Presiden Biden ke Jokowi: Memihak China, Artinya Melawan Amerika!

Video Jokowi di G7, Disapa & Dirangkul Mesra Joe Biden. (CNBCIndonesia.com)

DALAM pertemuan G7 di Jerman, ada pemandangan menarik yang bisa diulas dalam Kanal Rocky Gerung Official, Rabu (29/6/2022). Ada foto yang kemarin sempat viral, kelihatannya Presiden Joko Widodo seolah-olah menyandarkan kepalanya di bahunya Presiden AS Joe Biden.

Tapi orang kemudian membandingkan dengan foto-foto ketika Biden ketemu dengan kepala negara lain: diskusi serius, ngobrol, ada juga yang berjalan di taman. “Apa yang Anda bisa simpulkan dengan foto-foto ini,” tanya wartawan senior FNN Hersubeno Arief kepada Rocky Gerung.

Berikut petikan wawancara Hersubeno dengan akademisi yang juga pengamat politik Rocky Gerung.

Sebelumnya, apa yang didiskusikan Anda kemarin saat di Palembang?

Ya saya di Palembang bersama Ketua DPD Pak LaNyalla untuk sosialisasi yang disebut anti threshold 20% karena DPD sedang mengupayakan itu. Dan betul, DPD jadi semacam tempat mengolah konsep bernegara, sementara di DPR itu tempat mengolah amplop bernegara.

Jadi pikiran justru ada di DPD, bukan di DPR. Karena itu, kita bicara di sana karena Palembang termasuk kota yang tingkat kemiskinannya masih tinggi, walaupun APBN kita sudah mengguyurkan Rp 1.500 triliun, tetapi tingkat kemiskinan tidak turun. Itu bahkan di atas nasional Palembang. 

Tapi saya kasih sugesti bahwa Palembang walaupun kemiskinanannya tinggi tapi otaknya bagus. Ingin memulai perubahan dari Palembang. Karena di Palembang orang makan ikan, bukan menghafal nama-nama ikan.

Presiden Jokowi kalau tidak salah kemarin sudah meninggalkan Jerman ke Polandia dalam perjalanan menuju ke Keif di Ukraina dan nanti ke Moskow. Tapi mungkin ada yang tersisa beberapa momen di pertemuan kepala negara G7 dan Indonesia salah satu yang diundang.

Ini ada foto yang kemarin sempat viral, kelihatannya Pak Jokowi seolah-olah menyandarkan kepalanya di bahu Biden. Tapi orang lantas membandingkan dengan foto-foto ketika Biden ketemu dengan kepala negara lain diskusi serius, ngobrol, ada juga yang berjalan di taman. Apa yang Anda bisa simpulkan dengan foto-foto ini.

Kelihatannya Joe Biden mengerti sebagai orang yang sudah senior sekali, dia tahu psikologi presiden Indonesia. Jadi, istilah Indonesia dia dirangkul, sudah tenang saja. Tidak mau ikut juga tidak apa-apa. Jadi Pak Jokowi kalau tidak mau ikut dengan proksi Amerika juga nggak apa-apa.

Selesaikan dulu masalah dalam negeri Anda, nggak usah terlalu sibuk untuk menyelesaikan soal Eropa. Ini tafsir yang biasa dalam jurnalisme karena tidak ada point sebetulnya.

Kemarin delegasi Amerika yang berupaya untuk membujuk, mempersuasi negara-negara Indo-Pasifik untuk ikut dalam partnership dengan Amerika, soal dagang yang sebetulnya indikasinya politik, itu tidak mampir ke Indonesia. Jadi kira-kira begitu sinyalnya.

Kita tahu bahwa memang Indonesia lemah profil internasionalnya. Jadi nggak ada hal yang mungkin bagi Biden, ada yang serius, maka dia bercandain saja Pak Jokowi. Pak Jokowi juga pasang wajah yang sama kira-kira begitu tanpa kita tahu apa sebetulnya isi komunikasinya. Mungkin memang nggak ada.

Tapi kalau saya kemarin membaca beritanya ini tentu ada soal yang serius karena berkaitan soal proxy. Dan kita tahu, selama ini kecenderungannya pemerintahan Jokowi ini jauh lebih dekat ke China. Karena memang realistis duit yang masuk dari China. Tetapi ini sekarang hard selling ini kelihatannya gara-gara G7 dipimpin Amerika.

Karena sudah mengumumkan mereka akan menyediakan dana 8 triliun untuk menandingi proyek-proyek BRI (Bell and Road Inisiatif). Tentu ini maksudnya Indonesia. Dan saya yakin soal ini pasti dibicarakan ketika Jokowi bertemu dengan para kepala negara G7 itu, karena mereka kelihatannya sudah sangat serius ya ingin menghadang China.

Apalagi saya baca ini serius soal China. Di Pakistan, misalnya, ada beritanya yang baru dipublish oleh Nikei yang disebutkan bahwa China minta agar punya pasukan keamanan sendiri untuk mengamankan aset-asetnya di Pakistan. Dan itu ditolak oleh pemerintah Pakistan. Dan itu bisa jadi yang terjadi di Indonesia ketika situasinya mungkin mulai menegang.

Ya, itu yang sebetulnya ketegangan itu terjadi karena ada pihak yang merasa terancam. Dan saya baru habis baca buku Elison Graham, penasihat militer dari para presiden Amerika, entah Demokrat atau Republik. Dia menulis buku judulnya Perang Tusicides atau Tuciside War.

Tusicides ini sejarawan Romawi Kuno yang kemudian jadi acuan dari mereka yang belajar politik internasional bahwa kecemasan sebuah negara itulah yang menuju perang, bukan ancamannya tapi kecemasan, yang biasa disebut Tusicides Trap.

Nah sekarang ada pertanyaan, bisa nggak Cina dan Amerika itu keluar dari jebakan Tusicides ini. Kelihatannya tidak bisa. Tadi diterangkan, negara-negara Amerika sudah siap-siap untuk menghadang China di Indo-Pasifik, terutama karena itu sudah dilakukan, termasuk membujuk negara-negara Indo-Pasifik untuk tidak lagi melayani tawaran infrastruktur China karena akan digantikan oleh infrastruktur Barat jumlahnya 8,8 triliun.

Jadi, Indonesia akan dihadapkan pada problem itu. Mau berhenti main-main dengan China atau kita anggap sebagai musuh. Jadi, jebakan Tucisides ini akan berlaku pada Indonesia sebetulnya, karena Amerika cemas, Indonesia masih di dalam proksi Cina.

Sementara China juga cemas, Indonesia mungkin saja terbujuk oleh dana infrastruktur triliunan itu dari blok Barat. Jadi kesimpulannya ketegangan politik justru berlanjut, bukan berkurang. Nah Presiden Jokowi punya tema untuk menghentikan ketegangan itu.

Itu nggak mungkin karena orang anggap bahwa anak kecil kok ngatur-ngatur orang dewasa. Kira-kira begitu. Karena itu, terlihat dalam foto tadi, mungkin dirangkul oleh Biden, sudahlah, nggak usah sok jadi pendamai, kita memang mau perang kok. Begitu kira-kira. Karena mungkin juga Biden baru habis baca Graham Elison tentang teori itu.

Tapi ini saya kira untuk pertama kalinya negara-negara blok Barat, Amerika dan sekutunya memberikan sinyal yang sangat keras tentang investasi China. Dan dia disebutnya di situ oleh Biden bahwa kalau ini betul kerja sama bisnis saling menguntungkankan.

Kan ini kita mengingatkan, dan Amerika sebelumnya selalu menyebut bahwa China ini sebagai jebakan utang. Jadi diberi hutang dan kemudian nanti aset-asetnya kalau enggak bisa bayar hutang, asetnya diambil-alih oleh China. Itu sudah terjadi di banyak negara Afrika dan kalau di Asia Selatan sudah terjadi di Sri Lanka. Pelabuhan laut dalam diambil-alih oleh China.

Jadi ancaman perang di Indo-Pasifik itu pasti akan diatasi dengan menghemat anggaran perang di Ukraina. Kira-kira begitu. Karena, Amerika musti bagi ke mana arah anggarannya. Di Indo-Pasifik mungkin karena negara-negara yang tadi kayak Pakistan sudah nolak artinya dia masuk dalam wilayah pengaruh Amerika lebih aman.

Tapi di Eropa masih terlihat bahwa Rusia ingin menyelesaikan perang itu yang sebetulnya makin lama makin panjang. Dan, ini untuk perhitungan ekonomi apakah bisa ekonomi Rusia itu membiayai perang di Eropa. Sementara sinyal G7 itu ditangkap persis bahwa dia akan dikepung dengan anggaran G7 yang pasti lebih besar dari anggaran Rusia.

Demikian juga China yang kini sedang mengalami kesulitan ekonomi karena ekonominya ternyata tidak bertumbuh, itu pasti yang sudah paham bahwa ini Indonesia pasti akan terbujuk oleh blok Barat. Nah, di situ Presiden Jokowi mesti kasih sinyal dan sinyal itu bukan sekadar kami non-blok, kami bisa lakukan. Enggak.

Ini tinggal disuruh milih, mau pilih blok Amerika atau blok Rusia, Sino Rusia blok. Itu sebetulnya yang kita pelajari di dalam teori politik realis to be or not to be. Kan cuma begitu. Lain kalau misalnya Indonesia juga semacam mini super power maka bisa Indonesia kasih poin ketiga.

Jadi Indonesia mau kasih poin ketiga padahal dia nggak punya poin apa-apa. Jadi itu intinya. Jadi yang disebut gerakan non-blok atau principasifis dalam proyek luar negeri kita atau Mendayung di antara dua karang, itu nggak ada poin lagi.

Tetap kita dianggap negara yang tanpa profil internasional. Apalagi di dalam negeri semua orang tahu bahwa Indonesia itu rentan terbelah karena politik Islamophobia. Jadi, semua soal itu yang mustinya kita bayangkan sebagai kesulitan Indonesia untuk masuk di dalam percaturan politik global.

Dan ini menarik, kenapa sekarang ini Pakistan menolak permintaan dari China tersebut karena pemerintah yang sekarang lebih pro kepada Amerika, setelah sebelumnya Perdana Menteri Imran Khan yang dianggap pro China dijatuhkan.

Ini ada video-video yang viral bagaimana presiden Biden dengan seorang pembantunya yang bertepuk tangan dan menyatakan “We make it” ketika Imran dijatuhkan oleh parlemen.

Ini yang saya kira sangatlah penting karena berkaitan dengan masa depan Indonesia dan pasti Amerika berkepentingan untuk agar pemerintah berikutnya, rezim berikutnya di Indonesia, lebih pro kepada Amerika. Ini pasti akan ada pengaruhnya ke situ.

Jadi betul karena kita terpaksa musti kaitkan dengan itu. Perubahan politik di Indonesia sangat rentan diintervensi asing. Itu sangat rentan. Karena justru kelemahan demokrasi kita hari ini menyebabkan politik bisa berubah, bahkan sebelum Pemilu.

Lain kalau demokrasi kita matang, oke kita akan tunggu 2024. Pak Jokowi gagal untuk menghasilkan demokrasi yang bermutu sehingga semua orang bermanuver dan tentu beberapa pejabat strategis di kabinet juga menilai bahwa lebih baik langsung saja ke proxy Amerika supaya jelas siapa yang akan memimpin negeri ini nanti.

Tentu ada problem dengan macam-macam soal di dalam negeri bahwa koalisi bakal juga menyesuaikan diri dengan tawaran politik luar negeri Amerika untuk memilih: Anda masuk ke kami atau Anda jadi lawan kami. Jadi yang diucapkan dulu oleh Biden akhirnya mulai terbukti sekarang.

Kan Biden dulu bilang, mereka yang memihak pada China itu artinya melawan kami. Kan begitu di awal kepemimpinan Pak Jokowi. Itu yang akan dia tagih. Mungkin itu yang dia bisikkan ke Pak Jokowi kemarin.

Jadi, sekali lagi kita mau lihat bagaimana politik luar negeri itu terkait dengan proses pemilihan presiden di Indonesia karena ketegangan di Indo-Pasifik junto NATO vs Rusia.

Jadi betul tadi FNN secara bagus menerangkan, kemungkinan politik Indonesia itu akan berubah dalam satu semester ini, ketika betul-betul NATO sudah makin lama makin tinggi kolnya….. untuk bersatu menghadapi Rusia. Dan, uang NATO pasti lebih cepat terkumpul daripada uang Rusia dan China. (mth/sws)

531

Related Post