Tak Tahu Anak Buahnya Punya Harta Miliaran dan Bergaya Hidup Mewah, Harusnya Sri Mulyani Mundur Saja
Jakarta, FNN - Beberapa hari terakhir ini, masyarakat dihebohkan oleh kasus anak seorang pejabat pajak yang menghajar anak petinggi Banser. Meski secara umum itu masalah pribadi anak muda, tapi kasus ini menarik perhatian masyarakat karena dilakukan oleh anak pejabat yang menghajar anak petinggi Banser dengan sadis hingga mengakibatkan korban koma.
Kasus ini bertambah menarik karena media sosial kemudian menyoroti soal gaya hidup mewah pelaku, padahal dia anak pejabat eselon 2 Ditjen Pajak. Pelaku, misalnya, menggunakan mobil Rubicon, motor gede, dan sebagainya. Belakangan, media juga mengulik harta kekayaan bapaknya yang pejabat itu dan ternyata harta kekayaan yang dilaporkan mencapai 56 miliar, lebih besar dari Dirjen Pajak.
Mengetahui anak buahnya bergaya hidup mewah dan memiliki harta miliaran, Menkeu Sri Mulyani langsung uring-uringan diamplifikasi oleh staf ahlinya soal gaya hidup dari pegawai pajak ini. Itu berarti Sri Mulyani tidak tahu.
Dimintai pendapatnya mengenai hal tersebut, Rocky Gerung dalam Kanal Youtube Rocky Gerung Official edisi Sabtu (25/2/23) mengatakan, “Oke, ini isu yang betul-betul mendebarkan. Bukan karena magnitude dari kekayaan pejabat ini, tetapi pada aspek kepribadian dari Sri Mulyani sebagai atasan.”
Dalam sikusi yang dipandu oleh Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, itu Rocky juga mengatakan bahwa 10 tahun yang lalu, waktu Sri Mulyani ‘diusir’ pindah ke Washington, dia hijrah ke sana karena melihat Indonesia gagal menghadirkan etika publik. Sepuluh tahun yang lalu juga Rocky membuatkan satu forum untuk Sri Mulyani untuk menerangkan bagaimana ‘godaan’ dia hentikan selama dia menjabat. Peserta yang hadir pada forum itu terkagum-kagum dengan keterangan Sri Mulyani ini. Tetapi, kemudian arah politik berubah dan Sri Mulyani pergi ke Washington, lalu politik Indonesia diasuh kembali oleh oligarki. Kemudian Sri Mulyani balik lalu dipanggil Jokowi dan diterima.
“Sri Mulyani pasti mau balik ke Indonesia untuk membantu Pak Jokowi kalau etika publik menjadi dasar kebijakan dia. Ternyata dia gagal hari ini,” ujar Rocky. Kasus seperti ini semacam gunung es dan puncaknya baru ketahuan ketika ada peristiwa kriminal.
“Jadi, sebetulnya Sri Mulyani nggak punya akses untuk memantau pejabat-pejabatnya, bahkan Sri Mulyani nggak mungkin lagi untuk bicara bahwa dia menjadikan Kementerian Keuangan sebagai standar etika publik. Di situ sebetulnya keterangannya. Dan kita mau lihat sebetulnya, kalau beginian bukan sekadar pecat, Sri Mulyani itu mesti katakan bahwa dia gagal, saya gagal untuk menghasilkan petugas-petugas atau pejabat di Departemen Keuangan yang berintegritas,” kata Rocky.
Sri Mulyani pernah berjanji bahwa Departemen Keuangan akan dijadikan model untuk kebersihan demokrasi. “Jadi kalau dia gagal, ya dia mesti mundur dong. Bukan hanya dia salahin orang ini,” ujar Rocky. Memang itu individual, tetapi, menurut Rocky, dalam sistem yang dia bangun tidak ada check and balance system terhadap perilaku hedonisme dari pejabat-pejabat.
Oleh karena itu, kata Rocky, kita bisa asumsikan minimal separuh dari mereka itu tetap melakukan hal-hal yang buruk. Kalau sudah separuh, artinya Sri Mulyani betul-betul tidak punya ide. Ide Sri Mulyani berhenti dalam upaya untuk mengejar tax amnesti, menaikkan segala macam tarif, tidak berhasil. “Jadi, kelihatannya proyek Sri Mulyani untuk menegakkan integritas sudah lapuk,” ujar Rocky. (ida)