Tragedi Ade Armando Tamparan Keras Bagi Penegakan Hukum Rezim Ini

Jakarta, FNN - Peristiwa pengeroyokan yang menimpa pegiat sosial Ade Armando di depan Gedung MPR/DPR pada aksi demo mahasiswa, Senin, 11 April 2022, cukup menghentak kalangan cendikia, politisi dan masyarakat umum.

"Ini merupakan tamparan keras bagi penegakan hukum di Indonesia saat ini," kata Advokat Juju Purwantoro yang juga Ketua Bidang Advokasi- Hukum DPP Parpol UMMAT kepada FNN di Jakarta, Rabu, 13 April 2022.

Menurut Juju, emosi masyarakat yang tidak terkontrol, kurangnya pemahaman, kesadaran dan kepatuhan hukum termasuk kepada penegak hukum, mengakibatkan rasa ketidakpercayaan  masyarakat kepada keadilan dan hukum.

Hal itu terlihat dari para pelaku yang main hakim sendiri (eigenrichting) terhadap Ade Armando. Kelihatannya masyarakat sudah sangat jengah dan kesal yang mendalam, karena dia selama ini dianggap manusia super yang kebal hukum. 

Padahal pelaku main hakim sendiri secara kekerasan fisik,  misal memukul, menendang, menyiksa hingga menyebabkan terluka parah, dapat dijatuhi hukuman sesuai sesuai hukum yang berlaku.

Juju menegaskan dalam KUHP pasal 351 pelaku bisa dituntut berdasarkan 'tentang penganiayaan'.

Juga kalau dilakukan dengan kekerasan, maka pelakunya pun dapat dijerat dengan 'Pasal 170 KUHP tentang kekerasan'.

Konstitusi UUD 1945 menggunakan ungkapan “persamaan kedudukannya di dalam hukum” (Pasal 27) dan “perlakuan yang sama di hadapan hukum” (Pasal 28D).

Contoh peristiwa Ade Armando tersebut, dapat mengganggu nilai- nilai asasi manusia diakibatkan oleh praktik buruk  penggunaan hukum selama ini, yang sekedar untuk melayani kepentingan penguasa belaka. Praktek diskriminasi hukum juga berlawanan dengan prinsip pengakuan HAM, misalnya (pasal 2, Deklarasi HAM 1948). 

Tindakan kekerasan yang dialami Ade Armando yang sering dicap sebagai buzzeRp, adalah sebagai korban peradilan jalanan dan main hakin sendiri (street justice).

Peristiwa tersebut terjadi bisa sebagai akibat kepercayaan publik (destrust) terhadap institusi Kepolisian yang sangat rendah, diskriminatif dan tidak adil. 

Sedangkan sebagian lagi masyarakat terutama kelompok oposisi, merasakan (diskriminasi hukum), jika ada kesalahan dengan gampang dicari-cari untuk dihukum. 

Faktanya, menurut Juju sebagai kuasa hukum pada akhir tahun 2017,  Ade Armando juga pernah disidangkan Pra Peradilan kasusnya di PN Jaksel atas penistaan AlQuran dan Aqidah Islam.

Walau majelis memerintahkan sidang untuk dilanjutkan, dan ditetapkan sbg Terdakwa, tapi pihak penyidik malah mengeluarkan SP3. Juga pada kasus gugatan pelecehan Islam 2017, lagi- lagi  SP3 kasus dibatalkan dan jg mandek.

Juju menyarankan peristiwa yang menimpa Ade Armando diharapkan   menjadi pelajaran berharga, untuk dilakukannya penegakan dan proses hukum yang adil sesuai hukum ( equalty before the law) Termasuk juga terhadap oknum buzzer lain seperti; Abu Janda, Denny Siregar, Habib Kribo, Eko Kuntadhi. (sws)

476

Related Post