Sub Kultur Politik Tergila-gila Puji

(Photo M. Natsir cover majalah Masjumi)

Oleh Ridwan Saidi Budayawan 

Di puncak dahsyatnya Orde Baru, sebut Masyumi saja bisik2. Situasi ini mencekam. Pada 5 November 1995 saya gelar konperensi pers umumkan berdirinya Masyumi baru di Manggala Wana Bhakti. Pers ramai hadir termasuk luar negeri. Masyumi baru lahir bersipongang disiarkan media.

Pada pendaftaran calon peserta pemilu, yang mendaftar a.l partai dengan lambang bulan bintang tapi nama bukan Masyumi. Ada pula partai dengan nama Masyumi tapi lambang tidak bulan bintang.

Apa pun, di balik ini mereka mengagumi sub kultur politik Masyumi dan ingin mencontohnya. Ini reaksi kejenuhan terhadap sub kultur politik tergila-gila puji yang dipertontonkan selama ber-tahun2.

Content pidato kaum ter-gila2 puji tampak hasrat ingin dipuji tatkala mempidatokan rencana proyek. Hasrat padam sendiri ketika proyek mangkrak. Puluhan proyek mangkrak pun tidak dipidatokan lagi. Yang mengejutkan ada pula yang berpikir pantas jadi Sekjen PBB. Padahal setau saya untuk menjadi Sekjen Partai Bulan Bintang perlu acc Yusril Ihza Mahendra selaku Ketum PBB. 

Secara sosiologis komunitas muslim ex Partai Masyumi itu  apa setelah Partai Masyumi dibubarkan dengan Kepores 24 Agustus 1960? Itu adalah anak cucu mereka, mungkin sudah ke cicit. 

Majlis Syuro Muslimin Indonesia disingkat Masjumi berdiri 7 November 1945 demi merespon Maklumat No X. Ketua Umum pertama Dr Sukiman yang pernah memimpin Perhimpunan Indonesia di negri Belanda bersama a.l Drs Moh Hatta.

Kemudian tahun 1950-an berganti dengan Moh. Natsir. M. Natsir ketika lulus Algemene Midelbaarschool mendapat nilai 10 untuk bahasa Latin, yang berdasarkan ketentuan waktu itu Natsir berhak tanpa testing masuk Geneeskundige Hogeschool (fakultas kedokteran). Natsir lebih memilih memimpin sekolah Pendidikan Islam yang ia dirikan

Mr Achmad Subardjo dan Mr Kasman tokoh2 yang berperan pada hari2 sekitar proklamasi.

Inilah beberapa tokoh teras Masyumi selain Mr Roem, Mr Syafrudin, Mr Burhanudin.

Kebanyakan mereka di usia remaja dan mahasiswa aktif dalam Jong Islamieten Bond dan atau Studenten Islam Studieclub.

Masyumi dibubarkan 24 Agustus 1960 dengan tuduhan tidak ambil tindakan pada pengurusnya yang terlibat PRRI, maksudnya Natsir dan Syafrudin. PSI Partau Sosialis Ibdonesia yang menindak anggota/pimpinannya karena PRRI dibubarkan juga. 

Tetapi fraksi Masyumi di DPR terima Dekrit 5 Juli 1959.

Ketika masih exsist 3 tokoh Masyumi: Sukiman, Natsir, dan Burhanudin Harahap pernah jadi Perdana Menteri. Banyak tokoh Masyumi duduk dalam kabinet pimpinan PNI. Tapi tak seorang dari mereka yang terlibat korupsi.

Ketika jaman Orla banyak tokoh Masyumi yang dipenjara, bahkan disiksa, tanpa diadili.

Ini semua unsur2 yang membentuk Masyumi sebagai sub kultur politik, yang bercirikan:

1. Mengamalkan Islamic value sebagai pegangan van huis uit, dari sananya.

2. Bersikap jujur dan mengindahkan pluralisme

3. Intelect 

After all  komunitas sub kultur politik Masyumi biologis Masyumi. 

Itu ciri sub kultur politik Masyumi. (RSaidi)

225

Related Post