Akademikus: Media Massa Berperan Penting Dalam Mencapai Demokrasi
Media massa menciptakan kondisi-kondisi dengan cara membantu dalam pembatasan represi, serta memastikan bahwa presiden yang sedang menjabat dapat menghindari pelanggaran komitmen, sebagaimana yang terjadi di Indonesia pada awal mula masa reformasi.
“Liputan media, baik media nasional dan media internasional, memperkecil ruang gerak bagi Presiden Soeharto untuk melakukan represi lebih jauh (terhadap publik),” kata dia ketika menyampaikan paparan materi dalam seminar bertajuk CSO, Demokratisasi dan Kebijakan Publik: Catatan dan Kontribusi, yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube CSIS Indonesia, dan dipantau dari Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan, kemampuan media massa dalam membatasi represi pada zaman Soeharto memiliki keterkaitan dengan reputasi Soeharto yang dianggap bisa melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) oleh berbagai aktor internasional. Reputasi tersebut membuat Presiden Soeharto menahan diri untuk tidak melakukan represi lebih lanjut.
Selanjutnya, terkait dengan menghindari pelanggaran komitmen, Firawati merujuk pada masa kepemimpinan Presiden BJ Habibie di awal reformasi. Dengan adanya sorotan media internasional, kata dia, Habibie terdorong untuk melakukan reformasi secepat mungkin.
“Pada saat yang sama, Habibie membutuhkan media internasional untuk membangun reputasi Indonesia sebagai negara demokratis baru,” tutur Staf Pengajar Departemen Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada ini.
Reputasi Indonesia sebagai negara demokratis baru akan sangat penting bagi pemerintah untuk menarik investor asing, terutama untuk memulihkan perekonomian Indonesia. Guna membangun reputasi tersebut bersama media massa, Presiden BJ Habibie akan berusaha untuk segera memenuhi janji-janji reformasi.
Dengan demikian, sorotan dan liputan media massa memiliki peran yang sangat krusial untuk menjaga arah demokrasi Indonesia. (sws)