Dua Karya Seni Visual Indonesia Tampil di Tokyo Lights 2023

Karya seniman visual Indonesia "Sembilan Matahari" berjudul "Japan Menyala" dalam Tokyo Lights 2023 di Tokyo, Jumat (10/11). (Sumber: ANTARA)

Tokyo, FNN - Dua karya seni visual project mapping atau seni pencahayaan artistik menggunakan benda selain layar untuk latar proyeksi video dari Indonesia, yakni karya Sembilan Matahari dan The Fox, The Folks tampil di Tokyo Lights 2023, Jumat malam (10/11).

Karya-karya anak bangsa asal Bandung itu merupakan pemenang kompetisi seni visual project mapping, yakni Sembilan Matahari di 2012 saat ajang tersebut perdana digelar dan The Fox, The Folks di 2021.

Sembilan Matahari menampilkan karya yang berjudul “Japan Menyala” yang bercerita tentang transformasi grup tersebut yang dilambangkan dengan burung Garuda sebagai ikon Indonesia selama 10 tahun bekerja sama dengan Project Mapping Association of Japan (PMAJ).

“Jadi, kita memberikan surat cinta kepada PMAJ sebagai tanda terima kasih telah menjadi bagian dari keluarga kita dan penanda milestone kita. Kalau di situ garuda bertransformasi, sebagaimana kita juga sembilan matahari bertransformasi dari 2012 sampai saat ini,” kata perwakilan tim Sembilan Matahari, Ina.

Dalam karya yang dipantulkan di gedung bersejarah Meiji Memorial Museum itu, Sembilan Matahari juga menampilkan sejumlah karakter Jepang yang bersama dengan garuda melawan monster gunung sebagai simbol kejahatan.

“Selama 10 tahun ini, kita reunite, kembali bersama-sama. Jadi, memang lebih personal dan Sembilan Matahari menyampaikan pesan itu, kita berjalan bersama di bidang production mapping, kita bertemu lagi dari 2012,” katanya.

Ina menuturkan kesulitan dalam proses pembuatan karya tersebut yakni merangkum cerita dalam bentuk visual selama satu menit serta dari sisi teknis, yakni mengombinasikan dengan laser dan lampu sebagai sesuatu yang baru.

“Karena kita awalnya pengin memberikan satu yang spesial. Kita enggak pengin bikin production mapping yang bermain visual saja, tetapi juga menampilkan pesan storytelling. Jadi kita bongkar pasang banget dari awal gimana caranya memberikan kesan kita sama-sama selama 10 tahun itu kita ketemu lagi di sini,” katanya.

Ina berharap ke depannya, seni visual itu dapat berkembang di Indonesia meskipun saat ini sudah mulai bermunculan dan lebih banyak lagi seniman-seniman muda yang berkarya serta memenangkan kompetisi.

Fadjar Kurnia dan Fahry Aziz dari The Fox, The Folks menuturkan karya tersebut bercerita tentang kebahagiaan sebagai emosi yang terkoneksi antarsesama.

“Karya kita ini surat cinta bagi keluarga kami, saudara, teman dan mungkin seluruh orang di dunia tentang bagaimana kebahagiaan menjadi sebuah emosi yang terkoneksi antarmanusia,” ujar Fadjar.

Pesan akan kebahagiaan itu terproyeksi dalam sebuah parade panjang di akhir visual yang mengajak orang untuk merayakan kesenangan.

Kesulitan yang dihadapi tim itu saat proses pembuatan karya adalah menggunakan teknis yang terbilang baru, yakni moving lights dan laser.

“Tapi, karena setahun sebelumnya kami sudah pernah bikin karya di gedung yang sama ini, kita cukup menguasai medan,” kata Fahry.

Tampil di Tokyo bukan pertama kalinya bagi seniman jebolan ITB itu, sebelumnya mereka juga pernah memamerkan karyanya di sejumlah negara, seperti Yordania, Jerman, Rusia, dan Amerika Serikat.

“Kalau di Jepang, karena kami memang melihat karakteristik masyarakatnya cinta dengan storytelling, jadi memang karya-karya yang kami bikin di Jepang itu sangat berat di storytelling bukan cuma visual,” kata Fadjar.

Fahry menambahkan animasi dalam cerita itu dibuat cukup ringkas, sehingga penikmat seni semua umur bisa dengan mudah menangkap pesannya.

Keduanya berharap lebih banyak lagi ajang project mapping di Indonesia, sehingga bisa mengundang para seniman visual dari lokal maupun mancanegara.

General Produser Project Mapping Association of Japan (PMAJ) Michiyuki Ishita menyebutkan total terdapat 280 yang mendaftar dari 58 negara pada kompetisi September lalu.

“Pada November ini adalah pameran spesial yang menampilkan juara dari 10 kali kompetisi ini diadakan. Dan project mapping ini tidak hanya menggunakan gambar saja, melainkan juga laser dan moving lights,” katanya.

Para pemenang tersebut, di antaranya Sembilan Matahari-Indonesia (2012), Flightgraf-Jepang (2013), Maxim Guislain-Belgia (2013), Neba Studio-Macau (2014), EuroVideoMapping-Jerman/Ukraina (2016), Antaless Visual Design-Italia (2017), Li Cheng-China (2018), Julia Shamsheieva-Ukraina (2019), The Fox, The Folks-Indonesia (2012) dan Eper Digital-Hungaria (2022).(sof/ANTARA)

840

Related Post