? Apakah tidak dilaporkan? Kalau sudah dilaporkan mengapa tidak ditindaklanjuti?” tanya Hersu.
Anehnya lagi, Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan, Awan Nurmawan Nuh, ketika ditanya wartawan dalam jumlah pers kemarin mengaku belum tahu soal itu. Dia mengaku baru tahu dari media dan baru akan mengecek.
Yang juga menarik adalah pernyataan Pak Mahfud bahwa dia sangat menghormati Menteri Keuangan Sri Mulyani yang telah dengan serius menangani masalah ini. Menurut Hersu, Pak Mahfud terkesan “membela” Sri Mulyani bahwa Sri Mulyani tidak sepenuhnya bisa disalahkan. Alasannya karena dalam kurun waktu 14 tahun itu (2009-2023), Menteri Keuangan sudah berganti empat kali.
Faktanya, Sri Mulyani sudah menjadi Menteri Keuangan sejak 5 Desember 2005, pada Kabinet Susilo Bambang Yudhoyono - Yusuf Kalla, menggantikan Yusuf Anwar. Namun, karena ada huru hara politik akhirnya Sri Mulyani dipaksa mengundurkan diri pada tanggal 5 Mei 2010. Kemudian Sri Mulyani pindah ke Washington, AS, menjadi direktur pelaksana Bank Dunia. Kemudian, sejak tanggal 27 juli 2016 sampai sekarang , Sri Mulyani kembali menjadi Menteri Keuangan dalam kabinet Jokowi.
“Jadi, kalau dihitung-hitung, Sri Mulyani sudah menjadi Menteri Keuangan selama 12 tahun terakhir. Kalau kasus tadi dilaporkan sejak tahun 2009, berarti saat itu Sri Mulyani masih menjadi Menteri Keuangan. Oleh karena itu, bagaimanapun juga, tanggung jawab terbesar atas kekacauan dan terjadinya skandal di Kementerian Keuangan, porsi terbesar itu haruslah menjadi tanggung jawab Sri Mulyani,” ungkap Hersu.(ida)