Setelah UAS, Aktivis KAMI Anton Permana Ditolak Masuk Singapura

Aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Anton Permana saat bertolak menuju Singapura, Sabtu, 18 Juni 2022 sore. Ia ditolak masuk ke negara tersebut. (Foto:FNN/Anton Permana)

Batam, FNN - Aktivis KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) ditolak masuk dan dideportasi dari Singapura, Sabtu, 18 Juni 2022. Penolakan tersebut mirip dengan yang dialami Ustadz Abdul Somad  beberapa waktu lalu. 

Ketika diinterogasi, Anton sempat ditanyakan kenapa dipenjara. Bahkan, ada juga petugas yang meminta agar kejadian yang dialaminya itu tidak membuat gaduh, seperti yang terjadi pada saat UAS ditolak masuk ke Singapura. 

Kepada FNN.co.id, Anton mengatakan, yang dialaminya itu adalah risiko perjuangan. Dia menegaskan, tidak akan menyerah dan pantang mundur dalam berjuang menyuarakan berbagai ketidakadilan yang terjadi.

"Risikonya, ya dipenjara dan ditolak masuk ke negara terangga. Kok negara tetangga begitu ya," kata Anton yang dihubungi lewat telepon. 

Dari lantai dua rumahnya Singapura itu jelas terlihat. Anton mengaku baru sampai di rumahnya di Batam ketika dihubungi FNN.

Menurut Anton, ia bersama pengusaha dengan inisial HT, bertolak ke Singapura menggunakan Ferry Majestic dari Pelabuhan Ferry Terminal Batam Centre pukul 17.30 WIB. Tiba di pelabuhan Harbour Front Singapura pukul 19.30 waktu setempat. 

Setiba di meja imigrasi ketika scaning pasport, petugas Imigrasi Singapura (perempuan) langsung meminta Anton ikut petugas Polisi Singapura ke kantor, di samping meja imigrasi.

Selama lebih kurang dua jam, ia  ditanya banyak hal, isi tas diperiksa, diambil KTP, termasuk ID Card jurnalis Majalah Forum, dan mereka foto.

Begitu juga dengan HP Iphone Anton diminta, yang kemudian mereka bawa dan cek secara bersama semua isi galeri foto termasuk IG. Sempat terjadi ketegangan, karena ia menolak memberikan password HP. 

Menurut Anton dalam kronologis yang diterima FNN.co.id, ada beberapa pertanyaan yang diajukan petugas Imigrasi dan Polisi Singapura.

"Mau ke mana? Ada urusan apa? Bawa uang berapa? Berangkat dengan siapa? Kerja di mana? Apa nama perusahaan di Singapura? Menginap di hotel mana? Berapa lama di Singapura? (Semua menggunakan Bahasa Inggris)," kata Anton.

"Saya jawab semua sesuai fakta. Bahwa saya ikut bersama Bos yang juga Abang saya. Ada meeting besok (Ahad, 19 Juni 2022) pukul 11.00 dengan Mr. Chin terkait investasi Green Energy. Nama perusahaan di Singapura Ocean Energy Pte. LTD. Saya tinggal di Batam sudah 22 tahun dan bolak balik Singapura sudah puluhan kali, dan ganti paspor 5 kali. Baru sekarang saya di perlakukan begini," ujar Anton.

Anton Permana juga memberikan tempat hotel menginap, yaitu di Rockford Hotel Sentosa Resort. Lengkap dengan tanda bukti register hotel.

"Malah saya juga jelaskan, justru saya datang ke Singapura untuk kepentingan Singapura yang mau investasi di lahan Bos saya di Batam terkait Green Energy," jelas Anton.

"Mereka juga menanyakan kartu tanda pers yang selalu saya bawa. Yaitu ID card Majalah Forum. "Saya juga jawab, selain bisnis saya juga penulis dan jurnalis," ucapnya.

Terakhir mereka memberikan pertanyaan paling inti, yaitu “Kenapa Anda dipenjara?“

"Nah ini dia. Akhirnya feeling saya benar. Ini terkait kasus saya di Indonesia yang sudah divonis 10 bulan. Lalu saya jelaskan tentang kasus hukum saya terkait profesi saya sebagai penulis dan pengamat," ungkap Anton. 

Selanjutnya mereka mengambil sidik jari, scan mata, mengukur tinggi, di foto, dan tanya berapa bawa uang. "Ya saya jawab, duit cash saya tak banyak bawa karena saya ikut bersama Bos yang biayai," jelasnya. 

Ternyata setelah itu, lanjut Anton, ia disuruh membeli tiket balik ke Batam. Dan naik last ferry Majestik balik ke Batam tepat pukul 22.30 Waktu Singapura. Alhamdulillah saya tiba kembali di Batam, pukul 22.30 WIB di pelabuhan Ferry Terminal Batam Centre. Jam yang sama karena ada perbedaan waktu antara Indonesia (Batam) dengan Singapura satu jam.

Di Imigrasi Batam sempat juga ditanya dan heran, "Kenapa (pulang)?  "Ya saya jawab, kalianlah yang tahu. Macam kasus UAS kemaren," katanya. 

Anton mengatakan, mendapatkan perlakuan ramah dan profesional dari petugas imigrasi dan polisi Singapura. "Ketika saya tanya apa alasan kalian menolak saya? Apakah itu kehendak atau aturan pemerintahan Singapura? Atau ada “pesanan” dari pemerintahan saya? Mereka minta maaf tidak mau jawab. Mereka meminta jangan bikin gaduh seperti kasus UAS. 

Anton mengaku peristiwa yang dialaminya itu sebuah pengalaman unik dan menantang baginya sebagai Warga Negara Indonesia yang hidup dan tinggal di Batam yang hanya berjarak 18 Km dari Singapura. (mth/M.Anwar Ibrahim/FNN).

1954

Related Post