Sudibyo Sebut Adanya Ketidakjelasan PP Produk Tembakau dengan Visi Indonesia Emas 2045

Jakarta, FNN – Sudibyo Markus, Adviser Indonesia Institute for Social Development, mengatakan ada ketidakjelasan Revisi PP no. 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan dengan Visi Indonesia Emas 2045. 

Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk Pengendalian Tembakau menyelenggarakan konferensi pers bertemakan "Peredaran Produk Tembakau Tanpa Kendali: Rapor Merah 2022 Pemerintahan Jokowi-Amin" secara hybrid pada Jumat, (25/11). 

Sudibyo mengatakan bangsa Indonesia sedang dihadapkan pada suatu kekecewaan karena anti klimaks mengenai produk tembakau, yaitu rokok. Ia membahas tiga pokok yang menjadi dampak dari permasalahan tersebut. 

Pertama, Sudibyo menjelaskan tentang instrumen teknis dalam PP no. 109 tahun 2012 yang mempunyai dasar legal tidak berfungsi secara optimal. 

"Kita sadar bahwa semua instrumen-instrumen itu tidak berfungsi dengan optimal. Alasannya adalah karena memang kebijakan-kebijakan yang mengatur di atasnya itu lemah," kata Sudibyo. 

Kedua, tidak dilaksanakannya proses pengharmonisasi untuk perbaikan konsep dalam menyikapi instrumen tersebut sesuai dengan Peraturan Presiden no. 87 tahun 2014 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Sudibyo menjelaskan bahwa PP yang sempat diajukan oleh wakil Menteri Kesehatan tersebut mengalami gagal revisi. Ia menyebut adanya sisi politik di balik proses tersebut. 

"Bahwasanya memang ada sisi-sisi politik di balik instrumen-instrumen teknis ini," ujarnya. 

Kemudian, cara menghubungkan instrumen teknis dengan cita-cita visi nasional Indonesia Emas 2045 dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas dan bangsa yang berdaya saing tinggi. Tidak terdapat kesinambungan antara instrumen teknis dengan visi tersebut. 

"Di sinilah kita melihat tidak nyambungnya. Bagaimana proses pengambilan keputusan yang ketiga ini, seolah-olah negeri ini, negeri tidak bertuan," ucap Sudibyo. 

Aktivis sosial tersebut juga sempat mempertanyakan dan mengkritisi kedudukan Presiden Joko Widodo sebagai negarawan. 

"Kita bertanya, apakah negara kita ini dipimpin oleh seorang negarawan atau hanya oleh seorang petugas partai? Yang ikut pada maunya partai dan bisa tunduk pada perintah-perintah dari oligarki," ujarnya. 

Dalam penutupnya, ia menyampaikan akan terus menyuarakan kegelisahan masyarakat untuk mengendalikan zat adiktif tersebut. Selain Sudibyo, ketiga pembicara lain yang hadir, yaitu Roosita Meilani Dewi (Kepala Pusat Studi Center of Human Development ITB AD), Asep Mulyana (Peneliti HAM), dan Rafendi Djamin (Senior Advisor Human Rights Working Group). (oct)

603

Related Post