KESEHATAN

Gagalnya Kerja Intelijen Membungkam Informasi Tentang Covid-19

Intelijen juga gagal membuat propaganda melalui tangan-tangan pemandu sorak mereka . Padahal mereka berkeliaran di media sosial dan figur sosial. Kegagalan tersebut semakin menjadi kepanikan besar, ketika salah seorang Menteri Jokowi positive terjangkit wabah Covid-19. Masyarakat juga terlihat semakin panik. Karena tiba tiba saja terkejut dengan fakta bahwa di lingkaran utama Presiden, yang keamanannya dijaga dengan sangat ketat, namun bisa terkena wabah Covid-19. By Liem Han Chow Jakarta FNN - Sejak ramainya kasus Covid-19, pemerintah kita sepertinya berusaha menutupi informasi. Kenyataan ini terlihat dari simpang siur,dan tumpang tindihnya informasi yg disampaikan oleh pejabat publik kepada media massa mainstream. Kondisi inilah yang membuat masyarakat semakin khawatir. Masyarakat merasa penasaran dengan kejadian yang sesungguhnya. Bukan sembarangan upaya. Usaha pemerintah menutupi jejak kasus Covid-19 tersebut adalah upaya untuk menjaga stabilitas ekonomi dan politik nasional. Dubes China sempat protes karena Pemerintah Indonesia sempat mengeluarkan pernyataan bahwa Covid-19 bersumber dari China. Dubes China pantas saja memprotes. Mengingat informasih mengenai sumber Covid-19 bisa berdampak terhadap ekonomi China. Penjualan produk China dan proyek-proyek strategis China yang sedang dan masif di Indonesia sekarang. Jika tidak diprotes, bisa menjadi sumber penolakan masyarakat Indonesia. Inilah pokok persolannya. Selain persoalan ekonomi dan politik, masalah rasisme juga dikhawatirkan meningkat. Kebencian dan kecurigaan terhadap kelompok tententu juga bisa meningkat sangat cepat dan drastis. Karena itu, isu ini bisa berkembang lebih cepat dari api yang melalap atau membakar kertas. Diperkirakan, hantu gesekan sosial yang membayangi sikap pemerintah dalam menghadapi wabah Covid-19 ini. Dampak gesekan ini tentunya sangat terkait erat dengan persoalan ekonomi dan stabilitas politik di dalam negeri. Demikian juga dengan peta dampak politik luar negeri. Posisi Indonesia yang sedang mesra-mesranya dengan China bisa ambyar dan berantakan. Jejak dan keterlibatan Badan Intelijen (BIN) dalam usaha pemerintah menangani wabah Covid-19 ini terlihat sangat jelas, kentara dan nyata. Apalagi, ketika Kepala BIN Budi Gunawan mendampingi Jokowi dalam sebuah acara konferensi pers soal Covid-19. Jejak itu juga terlihat pada beberapa kali ralat berita oleh pihak berwajib yang mengumumkan kasus Covid-19. Pengumuman pertama diralat dengan sebuah statement yang seragam. Begitulah cara kerja intelijen dalam membungkam sebuah informasi. Padahal dalam sebuah negara demokrasi, keterbukaan informasi, diseminasi informasi adalah hal yang tak bisa dibendung. Crowdsource Information tersedia dalam berbagai bentuk dan pola. Baik itu yang tersedia di media social, maupun percakapan di media online. Informasinya begitu cepat menyebar. Ditambah lagi dengan semakin banyaknya fakta-fakta lapangan yang terjadi. Intelijen pemerintah, akhirnya terlihat gagal dalam menutupi kasus Covid-19 yang sebenarnya terjadi di Indonesia. Intelijen juga gagal membuat propaganda melalui tangan-tangan pemandu sorak mereka . Padahal mereka berkeliaran di media sosial dan figur sosial. Kegagalan tersebut semakin menjadi kepanikan besar, ketika salah seorang Menteri Jokowi positive terjangkit wabah Covid-19. Masyarakat juga terlihat semakin panic. karena tiba tiba saja terkejut dengan fakta bahwa lingkaran utama Presiden yang keamanannya dijaga ketat bisa terkena wabah Covid-19. Kepanikan juga terjadi bursa saham selama dua hari berturut turut. Dampaknya, tidak bisa dirasakan langsung oleh masyarakat. Namun demikian, bagi sebagian orang yang berada pada kelas elit, dampaknya sangat terasa. Ketakutan mereka menjadi efek domino terhadap kelas menengah ke bawah. Jika para pekerja mengetahui bahwa bosnya kabur, mereka bisa saja panik massal. Ekspatriat yang berada di Indonesia mulai eksodus. Kepanikan ekonomi juga ditandai dengan langkanya bahan bahan tertentu. Begitu pula naiknya harga-harga sembako. Kepanikan masyarakat ini seharusnya diimbangi dengan keterbukaan informasi, agar masyarakat bisa tetap percaya kepada pemerintah. Apalagi setelah pemerintah gagal berbohong soal penyebaran Covid-19. Pada titik ini, sepatutnya intelijen segera mempensiunkan para pemandu sorak mereka, yang saat ini makin tidak kompak dan terlihat konyol. Jika langkah-langkah startegis itu tak segera diambil, ditakutkan akan terjadi kepanikan sosial. Saling curiga antar penduduk wilayah. Saling curiga antar komplek perumahan. Kebencian pada etnis China yang dituduh sebagai pembawa bencana akan semakin meningkat. Kepanikan sosial seperti ini sangat mungkin memicu terjadinya chaos. Fakta-fakta ini ditambah lagi dengan kondisi ekonomi yang terus memburuk. Semakin tingginya kredit macet perbankan dari hari ke hari. Semakin susah mencari uang, karena banyak orang yang libur. Mereka mengurung diri di rumah selama beberapa hari ke depan. Kebutuhan akan sembako dan obat-obatan seperti masker dan hand sanitizer atau pencuci tangan dengan sabun yang beralkohol juga semakin langka. Kalaupun masih ada di pasar dan Apotek, maka harganya sangat mahal. Harganya dua sampai tiga kali lipat. Masyarakat terpaksa harus membelinya, karena kondisi yang mendesak. Untuk sementara waktu, masyarakat harus mengesampingkan kebutuhan makan dan minum dulu. Semua itu bisa menjadi bom waktu. Jika tidak ditangani dengan baik, akan meledak dalam waktu dekat. Semoga kita semua mampu bersabar mengadapi wabah Covid-19 ini. Penulis adalah Analis Intelejen Don Adam Sharing Academy

Tidak Siap LockDown Nasional, Berikan Saja Kewenangan Itu Kepada Daerah

By Gde Siriana Yusuf Jakarta FNN - Mengapa Jokowi belum mengambil pilihan untuk LockDown secara nasional. Jokowi lebih memilih menjalankan Social Distancing? Padahal Social Distancing akan efektif jika kultur masyarakat dalam mematuhi aturan-aturan cukup tinggi, sehingga people-distancing pun diterapkan oleh tiap orang di tempat-tempat berkumpul. Warga masyarakat masih dibolehkan keluar rumah untuk kerja dan beraktivitas. Selain itu, ketersediaan test kit untuk melakukan tes massal gratis kepeda seluruh warga. Bukan sebaliknya, menunggu warga datang untuk dites. Ketersedian masker dan hand sanitizer yang dibagikan gratis kapada masyarakat sebagai upaya warga lakukan self-defence dalam kegiatan sehari-hari, karena warga masih diperbolehlan untuk melalukan moving in-out. Begitu juga dengan etersediaan tenaga medis di daerah-daerah dengan Alat Pelindung Diri (APD) yang lengkap. Tujuannya, untuk melakukan layanan test and recovery pasien. Namun petugas juga jangan sampai tertular. Ketersediaan Rumah Sakit dan pusat-pusat isolasi pasien positif dengan fasilitas yang lengkap. Jumlahnya juga harus memadai di seluruh daerah. LockDown tidak diperlukan, bila jumlah penduduk yang relatif tidak terlalu banyak. Begitu juga dengan letak geografis yang tidak terlalu luas. Selain itu, episentrum penyebaran virus yang tidak banyak. Dipastikan juga akan terjalin kordinasi yang baik antara pusat dan daerah, terutama ketika bekerja di medan yang luas dan menghadapi jumlah manusia yang banyak. Diperlukan juga kemampuan yang tinggi untuk melakukan tracing close contact yang melibatkan banyak instansi. Langkah ini harus didukung dengan teknologi dan data sources yang akurat. Beberapa negara yang menjalankan Social Distancing seperti Singapura dan Korea Selatan telah memenuhi prasyarat itu. Jika persyaratan-persyaratan tersebut tidak ada, maka LockDown mejadi pilihan terbaik. Meski untuk itu harus mengorbankan kegiatan ekonomi. Sebab, jika penyebaran sudah masif di banyak daerah, maka Social Distancing akan memberikan hasil penurunan penyebaran virus lebih lambat karena sangat bergantung pada kedisiplinan manusia dan ketersediaan sarana dan prasarana. Harus pula dapat diukur kecepatan penyebaran virus dengan kecepatan pemeriksaan atau tes dari warga masyarakat secara sukarela. Meskipun tdk menimbulkan panic buying, bukan berarti kegiatan ekonomi tidak terganggu sama sekali. Pasti akan ada dampak ekonomi. LockDown, sangat mungkin menimbulkan panic buying. Secara drastis akan menghentikan kegiatan ekonomi. Tetapi LockDown memberikan hasil terhadap perlambatan penyebaran virus yang mungkin bergerak lebih cepat, karena mengurangi resiko penularan antar daerah. Keputusan untuk LockDown akan mengurangi variable-variabel yang menjadi sebab-musabab virus menyebar cepat. LockDown juga perlu dilengkapi dengan aturan-aturan ketat dalam pelaksanaan. Harys diawasi aparat di lapangan. Diberlakukan sanksi bagi yang melanggar. Dengan jumlah test kit dan tenaga medis yang terbatas. Begitu juga dengan anggaran yang terbatas, maka pilihan LockDawn lebih cocok dan tepat. Warga yang sehat tidak perlu diperiksa. Warga yg positif pun akan sembuh sendiri. Yang tidak menunjukkan symptom, juga karena tingkat kesembuhan Covid-19 yang tinggi, sekitar 97%. Ini bisa terjadi selama yang positif terjangkir Covid-19 tidak menularkan, karena semua berada dalam pembatasan dan ruang mobilisasi. Tidak moving. China memilih melakukan LockDown karena jumlah manusia yang banyak dan padat. Membuat virus bisa menyebar dengan cepat ke provinsi lain. Akan lebih sulit ditangani ketika episentrum sudah meluas ke propinsi lain. Fhilipina melakukan LockDown karena kurangnya test kit dan tenaga medis sehingga Social Distancing dianggap tidak efektif. Pemerintah Fhilipina dan juga Malaysia menyadari bahwa sulit untuk mengharapkan sikap kedisiplinan dari warganya untuk self-defense selama Social Distancing. Untuk itu, LockDown dinilai menjadi pilihan yang lebih efektif, karena ada aturan-aturan yang bisa memaksa masyarakatnya. Kunci efektivitas LockDown di Indonesia adalah perlu strong leadership Jokowi. Penegakan aturan-aturan LockDwon oleh aparat adalah juga ketersediaan logistic. Artinya, distribusi logistik antar daerah dipastikan tetap berjalan dengan baik. Dikawal betul oleh aparat kepolisian dan tentara. Ketika pabrik-pabrik dan pasar tutup, maka distribusi logistik yang menjadi kebutuhan sehari-hari masyarakat menjadi terganggu. Selama LockDown distribusi logistik pangan harus dapat dijalankan oleh pemerintah. Misalnya melalui Bulog. Dengan kata lain, jalur distribusi logistik harus disiapkan sebelum jalankan LockDown diberlakukan. Jadi, sekarang yang perlu dipertimbangkan adalah “lebih banyak mana, kerugian yg akan ditimbulkan dari Social Distancing dan LockDown? Tetapi apapun itu kerugiannya, pemerintah tidak boleh mengorbankan kesehatan masyarakat. Jangan lagi memikirkan ekonomi. Apalagi kekuasaan. LockDown memang akan menimbulkan panic buying pada awalnya. Tetapi jika aparat dan Bulog punya kesiapan yang tinggi, akan meredam kepanikan ini. Jangan jadikan panic buying sebagi penghalang keputusan LockDown. Sebab LockDown secara rasional sebagai pilihat tepat saat ini. Untuk itu, siapkan strategi bagaimana menghadapi panic buying, sehingga dapat diminimalisir. Jika melihat berbagai prasyarat memilih Social Distancing atau LockDown, nampaknya Jokowi tidak siap. Bukan tidak mau. Untuk memutuskan LockDown, meskipun LockDown lebih tepat dalam situasi penyebaran virus yg terus naik. Ketidaksiapan ini adalah pada jaminan supply logistik oleh Bulog yang menggantikan peran swasta. Selian itu, Jokowi juga tidak memiliki strong leadership yang diperlukan untuk menjamin pelaksanaan LockDown efektif sampai ke daerah-daerah. Contohnya, LockDown kota Malang yang diputuskan oleh Walikota Senin siang. Tetapi sore hari disangkal lagi oleh Walikota setelah Jokowi marah, karena LockDown menjadi wewenang Pemerintah Pusat. Kenyataan ini menunjukkan bahwa daerah dalam status yang sangat urgensi, telah menjalankan LockDown. Bagaimanapun daerah lebih tahu kondisi daerahnya sehari-hari saat ini. Daerah juga lebih tahu resiko yg akan dihadapi daerah ketika LockDown terlambat dijalankan. Karena itu, jika belum siap jalankan LockDown secara nasional, maka daerah perlu diberikan kewenangan untuk lalukan LockDown secara parsial sepanjang daerah siap dengan segala resikonya. Penulis adalah Managing Director Indonesia Future Studies (INFUS)

Selamatkan Rakyat, "Lock Down" Segera Indonesia, Pak Presiden!

Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Hingga Senin (16 Mar 2020 13:31 WIB), seperti ditulis Detik.com, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sudah merilis perkembangan terkini berkaitan dengan sebaran Virus Coroa (Covid-19) di Indonesia, total sejauh ini pasien positif Covid-19 berada di setidaknya 8 provinsi. Melalui akun Twitter resmi @KemenkesRI, disebutkan informasi terbaru mengenai Covid-19. Untuk sebaran Covid-19, disebutkan berada di DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Bali, dan DI Jogjakarta. “Untuk persebaran #Covid19 yakni Jakarta, Jawa Barat (Kab.Bekasi, Depok, Cirebon, Purwakarta, Bandung), Banten (Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Tangerang Selatan), Jawa Tengah (Solo), Kalimantan Barat (Pontianak), Sulawesi Utara (Manado), Bali & Jogjakarta,” cuit @KemenkesRI, Senin (16/3/2020). Selain itu, disebutkan informasi per 15 Maret 2020 mengenai 21 kasus baru pasien positif Covid-19. Dengan penambahan itu, total ada 117 kasus pasien positif Covid-19 di dalam negeri. “Update per tanggal 15 Maret 2020 terjadi penambahan kasus baru sebanyak 21 orang. Dengan demikian, jumlah total positif #Covid-19 di Indonesia menjadi 117 orang dengan 8 sembuh dan 5 meninggal,” tulisnya. “Dua puluh satu kasus tersebut yakni 19 kasus di Jakarta dan 2 kasus di Jawa Tengah. Kasus di Jakarta merupakan hasil pengembangan contact tracing dari kasus sebelumnya,” tulisnya. Data terbaru, per Senin (16/3/2020), disebutkan, ada tambahan 17 kasus baru. Ini menjadikan total penderita menjadi 134 kasus. “Tambahannya Jawa Barat 1, Banten 1, Jateng 1, dan DKI 14 pasien,” ujar Juru Bicara Pemerintah untuk Covid-19, Achmad Yurianto. Angka korban meninggal dan yang kembali sehat belum berubah: yang meninggal sebanyak 5 kasus dan yang sembuh 8 kasus. Pemerintah juga memutuskan untuk melakukan isolasi atau karantina di rumah masing-masing. Terutama bagi yang tanpa gejala. Seharusnya Indonesia belajar dari Italia yang terlambat dalam menyatakan #lockdown. Begitu kata Dr. Tifauzia Tyassuma yang pernah menjadi salah satu Peneliti Virus Dengue kerjasama dengan US-Aid. Untuk tujuan menemukan vaksin. Kondisi Italia hari ini menuju tendensi jauh lebih parah daripada China pada waktu puncak terjadinya Covid-19. Mengapa? “Karena terlambat #lockdown,” tegas Dokter Tifauzia. Hari ini, jumlah kasus meninggal sebanyak 368 orang. Hanya dalam sehari. Padahal, Italia adalah satu negara Eropa yang memiliki fasilitas kesehatan dan pemeriksaan penunjang termasuk terbaik di dunia. Saat ini kondisi beberapa negara Eropa, terutama Selatan, menuju kepada puncak kasus yang diperkirakan terjadi dua-tiga bulan lagi. Di Perancis, Rakyat telah mendesak supaya Pemerintah memberlakukan #lockdown. Tetapi belum dilakukan. Tampaknya Pemerintahnya menunggu kasus menjadi semakin banyak. “Kurang lebih seperti yang dilakukan Pemerintah RI saat ini,” katanya. Jadi, apa yang ditunggu itu? Apa yang ditunggu sebenarnya cuma satu: menunggu semakin banyaknya jumlah kasus. Dan, akan terjadi, apabila yang dilakukan hanya release laporan jumlah kasus dan himbauan. “By the way, saya menunggu release Pak Yuliarto dari kemarin. Mohon jangan ada yang ditutupi ya Pak,” pinta Dokter Tifauzia. Menurutnya, beberapa Rumah Sakit, di berbagai tempat di Indonesia, Para Dokter dan Perawatnya sudah positif Covid-19. Beberapa Provinsi, yang kemarin masih zero, satu demi satu sudah melaporkan kasus positif. Era keterbukaan, era digital, sulit untuk menutupi apapun. Bukan sekedar dinding bisa bicara, smartphone pun pandai bicara. “Maka lebih baik, sampaikan apa adanya,” tegas Dokter Tifauzia. Rakyat akan menerima, tinggal diinstruksikan dengan tegas dan jelas, harus bagaimana. Jika terjadi penajaman jumlah kasus dan kematian, dalam beberapa hari ke depan, seperti yang sudah dihitung dengan model prediksi, sungguh, Indonesia tak sanggup mengatasinya, menanganinya, dan berbuat apapun untuk menanggulanginya. “#LockdownIndonesia segera, Pemerintah. Sementara waktu saja! Untuk memutus rantai persebaran virus, dan untuk membuat landai grafik yang curam. Dan itu nanti akan sangat bermanfaat buat kami, rakyat Indonesia,” lanjut peneliti Vaksin Dengue ini. Sebaran Corona Hukum persebaran kuman itu 1 ke 4. Satu orang positif, artinya ada 4 orang di sekitarnya yang positif. Jika terjadi Pandemi, artinya probabilitas berkembang menjadi 1 ke 100. Satu orang positif posibilitas, maka orang positif adalah 100 orang di sekitarnya. Dan risiko persebaran Covid-19 di Indonesia dalam Desember 2019 – Maret 2020 akan semakin besar. Karena apa? Tidak ada tindakan preventif apapun yang dilakukan selama Indonesia belum dinyatakan positif terjangkit. Pesawat masih bebas keluar masuk dari dan ke luar negeri. Kapal-kapal pesiar masih bersandar dengan santainya. Yang ditolak di negeri lain, di Indonesia diterima dengan suka hati. “Kuncinya adalah #lockdown,” ungkap Dokter Tifauzia. Menurutnya, #lockdown adalah tanda kekuatan Joko Widodo sebagai pemimpin. Kalau seorang Kepala Negara berani memberlakukan #lockdown bagi negerinya, artinya dia telah Sangat Yakin bahwa negaranya Kuat. Rakyatnya kuat secara Mental. Negaranya Kuat secara Ekonomi dan Politik. Saat ini, tidak ada satupun Ilmuwan dunia yang bisa memastikan mutasi dan evolusi yang terjadi pada COVID-19. “Saya pun telah melakukan hipotesis atas prognosis berdasarkan Ilmu Clinical Epidemiology dan Virology, terhadap Covid-19 ini,” ujar Dokter Tifauzia. Saat ini yang sudah terbukti adalah bahwa Virus Covid-19 ini telah berhasil menjadikan manusia sebagai Reservoir-nya. Karena itu tindakan Beyond Prevention, termasuk di dalamnya Lockdown, adalah tindakan yang paling masuk akal. #Lockdown itu ada berbagai versi dan strategi. Kita harus mengikuti karakteristik dari Covid-19 ini. Saat ini si virus sudah menggunakan manusia sebagai reservoirnya. Hasil penelitian terbaru menyatakan bahwa titik tangkap Covid-19 bukan lagi di CD 4. Maka obat Anti HIV yang bulan lalu di Wuhan masih efektif, sekarang sudah tidak lagi. Pada Februari 2020, pengobatan kemudian beralih ke BOM Vitamin C dosis tinggi, dan cukup efektif. Mengapa? Karena Covid-19 telah berevolusi lagi. Sekarang titik tangkapnya adalah ke ACE, Angiotensin Converting Enzyme. Apa ini artinya? Sekarang ini Covid-19 bisa langsung menyebabkan kematian. Kematian yang terjadi bukan lagi karena Infeksi Sekunder, tetapi karena terjadi Bronchospasme dan/atau Cardiac arrest, jantung berhenti. Ini yang terjadi pada Pasien positif di Manado. Datang dengan serangan jantung bukan dengan gejala gangguan pernafasan. Kondisi yang juga ditengarai terjadi pada Menhub Budi Karya Sumadi. Karena ia pasien ke-76, artinya ia terinfeksi Covid-19 generasi ke 3, yang telah secara langsung berikatan dengan ACE. Makanya serangannya seperti Asma. Terjadi Bronchospasme dan seterusnya. Dalam rentang dua minggu, mengikuti karakteristik Covid-19 yang menempel pada permukaan, bukan melalui jalur air borne. “Maka Presiden, Wapres, semua Menteri, Pejabat, dan orang-orang yang bersentuhan dengan Pak BKS, possible untuk terinfeksi tanpa disadari,” ungkap Dokter Tifauzia. Presiden Jokowi tampaknya body immunity-nya kuat. “Tetapi saya khawatirkan Wapres Ma’ruf Amin yang sudah sepuh dan punya Diabetes. Apakah beliau sempat salaman dengan Pak BKS? Beliau lebih baik dikarantina dulu. Daripada kenapa-kenapa,” lanjutnya. Menurut Dokter Tifauzia, UNICEF dan WHO sudah mengingatkan terjadinya evolusi Covid-19 sejauh ini. Dia sudah adaptasi dengan iklim Indonesia yang panas dan lembab. Dan, kemampuan bertahan hidup di permukaan apapun sudah mampu di atas 9 jam tanpa mati. Covid-19 yang sudah dibuat sebagai senjata biologis sejak1980, 40 tahun lalu, berevolusi dengan tepat seperti yang dikehendaki pembuatnya. Bagaimana caranya? Mekanisme mutasinya selalu berkembang sesuai dengan karakter reservoir dimana dia hidup dan berkembang biak. Dengan perilaku manusia abad 21 yang makin sembarangan dalam menjaga pola hidup dan pola makan, dengan usus yang makin buruk dan mikrobiota yang makin miskin, dia menjadi kuman yang menjajah dengan leluasa di dalam tubuh manusia yang saat ini menjadi reservoir utamanya. Dokter Tifauzia memberi saran: 1. Berlakukan #Lockdown secepat mungkin. Gerbang negara tutup, gerbang antar pulau seleksi seketat mungkin. 2. Kerumunan massa seperti sekolah dan kampus yang memungkinkan terjadi persebaran di #lockdown dahulu. 3. Berikan Kupon Gratis Sembako kepada 7% warga miskin. Yang mau ngaku miskin dan ingin dapat Kupon Gratis ya kasih kan sajalah. 4. Berikan BLT, uang saku kepada 7% warga miskin. Yang mau ngaku miskin dan ngarep BLT juga berikan sajalah. 5. Perintahkan rakyat anda untuk menghindari sedikit mungkib keluyuran keluar rumah, kecuali yang Urgent sekali dan tidak bisa ditinggalkan. Selebihnya, instruksikan untuk diam di rumah. Mengikuti hukum Pareto logic, saat ini sedikitnya ada 384 orang yang telah terinfeksi tapi tidak atau belum terdeteksi. Dan kalau mengikuti hukum persebaran virus, kemungkinan sudah ada sedikit ya 9600 orang yang terinfeksi tanpa mereka sadari. Mekanisme Screening kasus di Indonesia masih sangat primitif, dimana yang terdeteksi hanyalah yang kebetulan sakit dan berobat. sementara ribuan lain yang sebetulnya sudah terinfeksi masih bajalan kesana kemari. Tidak usah jauh-jauh-lah. Pak Menteri BKS bukannya juga masih kesana-kemari, masih ikut Rapat Kabinet, masih keluar masuk Istana. Ini Menteri yang tentu adalah Pejabat yang sangat dilindungi kesehatannya dengan protokol yang ketat, bukan? Penulis adalah waratawan senior

Rasio Tingkat Kematian Tertinggi Kedua Corona, Indonesia Semi-Lock Down

Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - World Health Organization (WHO, organisasi kesehatan sedunia) sudah mengumumkan, wabah Virus Corona sebagai pandemik. Artinya, sudah menjadi ancaman untuk seluruh dunia. Sudah lebih dari 100 negara yang tertular virus yang disebut Covid-19 itu. Bukan lagi endemik – yang hanya mengancam satu atau beberapa negara saja. Dahlan Iskan (Disway.co.id, Jum’at, 13 Maret 2020) mencatat, di Italia saja yang menderita virus Corona memang sudah sekitar 10.000 orang – hampir 1000 orang meninggal dunia. Padahal, di Tiongkok sudah sangat reda. Upacara-upacara penutupan rumah sakit darurat – karena tidak ada lagi pasien baru – terus terjadi setiap hari. Kabar baik yang sangat baik itu juga datang dari provinsi terparah: Hubei – pusat lahirnya virus Corona. Rabu kemarin penderita baru di provinsi ini ”tinggal” 8 orang. Jangan-jangan hari ini sudah bisa 0. Atau besok. Atau lusa. Dari 67.000 penderita di Hubei, yang sudah sembuh 52.000 orang. Di Provinsi Zhejiang – yang beribukota di Hangzhou, pusatnya Alibaba itu – dari 1.215 penderita yang sudah sembuh 1.209. Berarti tinggal enam orang yang belum sembuh. Di Provinsi Jiangxi – tempat Mas Dahlan belajar bahasa Mandarin dulu – dari 935 penderita, yang sudah sembuh 934. Tinggal satu orang yang masih dirawat. Demikian juga di Provinsi Fujian – mayoritas Tionghoa Indonesia punya leluhur di provinsi ini – dari 296 penderita virus Corona yang sudah sembuh 295. Kurang satu orang lagi. Itulah situasi terbaru di Tiongkok. Tapi sukses seperti itu harus lewat penderitaan luar biasa ratusan juta orang. Mereka harus di-lock down – seperti yang sekarang dilakukan di Italia. Lebih dua bulan orang Tiongkok harus dipenjara di rumah masing-masing. Italia mengikuti cara Tiongkok itu. Seperti dilansir Tribunnews.com, Sabtu (14 Maret 2020 12:09 WIB), Italia telah memecahkan rekor dalam sejarah kasus virus Corona. Data resmi pemerintah setempat mencatat jumlah korban tewas tertinggi dalam sehari. Dilansir South China Morning Post, ada 250 kematian yang tercatat selama 24 jam terakhir pada Jumat (13/3/2020). Hingga berita ini diturunkan, sebanyak 1.266 orang telah meninggal di Italia akibat Covid-19, Sabtu (14/3/2020). Ada 17.660 orang terinfeksi secara keseluruhan. Jumlah tersebut merupakan peningkatan dari 2.547 kasus sejak Kamis (12/3/2020) malam. WHO pun telah mendeklarasikan Eropa sebagai pusat pandemi virus Corona yang baru. Sistem perawatan medis di sana sedang berada dalam ketegangan menghadapi wabah. Negara mengunci wilayahnya. Warga diperintahkan untuk tinggal di rumah, kecuali untuk perjalanan terkait pekerjaan dan kebutuhan penting lainnya. Semua toko, kecuali toko makanan, apotek, kios surat kabar, dan penjual tembakau, telah ditutup. Lantas, China menerbangkan 31 ton pasokan medis ke Roma. Para pakar medis dari China turut berangkat ke Italia. Wakil Kepala Palang Merah China, Yang Huichuan, yang mengepalai tim, mengatakan persediaan tiba di Roma Jumat (13/3/2020) malam. Persediaan termasuk peralatan untuk unit perawatan intensif. Dalam konferensi pers bersama Menlu Italia, Luigi Di Maio, dan duta besar China untuk Italia, Li Junhua, Yang mengatakan, para ahli juga siap memberi versi terbaru dari rencana kontrol dan pencegahan kepada pemerintah Italia. Li mendukung pernyataan dari Yang tersebut. Dia menambahkan, semua ahli yang dikirim dari Wuhan ke Italia memiliki kemampuan untuk membantu memerangi Corona di negara spaghetti tersebut. “Italia telah mengirim bantuan ke China saat China menghadapi Corona. Jadi, kami di sini membayar kembali bantuan yang kami dapatkan dari Italia,” kata Yang. Apalagi, Eropa kini telah ditetapkan WHO sebagai pusat pandemi virus Corona di dunia. Hal itu disampaikan oleh Dirjen WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, Jumat (13/3/2020) waktu setempat. Pernyataan itu dideklarasikan ketika beberapa negara Eropa melaporkan peningkatan tajam dalam infeksi dan kematian akibat Corona. Lebih dari 143.000 orang telah didiagnosis Covid-19 di 135 negara, per Sabtu (14/3/2020). Jumlah kematian telah mencapai sebanyak 5.391 orang. Tedros menyebut jumlah itu sebagai “tonggak yang tragis”. “Eropa sekarang telah menjadi pusat pandemi, dengan lebih banyak kasus dan kematian yang dilaporkan di seluruh dunia, selain dari China,” katanya, dilansir BBC.com. Dirjen WHO itu menambahkan, lebih banyak kasus yang dilaporkan setiap hari sekarang, dibandingkan di China. Oleh karena itu, Tedros mendesak negara-negara untuk melakukan langkah-langkah agresif, mobilisasi masyakarat, dan jarak sosial untuk menyelamatkan diri. Kontrol juga diberlakukan di lebih banyak perbatasan di Eropa. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi penyebaran virus yang cepat. “Jangan biarkan ini semakin menjadi-jadi,” kata Tedros. Data terbaru seperti dilansir CNN Indonesia, Italia merilis data terbaru korban tewas akibat virus corona, yakni 368 orang. Data ini merupakan rekor dalam satu hari kasus kematian dari infeksi Covid-19. Total virus Corona sudah menewaskan 1.809 orang di Italia sampai hari ini. Angka tersebut menjadikan Italia sebagai negara tertinggi kedua kasus kematian akibat virus Corona selain China, dilansir dari AFP, Senin (16/3/2020). Jumlah infeksi di Italia sendiri telah mencapai 24.747. Wilayah Lombardy utara di sekitar Milan tetap menjadi pusat pandemi Eropa, dan dilaporkan terdapat 1.218 kematian atau 67 persen dari total kasus di Italia. Bagaimana dengan Indonesia? Tertinggi Kedua Update terakhir, data rasio tingkat kematian di berbagai negara akibat virus Corona, menurut John Hopkins University and Medicine: 1. Italia = 1266 : 17660 = 7.169%; 2. Indonesia = 5 : 96 = 5.2%; 3. Iran = 514 : 11364 = 4.523%; 4. Cina = 3180 : 80945 = 3.929%; 5. Jepang = 21 : 725 = 2.990%; 6. Spanyol = 133 : 5232 = 2.542%; 7. Perancis = 79 : 3667 = 2.154%; 8. Amerika = 37 : 2034 = 1.819%; 9. Belanda = 10 : 804 = 1.244%; 10. Inggris = 8 : 801 = 0.999%; 11. Swiss = 11 : 1139 = 0.966%; 12. Korsel = 66 : 7169 = 0.921%; 13. Belgia = 3 : 559 = 0.537%; 14. Jerman = 8 : 3675 = 0.218%; 15. Austria = 1 : 504 = 0.198%; 16. Swedia = 1 : 814 = 0.123%; 17. Norwegia = 1 : 996 = 0.100%; 18. Denmark = 0 : 804 = 0.000%; Tingkat kematian corona dunia = 5409 : 145050= 3.730%. Jika menyimak data terakhir di atas, berarti Indonesia masuk sebagai negara dengan tingkat kematian tertinggi kedua setelah Italia. Indonesia = 5 : 96 = 5.2%, tingkat kematian 5.2% di atas Iran = 514 : 11364 = 4.523% dan Cina = 3180 : 80945 = 3.929%. Juga di atas tingkat kematian corona dunia = 5409 : 145050= 3.730%. Jelas, ini peringatan dari John Hopkins University and Medicine yang tidak main-main. Sehingga, diharapkan Pemerintah dan Presiden Joko Widodo harus mengambil langkah strategis. Serangan virus corona di Indonesia telah menelan 5 orang korban meninggal. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi sendiri dinyatakan positif terjangkit virus Corona. Kini masih dalam perawatan medis. Para menteri dan presiden diperiksa. Langkah Gubernur DKI Jakarta Anies Bawesdan yang memaparkan sebaran virus Corona di 17 titik di wilayah Jakarta patut diapresiasi. Anies menunjukan peta sebaran kasus corona di di Jakarta. Keputusan menyebarkan informasi itu adalah untuk meningkatkan kehati-hatian terhadap risiko penularan virus Corona. “Ini kami sampaikan sebagai gambaran bahwa kalau kita tahu, maka kita berhati-hati. Saya menyampaikan ini jangan untuk panik. Bukan untuk panik. Tidak perlu panik," ujarnya Anies di Balai Kota Jakarta Pusat, Jumat 13 Maret 2020. Dalam konferensi pers, Anies memperlihatkan peta sebaran kasus Corona di Jakarta. Hingga 13 Maret tercatat ada 17 titik lokasi positif kasus Corona di Jakarta dan beberapa titik lainnya menunggu hasil pemeriksaan. Presiden Jokowi sendiri mengakui tak semua informasi yang dimiliki pemerintah mengenai penyebaran virus Corona bisa disampaikan ke masyarakat. Langkah ini dilakukan pemerintah mengantisipasi adanya kepanikan berlebihan di masyarakat. “Saya sekali lagi sampaikan penanganan pandemi Covid-19 terus menjadi perhatian kita. Memang ada yang kita sampaikan dan ada yang tidak kita sampaikan karena kita tidak ingin menimbulkan keresahan dan kepanikan di tengah masyarakat,” katanya, Jumat (13/3/2020). Jokowi menuturkan sebenarnya di awal pemerintah ingin menyampaikan seluruh informasi. Namun kemudian dari perhitungan pemerintah, keresahan di masyarakat bisa sangat besar. Selain itu efek terhadap pasien setelah sembuh juga menjadi pertimbangan. Melibatkan BIN dalam penanganan virus Corona di Indonesia, tentu saja karena ada alasan tertentu. Pasalnya, virus Corona ini diduga bentuk serangan “senjata biologi”, seperti halnya saat virus Flu Burung menyerang Indonesia. Untuk sementara, lupakan skandal Jiwasraya, Asabri, BPJS, dan beragam korupsi lainnya. Kini, utamakan keselamatan rakyat dari serangan virus Corona! Penulis adalah wartawan senior

RANGKAIAN IBADAH MENGHADAPI WABAH VIRUS CORONA III

Oleh Mochammad Sa'dun Masyhur Jakarta, FNN - Dua tulisan sebelumnya telah disampaikan perihal menjaga kebersihan diri dan lingkungan, serta upaya meningkatkan kebugaran dan kekuatan tubuh, dalam rangka mengadapi penyebaran wabah virus corona, dan menjaga kesehatan secara umum. Untuk maksud yang sama, bagian ini akan membahas rangkaian ibadah dalam rangka meningkatkan imunitas atau daya tahan tubuh. Sebelumnya perlu dketahui bahwa sesuai kaidah medical quran, kondisi sakit dan timbulnya kematian pada setiap mahluk hidup itu, bertumpu pada kondisi nafs (kullu nafsin dzaiqotulmaut). Dalam kitan itu pada QS. 9. Attaubah, ayat 36, yang selain menerangkan perhitungan 4 bulan haram, juga memuat larangan agar manusia tidak menthzolimi nafs (sebagai sel-sel genetik), dirimu sendiri, (falaa tathzlimuu fiihinna anfusakum). Kandungan ayat di atas relevan dinyatakan berhubungan dengan perihal menjaga kesehatan nafs. Dan dijamin dapat dibuktikan secara ilmiah, bahwa nafs yang dimaksud Alquran itu adalah sel genetik. Jadi upaya untuk meningkatkan imunitas dan daya tahan tubuh itu dalam kaidah medical quran berhubungan dan ditujukan agar kondisi nafs sebagai sel genetik, mampu berkembang, atau sekurang-kurangnya dapat mempertahankan diri. Oleh karena itu unsur-unsur pembentukan nafs sebagai sel genetik, sangat dibutuhkan. Ingat bahwa sel genetik itu berupa polimer berisi ratusan hingga ribuan nukleotida. Adapun tiap nukleotida itu mengandung gula pentosa deoksiribosa, gugus fosfat, dan basa nitrogen. Maka otomatis unsur-unsur lain yang bertentangan dan berlebihan, utamanya unsur gula apalagi sintetis, lemak jenuh, koleterol dan polutan atau radikal bebas termasuk jamur dan virus, semacam corona, akan merusak sel genetik. Selanjutnya unsur-unsur yang dapat mengganggu dan merusak nafs itu, mutlak harus dihindari dan dijauhi. Adapun unsur-unsur yang berhubungan dengan kondisi dan perkembangan nafs itu, dalam kaidah medical quran diatur melebihi aturan dalam dunia medis. Misalnya dalam hal makanan dan minuman, dunia medis hanya mengatur tentang kuantitas dan kualitas gizi. Sedang dalam syariah Islam berlaku kaidah kehalalan, kethoyiban dan tidak berlebih-lebihan. Tiga kaidah itu menurut syariah bersifat equal, artinya kaidah tidak thoyib itu sama dengan tidak halal, dan sama dengan berlebih-lebihan. Atau sebaliknya berlebih-lebihan itu sama dengan haram, sama dengan tidak thoyib, demikian seterusnya. Selanjutnya dalam 3 kaidah itu, melekat aspek sifat dan jenis makanan dan minuman, sifat dan jenis pekerjaan, serta sifat dan tabiat pasangan hidup. Dalam hal ini melanggar seluruh kaidah itu, otomatis akan merusak nafs, sebagai sel genetik. Artinya, melanggar kaidah itu, akan merusak sel genetik yang otomatis akan menimbulkan sakit, dan berujung kematian. Di luar itu, Sunah mengajarkan etika dan cara makan dan minum. Misalnya tidak mengendus-endus dan meniup makanan dan minuman, menetapkan waktu tidur lebih awal dan bangun sepertiga malam, karena jantung di bagian kiri, maka posisi tidur yang ideal miring ke kanan, dll, dll. Di dalam Alquran kesehatan nafs itu ditentukan oleh kondisi lambung (junuub), tulang belakang (thzuhur) dan dahi (jibah) sebagaimana disampaikan pada QS. 9 .Attaubah, ayat 36. Lambung adalah bagian utama perut yang memiliki peran penting dalam proses awal perkembangan nafs.. Maka terlepas dari perdebatan tentang Chadits puasa sunah di bulan Rajab, ibadah puasa adalah salah satu cara yang baik, bahkan paling efektif untuk menjaga kondisi pertumbuhan nafs, yang istilah dalam medis dapat dinyatakan sebagai bagian menjaga imunitas tubuh. Proses peningkatan kekebalan tubuh itu terjadi karena saat puasa akan berlangsung pengurangan atau paceklik gizi di dalam tubuh. Kondisi menipisnya gizi itu, secara alamiah akan mendorong seluruh bagian tubuh bereaksi, dengan mengaktifkan seluruh sistem pertahanan diri, semaksimal mungkin. Kemudian dari gizi saat sahur dan buka puasa (pilih yang terbaik), tubuh akan memproduksi sistem imun baru, sel-sel baru yang dibutuhkan tubuh. Bahkan menurut hasil studi terakhir, puasa 3 hari berturut-turut akan secara langsung dapat memperbarui sistem kekebalan tubuh. Karena itu, meskipun mengurangi makan, puasa dengan cara yang benar, akan membuat tubuh tidak mudah flu atau terkena wabah penyakit. Jadi salah satu cara yang paling efektif untuk terhindar wabah virus, termasuk COVID-19 adalah berpuasa. Alasan lainnya saat berpuasa suhu tubuh akan naik menjadi lebih panas, sehingga tidak disukai renik patogen yang belum adaptif di dalam tubuh seorang yabg sedang berpuasa Setidaknya kondisi itu menyebabkan virus tidak dapat berkembang biak. Selebihnya puasa akan memberikan manfaat kesehatan menurunkan gula darah dan meningkatkan produksi gula murni pentosa pada seluruh bagian tubuh. Dan secara keseluruhan puasa akan meningkatkan kesehatan perut (Arab: buthun, jamak dari batnun), yang secara fisik melekat kaidah perbaikan kesehatan tulang belakang bagian perut (pinggang). Adapun secara holistik dalam kaidah Quran, buthuun sebagai seluruh bagian perut, berakar kata ba-tho-nun, dikamuskan Alquran sama dengan kata bathin. Karena itu secara langsung puasa berhubungan dengan kesehatan bathin, yakni akan menimbulkan kesenangan, ketenangan dan kebahagiaan sehingga tubuh meningkat imunitasnya. Dengan alasan itu dalam menghadapi wabah COVID-19, maka disarankan kaum muslimin melakukan dan memperbanyak puasa. Setidaknya dapat mengikuti sunah puasa Senin-Kamis, dan ayyamul bidh, yaitu puasa tengah bulan hijriyah, jatuh tiap tanggal 13, 14 dan 15, dengan cara yang benar. Yakni, tetap makan sahur diakhir waktu dan mengawalkan berbuka, tidak minum es, menghindari makan mengandung pengawet, perasa dan pewarna buatan, mengurangi gula, menghindari gula sintetik, jika terpaksa ingin rasa manis gantilah dengan madu, serta perbanyak makan buah-buahan. Wajarlah makan dan minum, jangan sampai kekenyangan. Bagi yang mengalami ganguan lambung, awali dan akhiri makan dengan sejumput garam. Jangan minum langsung banyak. Cukup yang disarankan Nabi, 3 teguk dulu. Baru setelah setengah jam, minum dalam jumlah lebih banyak. Di atas segala ikhtiar itu, akhirnya kita berserah diri kepada Allah, karena sebaik-sebaiknya pertolongan adalah perlindungan Allah SWT. Marilah kita bertobat, memohon ampun dan terus-menerus berdoa bersama: Astaghfirullah al Adzim 3x Subhanallah al Adzim 3x Bismilahirohmaa nirohiim 3x Yaa Qowiyyu biquwwatika fanshurna x3 Artinya: Aku memohon ampunan kepada Allah Yang Adzim Maha Suci Allah Yang Adzim Ya Allah Yang Maha Kuat, dengan segala kekuatanMu, tolonglah kami. Semoga kita senantiasa diberikan kesehatan dan keberkahan. Aamiin ya Robbal alamin. (Selesai) Penulis adalah Holistic Healing Consulting, Expert and Inventor Medical Quran, tinggal di Bogor, Indonesia.

Coronavirus, Pertumbuhan Ekonomi vs Penyelamatan Nyawa Rakyat

By Dr. Syahganda Nainggolan Jakarta FNN - Menteri Infrastruktur Belanda, Cora Van Nieuwenhuizen, seperti diberitakan rtlnews.nl, langsung menyampaikan ke publik mengurung diri di rumah setelah mengetahui Menhub Budi Karya positif Coronavirus, kemarin, 14 Maret 2020. Rtlnews memberitakan antara lain. "Minister Cora van Nieuwenhuizen (Infrastructuur en Waterstaat) moet in ieder geval tot 24 maart thuis werken. Woensdag had ze een ontmoeting met een Indonesische collega die het virus blijkt te hebben. Eerder vandaag werd gezegd dat ze geen klachten heeft en zich goed voelt." Meski terlihat baik-baik saja. Namun dia akan di rumahnya mengurung diri sampai tanggal 24/3. Tanggal ini tepat dua minggu setelah dia ketemu Menhub Budi Karya di Jakarta, sebagai bagian kerjasama Kerajaan Belanda dengan Indonesia. Pilihan mengisolasi diri ini adalah untuk nenghindari kontak dengan semua manusia. Sebab, masa inkubasi dua minggu coronavirus tidak bisa disimpulkan dengan test secanggih apapun, seperti yang dipertontonkan presiden dan kabinet pemerintahan Jokowi merespon situasi yang sama. Di Indonesia, Menhub Budi Karya, yang dinyatakan positif terinfeksi kemarin. Seharusnya membuat semua Menteri, Dirjen, pejabat lainnya dan juga presiden kita mengambil tindakan yang menjadi standar internasional. Sebagaimana yang dilakukan oleh Menteri Infrastruktur Belanda tersebut. Jika siapa saja melakukan kontak dalam jarak di bawah dua meter, harus dianggap potensi tertular virus. Namun, kita melihat hal itu tidak terjadi di kita. Menteri-menteri dan Jokowi masih berinteraksi dengan berbagai manusia lain dalam aktifitasnya. Situasi penanganan pandemik covid-19 ini, terutama sejak WHO dan masyarakat dunia melakukan langkah-langkah ekstrim. Indonesia masih memperlihatkan ketidak jelasan kordinasi. Jakarta Post beberapa hari lalu sudah memvonis Jokowi amatiran. Sedangkan hari ini cnnindonesianews menuliskan berita bahwa Jokowi harus meminta maaf kepada bangsa ini. Faktanya, hari demi hari semua kepala daerah melakukan konprensi pers sendiri-sendiri. Kepala Daerah juga membuat gugus tugas sendiri-sendiri. Bergerak mengumpulkan stok masker sendiri-sendiri, dan sejenisnya. Semua dilakukan demi keselamatan masyarakat di daerahnya. Ketidakjelasan situasi sampai saat ini terlihat dengan keputusan terkahir Jokowi yang menyerahkan urusan "lack down" atau tidak, hanya melalui pertimbangan kepala daerah. Sedangkan, disisi lain, sebelumnya, kemarin Jokowi membentuk Gugus Tugas. Kerjanya memperkuat kordinasi dan sinergi nasional mengatasi penyebaran virus ini. Seharusnya kedua hal itu bernuansa kontradiktif. Dalam penjelasan di istana Bogor tadi (15/03), sebagaimana dikutip berbagai media, Jokowi meminta Pemda menjalin kerjasama intens dengan BNPB dan menggunakan anggaran yang efisien. Penjelasan ini tidak menunjukkan ketegasan apakah Doni Monardo, sebagai Kepala BNPB atau Kepala Gugus Tugas, dapat melakukan kordinasi lintas daerah atau hanya sinergi (kerjasama) saja. Sebab, jika misalnya satu daerah melakukan "lockdown", pertanyaan berikutnya adalah apakah BNPB dapat menutup Kota atau Daerah itu? Ataukah Gugus Tugas yang baru dibentuk itu yang melakukannya? Kondisi ini menunjukkan adanya kebingungan dari Jokowi dalam merespon situasi. Berbagai negara di dunia sudah melakukan lockdown, sebagian lockdown ataupun menyatakan darurat negara. Darurat negara adalah beda dengan darurat bencana. Darurat negara bersifat nasional. Sedang darurat bencana, bisa bersifat lokal. Nah, Jokowi lebih memilih urusan mengenai virus corona ini diselesiakan di tingkat lokal demi lokal saja. Dari penjelasan Jokowi tadi di Istana Bogor, dimana Jokowi menekankan tentang pentingnya menjaga pertumbuhan ekonomi. Ada kesan faktor perekonomian kita dipertaruhkan dengan nyawa manusia yang mulai ketakutan dengan coronavirus ini. Padahal, sesungguhnya, ketakutan rakyat kita atas coronavirus sudah dirilis oleh survei YouGov pertengahan Maret lalu, rakyat kita yang paling cemas dibanding negara-negara lain di asia. Kita dihadapkan pada pilihan sulit. Mau menyelamatkan ekonomi atau mau menyalamatkan manusia, terkait pandemik coronavirus ini. Memang kita tidak menafikkan pentingnya ekonomi terus tumbuh dan berkembang. Namun, manusia juga butuh keselamatan hidup. Fakta selama ini, kita bisa lihat pada kepala-kepala daerah yang panik sendiri-sendiri mengatasi situasi pandemik coronavirus. Rakyat juga ikut panik karena kepastian informasi sulit untuk dipercaya. Coba bayangkan dua hal ini. Pertama, mantan karyawan telkom yang wafat di Cianjur, 3/3/2020. Awalnya dinyatakan negatif covid-19. Hari ini, setelah 12 hari meninggal, dinyatakan positif coronavirus. Butuh waktu untuk menganulir hasil test awal. Artinya lama dan test tidak begitu canggih. Akibatnya, apa? Istri dan anak karyawan itu dinyatakan positif coronavirus. Lalu bagaimama dengan orang-orang yang berhubungan dengan almarhum? Padahal dia sudah berobat ke mana-mana sebelum ke Rumah Sakit yang di Cianjur. Kedua, bagaimana mungkin seorang menteri (Menhub) terkena infeksi coronavirus? Bukankah seharusnya elit-elit negara lebih siap menangkal dirinya terhindar dari virus itu? Tentu saja setinggi pangkat apapun bisa tertular virus corona ini. Bagaimana membayangkan seorang Menteri Perhubungan yang berkali-kali ke istana negara. Tentunya telah disensor thermal scanner. Ko bisa membawa virus itu ke istana? Bahkan, bagaimana dia membawa virus itu ke acara Indonesia dan Kerajaan Belanda. Melihat kasus Menhub Budi Karya dan kasus eks karyawan telkom di Cianjur itu, kita perlu refleksi bahwa fokus kita pada penanganan wabah coronavirus ini belum optimal. Jika pemaksimalan ikhtiar baru dilakukan dengan fokus, maka pilihan penyelamatan ekonomi vs. penyelamatan nyawa manusia harus dilihat bersifat "trade-off". Kita tidak bisa memilih keduanya. Mungkin ekonomi akan turun dua persen dari target pertumbuhan. Namun kita bisa optomalkan penyelamatan nyawa manusia sebagai kewajiban utama negara. Penutup Menyebarkan virus corona ke Kerajaan Belanda, bisa saja sebuah ketidaksengajaan. Namun, ikhtiar memperbaiki diri bisa menunjukkan rasa penyesalan kepada negara sahabat. Memperbaiki diri yang dibutuhkan adalah melakukan semua standar internasional pada batas maksimal. Bukan batas minimal. Misalnya, pemerintahan Jokowi harus menyatakan "Kabinet Lockdown", sebagaimana ditulis oleh RMOL.co kemarin (14/03). Artinya, selama dua minggu sejak Menhub Budi Karya dinyatakan positif coronavirus, semua menteri mengkarantina diri atau mengisolasi diri. Jika jumlah orang-orang yang berhubungan dengan Budi Karya pada hubungan langsung dan tidak langsung sangat banyak, maka mereka dapat diberikan pinjaman sebuah pulau di Kepulauan Seribu. Misalnya di Pulau Galang, Batam, sebagaimana sudah diputuskan Jokowi tempo hari. Tulisan cnnindonesianews tentang Jokowi perlu meminta maaf kepada Bangsa Indonesia harus di respon positif. Juga tulisan JakartaPost beberapa hari lalu agar Jokowi jangan amatiran harus direspon sebagi perubahan ke arah yang lebih professional. Semua ini perlu cepat. Pembentukan Gugus Tugas dan alokasi APBN 1 Triliun sudah sebuah kemajuan. Namun, mengingat ledakan eksponensial jumlah terjangkit virus akan segera datang, maka kita harus mengantisipasi pengendalian stok makanan dan minuman. Begitu juga dengan stock obat-obatan dan masker, agar tidak hilang di pasaran. Pemerintah juga harus memastikan anak-anak sekolah belajar di rumah. Memastikan jumlah pusat karantina cukup dan tersebar di seluruh Indonesia. Memastikan perawat dan dokter cukup. Tentara, misalnya, harus diberi wewenang menembak mati spekulan-spekulan barang, terutama mereka yang selalu mencari keuntungan dalam kesempitan. Gugus Tugas diberikan kewenangan pasti untuk melakukan kordinasi lintas sektoral dan daerah. Bukan seperti sekarang masing-masing kota melakukan gugus tugas sendirian. Untuk itu, Jokowi harus menunjukkan ketegasan maksimum dalam menangani pandemik ini. Tidak perlu ragu memilih, perekonomian lambat vs nyawa rakyat yang harus diselamatkan. Penulis adalah Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle

Anies dan Nyawa Warga DKI

Yang pasti, langkah Anies memancing sejumlah reaksi. Diantaranya dari Menkes. Langkah Anies dianggap kurang tepat. Sementara Mahfud MD mengimbau agar kepala daerah tidak menjadikan kasus Covid-19 sebagai panggung politik. Sejumlah orang yang teridentifikasi dalam kelompok yang "mendapat tugas khusus mencari kesalahan Anies", merasa mendapat kesempatan. Macam-macam tuduhan dan hujatan dilontarkan. By Tony Rosyid Jakarta FNN - Kata Anies, "Posisi DKI siap mem-back up pemerintah pusat dalam penanganan Corona. Kalau tidak ada langkah yang pasti, DKI akan ambil tanggung jawab". Dari narasi Anies ini dapat disimpulkan, tampak bahwa : Pertama, tetap loyal dan bersinergi dengan pemerintah pusat dalam mengatasi virus corona. Kedua, ambil tanggung jawab jika tidak ada pihak yang menghadapi penyebaran virus corona ini. Tentu saja ini bukan soal siapa jagoan dan siapa ingin menjadi pahlawan. Ini menyangkut nyawa manusia, terutama warga DKI, dimana Anies sebagai pemimpin disitu. Pemimpin harus tanggung jawab terhadap warganya, termasuk menyelamatkan nyawa warganya. Soal ada orang Bandung sibuk caci maki, itu lain soal. Anies ambil langkah cepat. 22 Januari Anies ijinkan Dinas Kesehatan DKI konferensi pers. Ingatkan warga akan perlunya kewaspadaan terhadap penyebaran Covid-19. Tanggal 29 Januari Anies pimpin langsung rapat Pemprov DKI untuk menyiapkan langkah-langkah menghadapi Covid-19. Hari itu juga Dinas Kesehatan mengeluarkan surat edaran perlunya kewaspadaan terhadap imported virus ini. Melihat dan memantau perkembangan, tanggal 25 Pebruari Anies mengeluarkan Instruksi Gubernur No 16 Tahun 2020. Isinya tentang langkah-langkah yang diperlukan oleh jajaran pemprov DKI untuk penanganan Covid-19 yang penyebarannya mulai mengganas. Tidak hanya surat edaran dan Ingub, Gubernur DKI ini juga membuat situs khusus mengenai segala hal yang terkait virus corona. Alamat situs itu di https//corona.jakarta.go.id. Di situs itu ada informasi, tanya jawab, aduan dan segala macam terkait virus corona. Masyarakat antusias mengunjungi situs itu. Tidak hanya warga DKI, tapi banyak juga dari warga non DKI. Sejumlah pihak meradang. Anies dianggap terlalu maju. Malah ada yang menuduh Anies itu monster. Menakut-nakuti dan bikin gaduh masyarakat. Gak ada Suspect. Indonesia zero Corona, kenapa Anies keluarkan Ingub? Anies pun dibully. Hujatan mulai muncul di berbagai media sosial. Para haters Anies bergeliat. Terbuka ruang bagi mereka untuk down grade Anies. Harusnya gubernur itu menenangkan, bukan bikin panik, kata mereka. Dasar "......" kalimat dititik-titik ini gak saya tulis. Karena tak pantas. Apapun alasannya, makian bukan bagian dari budaya kita. Apalagi jika keluar dari orang terpelajar, sangat memalukan. Maaf kawan, gak saya kutip. Sebab, masih banyak pilihan kata yang lebih bagus dan lebih sopan. Tapi, tak sedikit juga yang mendukung langkah Gubernur Anies. Sebagai langkah antisipasi, Ingub sangat diperlukan. Dan ini adalah bagian dari tugas dan tanggung jawab seorang pemimpin. Keselamatan warga adalah nomor satu. Ini sangat prioritas, dan di atas segala-galanya. Tak menutup kemungkinan, Anies sudah tahu ada pasien yang diduga suspect Corona. Enam rumah sakit Jakarta milik Pemprov DKI bisa jadi sumber informasi akurat terkait dengan kemungkinan adanya dugaan suspect. Anies tak mau mengumumkan informasi yang berbeda dengan pemerintah pusat. Ini soal etika. Anies lebih memilih untuk ambil langkah, meski harus dibully dan dicaci maki. Risiko pemimpin, harus siap dibully. Tak semua orang bisa memahami kebijakan dan langkahnya. Ada yang suka, ada pula yang tidak suka. Yang tak suka akan selalu tak setuju, apapun langkah dan kebijakan yang dibuat gubernur. Pasti saja ada salah, dan tidak ada benarnya. Yang pasti, langkah Anies memancing sejumlah reaksi. Diantaranya dari Menkes. Langkah Anies dianggap kurang tepat. Sementara Mahfud MD mengimbau agar kepala daerah tidak menjadikan kasus Covid-19 sebagai panggung politik. Sejumlah orang yang teridentifikasi dalam kelompok yang "mendapat tugas khusus mencari kesalahan Anies", merasa mendapat kesempatan. Macam-macam tuduhan dan hujatan dilontarkan. Dua hari pasca Ingub Anies keluar, dan setelah Anies babak belur dengan semua tuduhan dan caci maki, presiden secara resmi mengumumkan bahwa ada dua warga asal Depok positif terinveksi Corona. Sejak itu, bullyan terhadap Anies mulai agak reda. Kini, giliran situs DKI yang disoal oleh menkominfo. Katanya gak sinkron dengan situs punya kemenkes. Anies diminta menyesuaikan narasi. Tak lama kemudian, situs pemprov DKI dihajar hacker. Sempat, situs https/corona.jakarta.go.id tak bisa dibuka. Gak tahu, bagaimana kondisinya sekarang? Silahkan dicek. Dari sisi tampilan, situs DKI lebih simpel. Sub portalnya sederhana. Isinya lebih detail dan lengkap dibanding situsnya Kemenkes. Tapi, kenapa dihack? Siapa yang nge-hack? Padahal, ini soal nyawa manusia. Kalau ini menyangkut politik, mestinya nggak harus bermain di wilayah yang berbahaya buat keselamatan nyawa manusia. Langkah proaktif Anies mulai mendapat pembenaran setelah terbukti banyak orang di Indonesia yang terinveksi virus corona. Semula dua orang. Lalu 19 orang. Nambah delapan, jadi 27 orang, naik lagi menadi 34 dan 96. Sekarang sudah menjadi 117 orang (Liputan6.com 15/03/2020). Sudah ada empat orang yang meninggal. Nampaknya akan terus bertambah seiring dengan penyebaran yang tidak semuanya terdeteksi. Apakah Indonesia akan lock down seperti Itali, Denmark dan Manila? Apakah semua pabrik dan toko akan tutup? Apakah sekolah-sekolah akan diliburkan? Apakah alat transportasi akan dihentikan? Tak menutup kemungkinan. Apalagi, cara penanganan virus corona di Indonesia telah banyak mendapat kritik oleh sejumlah negara. Artinya, jika tak lebih serius dan ketat lagi dalam penanganan covid-19 ini, Indonesia terancam lock down. Sejumlah event baik nasional maupun internasional sudah diumumkan penundaannya. Formula E ditunda. Berbagai Munas ormas juga ditunda. Bahkan acara seminar, diskusi dan pengajian juga sudah banyak yang ditunda. Ada sebagian sekolah yang sudah meliburkan diri. Pelan tapi pasti, aktifitas sosial mulai berkurang. Mall-mall mulai agak sepi. Suatu saat nanti tak menutup kemungkinan akan ditutup. Soal Corona, Jakarta lebih serius dan lebih maju langkahnya dari daerah lain. Bahkan lebih maju dari pemerintah pusat. Wajar! Jakarta adalah ibu kota. Tempat interaksi sosial antar warga negara sangat masif. Perlu kewaspadaan tingkat dewa. "Semua dilakukan dengan tenang agar tak terjadi kegaduhan", kata Anies. Itulah barangkali karakter sosok yang besar di Jawa-Jogja ini. Cucu Abdurrahman Baswedan, tokoh BPUPKI ini paling risih dan sensi ketika melihat ada orang yang dipermalukan. Dan ini bisa dilihat reaksi Anies ketika ada anak buahnya dimarahi di depan umum saat terjadi banjir. Anies bilang "jangan marahi dia, marahi saya aja." Kasus Corona ini menyangkut nyawa warga. Anies memilih untuk melangkah, meski dengan segala risiko menghadapi banyak tuduhan dan bullyan. Bagi Anies, nyawa warga DKI lebih utama untuk diselamatkan dari pada sekedar menghadapi tuduhan dan bullyan. Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa

Sembunyikan Info Corona, Jokowi Bermain-main Dengan Nyawa Rakyat

Kalau strategi ini dilakukan oleh Presiden Jokowi untuk meredam keresahan dan kepanikan, justru yang terjadi kebalikannya. Masyarakat malah panik. Mengapa? Sebab, mereka tidak percaya sama sekali pada stetmen-stetmen pemerintah. Bola salju ketidakpercayaan itu membesar terus. By Asyari Usman Sekarang, jumlah “resmi” yang positif virus Corona di Indonesia ada 96 orang. Meningkat cukup cepat sejak terungkap Corona Depok (dua orang) pada 2 Maret 2020. Sebelum kasus dua wanita Depok, pemerintah senantiasa membantah dugaan tentang Corona yang sudah masuk ke Indonesia. Tetapi, sejak awal, para ahli kesehatan dan statistik epidemi tak percaya. Mereka itu benar. Ternyata, pemerintah sengaja “membohongi” publik. Jokowi sendiri yang mengungkapkan itu. “Memang ada yang kita sampaikan dan ada yang tidak kita sampaikan. Karena kita tidak ingin menimbulkan keresahan dan kepanikan di tengah masyarakat,” kata Presiden Jokowi di bandara Soekarno-Hatta, Jumat (13/3/2020). Di tengah keinginan publik agar penyebaran virus Corona tidak ditutup-tutupi, pemerintah pusat mengambil langkah yang sangat konyol. Pemerintah tidak membuka semua informasi terkait penyebaran virus maut tsb. Mereka tidak transparan. Kalau strategi ini dilakukan oleh Presiden Jokowi untuk meredam keresahan dan kepanikan, justru yang terjadi kebalikannya. Masyarakat malah panik. Mengapa? Sebab, mereka tidak percaya sama sekali pada stetmen-stetmen pemerintah. Bola salju ketidakpercayaan itu membesar terus. Sekarang, publik mempertanyakan kredibilitas pemerintah setelah Jokowi mengakui adanya pembohongan yang disengaja. Kredibilitas Presiden Jokowi menjadi nol. Sangat mengherankan mengapa langkah untuk meredam kepanikan dijadikan alasan untuk menyembunyikan informasi Corona? Bukankah transparansi akan membuat masyarakat bisa lebih waspada? Sebagian kecil orang mungkin akan bereaksi panik. Tetapi, setelah dugaan bahwa kasus Corona itu banyak, publik tidak juga terlalu resah. Mereka malah bisa memaksimalkan jaga diri. Sangat, sangat konyol. Informasi mengenai penyebaran Corona tidak mungkin diredam terus-menerus. Publik tahu perkembangan di banyak negara. Mereka bisa memikirkan sendiri berbagai kemungkinan tentang Corona di negara ini. Publik tidak bodoh untuk dibohongi. Presiden Jokowi harus meminta maaf. Dia telah bermain-main dengan nyawa rakyat. Bukan tak mungkin sudah banyak anggota publik yang tertular disebabkan ketidaktahuan mereka tentang “hotspot” virus ganas itu. Akibat penyembunyian infromasi yang sengaja direncanakan pemerintah. Dan tak cukup hanya minta maaf saja. Jokowi harus segera memecat para pejabat dan penasihat yang menyarankan agar informasi tentang Corona ditahan. Sejak pekan lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) meminta Indonesia agar mendeklarasikan darurat Corona. Dan agar pemerintah tidak menyembunyikan semua informasi terkait virus Corona. Penulis adalah Wartawan Senior

IBADAH MENGHADAPI WABAH VIRUS CORONA 1

Oleh Mochammad Sa'dun Masyhur Jakarta, FNN - Secara spesifik, mengadapi perubahan musim pancaroba, sehingga timbul banyak wabah penyakit, termasuk penyebaran wabah virus corona, dan dalam kaitannya untuk menjaga kesehatan, terdapat 3 hal sangat penting yang harus diperhatikan. Pertama, menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Kedua, Meningkatkan kebugaran dan kekuatan tubuh. Ketiga, Meningkatkan imunitas atau daya tahan tubuh. Tiga aspek materi ini akan diuraikan dalam tiga seri tulisan. Dalam kaitan itu, Islam mengatur barbagai rangkaian ibadah, yang pada dasarnya berhubungan langsung bagi kehidupan manusia di dunia. Tidak salah dinyatakan bahwa ibadah orang yang beriman itu, bukanlah semata-mata untuk kepentingan Allah, tetapi lebih dari itu, untuk menyelamatkan kehidupan manusia di dunia kini, dan di akhirat kelak. Tidak berlebihan dikatakan bahwa Islam mungkin adalah satu-satunya agama di dunia yang mengatur hal-hal pernak-pernik kehidupan, yang seolah remeh temeh. Dalam hubungannya dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan, misalnya, Islam tidak hanya memperhatikan persoalan kebersihan dan higienitas, tetapi di atas itu, mengajarkan tentang kesucian. Dalam persoalan bersuci (thoharoh), sesunguhnya tanpa disadari mengandung muatan untuk menghindarkan diri dari kuman penyakit. Karena itu, syariah Islam tidak hanya mengatur ketentuan menyangkut media bersucinya, berupa air atau tanah, tetapi juga mengatur tata cara bersuci. Dalam hal membersihkan kotoran tertentu, diperlukan hingga 7x siraman dengan air mengalir, yang di antara itu harus membersihkan bagian yang terkena najis tertentu itu, dengan tanah. Najis dalam pengertian luas adalah segala sesuatu kotoran, yang berbahaya bagi tubuh, termasuk kuman penyakit semacam COVID-19. Untuk menjaga kesucian, dalam kaidah syariah, air yang digunakan bersuci, harus air yang mengalir atau air dalam volume tertentu. Syariat juga melarang membasuh atau memasukan tangan kotor ke dalam bejana berisi air, tetapi harus memakai gayung. Atau mengatur cara membersihkan kotoran (istinjak) sampai sifat-sifat kotoran itu hilang dengan tangan kiri. Dan makan mengunakan tangan kanan yang didahului dengan cuci tangan. Agar tubuh tetap bersih dan menghindari berbagai penyakit, Sunah Rasul menuntun untuk bersiwak/gosok gigi utamanya hendak tidur, setelah makan dan hendak sholat. Berwudhu dengan benar, yang disunahkan dimulai dengan berkumur, dan istinsyaq atau menghirup air ke dalam rongga hidung adalah cara yang baik untuk menjaga masuknya virus ke dalam tubuh. Lalu membasuk muka, kemudian menyapu kepala, yakni mengosok-gosokan jari yang basah ke seluruh bagian kepala, adalah hal yang sangat penting dan baik untuk membangkitkan seluruh syaraf dibagian kepala. Coba lakukan dengan benar dan rasakan manfaatnya. Secara keseluruhan aspek penting lain dalam ritual berwudhu adalah menstabilkan suhu badan pada temperatur normal, sehingga tubuh akan terasa lebih segar. Maka sangat wajar jika dalam mengadapi corona, berwudhu ini direkomendasikan dan dianjurkan banyak pihak. Demikian juga syariah mengatur pakaian menutup aurat, yang tidak hanya bermakna secara etis, tetapi juga untuk menjaga kesehatan. Selain itu juga disunahkan memakai wewangian, karena renik patogen, cenderung berbau busuk dan tidak nyaman di lingkungan yang wangi. Mengingat suhu tubuh manusia normal dalam kisaran 36,5 sd 37,3 derajat Celcius, tidak didesain mengalami kejutan suhu. Sangat tepat mandi sebelum matahari terbit dan sebelum tenggelam. Dan agar tidak terjadi sock suhu, awali dengan berwudhu. Atau saat kehujanan, beradaptasi dulu dengan air biasa, dan tidak langsung mandi dengan air panas. Dalam hal menjaga kebersihan lingkungan, sunah mengajarkan mengalirkan air tergenang, menutup bejana, menutup maknn dan minuman, menimbun bangkai dan hal-hal berbau busuk, menutup pintu dan jendela sebelum malam tiba dan membuka sebelum matahari terbit. Juga menutup mulut saat batuk, menguap atau bersin. Khusus bersin disertai untuk saling mendoakan. Dalam hal-hal tertentu, sorban dan cadar sebagai kesunahan, sering dipandang sebelah mata. Padahal berguna fungsional, sebagai pelindung kepala disaat hujan atau panas terik, penutup hidung, melindungi wajah dan kepala dari tiupan angin dan debu. Singkatnya ia berfungsi multiguna termasuk sebagai penganti masker, penghangat tubuh disaat dingin, dll. Belakangan baru disadari dan beredar kabar bahwa Muslimah yang bercadar lebih kecil terjangkit virus corona. Subhanallah. Tentu masih banyak hal tentang menjaga kebersihan diri dan lingkungan yang bagi seorang muslim sudah menyatu dalam kehidupan keseharian. Tentang menjaga kesucian itu, Allah SWT berfirman yang artinya Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur, (QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 6). Selanjutnya perlu dibahas ritual ibadah yang berhubungan dengan upaya utuk meningkatkan kebugaran dan kekuatan tubuh. (Bersambung) Penulis adalah Holistic Healing Consulting, Expert and Inventor Medical Quran

Iuran BPJS Batal Naik, Pemerintah Tarik Suntikan Dana?

Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Mungkinkah Menkeu Sri Mulyani tetap ancam tarik suntikan dana Rp 13,5 triliun dari BPJS, setelah Mahkamah Agung (MA) memenangkan gugatan Judicial Review (JR) atas kenaikan iuran BPJS melalui Presiden lewat Perpres Nomor 75 Tahun 2019? Jika Sri Mulyani tetap ngotot dan benar-benar menarik dana Rp 13,5 triliun dari BPJS, jelas ini suatu “pembangkangan” hukum karena tidak menghormati putusan MA tersebut. Presiden Joko Widodo bisa langsung memecatnya sebagai Menteri Keuangan. Seperti dilansir Kompas.com, Selasa (18/02/2020, 15:19 WIB), dalam Rapat Gabungan yang meminta agar iuran untuk peserta bukan penerima upah (PBPU) atau peserta mandiri BPJS Kesehatan batal dinaikkan, Menkeu menanggapi permintaan anggota DPR. Menkeu mengatakan, pihaknya bisa saja menarik kembali dana Rp 13,5 triliun yang sudah disuntikkan ke BPJS Kesehatan untuk membayarkan iuran peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) pemerintah pusat dan daerah yang naik dari Rp 23.500 menjadi Rp 42.000. Selain itu, Menkeu juga menyesuaikan iuran Peserta Penerima Upah (PPU) pemerintah, yaitu TNI, POLRI dan ASN yang ditanggung oleh pemerintah di mana tarifnya menjadi 5 persen dari take home pay sebesar Rp 8 juta menjadi Rp 12 juta. Pasalnya, BPJS Kesehatan berada dalam kondisi keuangan defisit mencapai Rp 32 triliun pada 2019. “Jika meminta Perpres dibatalkan maka Menkeu yang sudah transfer Rp 13,5 triliun 2019 saya tarik kembali,” ujar Sri Mulyani ketika memberikan penjelasan kepada anggota DPR di Jakarta, Selasa (18/2/2020). Sri Mulyani mengatakan, dalam memberikan jaminan sosial kepada masysarakat, pemerintah juga perlu memerhatikan kondisi keuangan negara. Ditambah lagi, pemberian jaminan sosial terutama dalam hal kesehatan perlu dilakukan secara berkelanjutan. Namun demikian, BPJS Kesehatan sebagai lembaga yang memberikan pelayanan tersebut justru mencatatkan defisit sejak 2014. “Sejak program jaminan sosial dilaksanakan 2014 BPJS terus mengalami defisit dengan tren semakin besar tiap tahun. Itu semua harus diakui karena fakta. Tahun 2014 defisit Rp 9 triliun, kemudian disuntik Rp 5 triliun. Tahun 2016 turun Rp 6 triliun dan disuntik Rp 6 triliun,” ujar dia. Jumlah defisit tersebut kembali meningkat pada 2017 yang sebesar Rp 13 triliun dan pada 2018 sebesar Rp 19 triliun. Menurut Sri Mulyani, dengan kondisi saat ini BPJS Kesehatan belum mampu memenuhi kewajibannya untuk melakukan pembayaran kepada mitra kerjanya yaitu rumah sakit. Padahal banyak pula rumah sakit yang sedang dalam kondisi sulit. “Sistem BPJS kita tidak mampu memenuhi kewajibannya dari sisi kewajiban pembayaran. Padahal disebutkan BPJS maksimal 15 hari membayar. Namun banyak kewajiban BPJS Kesehatan yang bahkan sampai lebih dari 1 tahun tidak dibayarkan,” ujar Sri Mulyani. “Banyak rumah sakit mengalami situasi sangat sulit,” jelas dia. Tampaknya, desakan politis anggota DPR tersebut tidak mempan. Pemerintah tetap saja melanjutkan keputusan kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut. Berdasarkan Perpres Nomor 75 Tahun 2019, iuran Kelas III dinaikkan menjadi Rp 42,000 per bulan dari Rp 25,500. Kelas II dinaikkan menjadi Rp 110,000 dari Rp 51,000. Dan, Kelas I dinaikkan menjadi Rp 160,000 dari semula Rp 80,000. Bagi banyak peserta, kenaikan iuran ini sangat membebani mereka. Tetapi, pemerintah tidak mendengarkan keluhan rakyat. Pemerintah membuat dan memberlakukan kebijakan secara otoriter. Kenaikan tersebut dinilai tidak wajar. Namun, pada Senin (9/3/2020), MA membatalkan kenaikan iuran yang harus mereka bayar sejak 1 Januari 2020. MA mengabulkan gugatan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) yang dilayangkan awal Desember 2019. Komunitas mengatakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan sangat tidak masuk akal. Melalui Advokat Muhammad Sholeh, SH, Kusnan Hadi, seorang pedagang kopi, mengajukan JR ke MA terkait Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tersebut. Menurut Sholeh, kenaikan iuran ini dianggap memberatkan. Pasalnya, besaran kenaikan iuran BPJS Kesehatan mencapai dua kali lipat dari tarif sebelumnya. “Kami menggugat Perpres 75/2019 tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan karena situasi ekonomi saat ini masih sulit. Tidak pas kalau kenaikan sampai 100 persen," ujar Sholeh melalui pesan singkat yang dilansir dari CNNIndonesia.com, Sabtu (2/11/2019). Sholeh mengatakan, kenaikan iuran BPJS ini memberatkan warga khususnya yang tinggal di daerah. Sebab, terdapat perbedaan penghasilan orang yang tinggal di Jakarta dengan sejumlah daerah di Indonesia lainnya. Padahal kenaikan iuran ini berlaku secara nasional. “UMK di Jakarta sebutlah Rp 4 juta, sementara di daerah ada yang cuma Rp 2 juta. Maka menyamakan kenaikan ini memberatkan warga yang ada di daerah,” katanya. Kenaikan iuran ini, lanjut Sholeh, juga tidak diiringi dengan pelayanan maksimal dari rumah sakit. Selama ini pasien yang berobat dengan BPJS Kesehatan kerap ditolak karena sejumlah persyaratan administrasi. Sementara pihak BPJS Kesehatan sendiri juga tak pernah mengambil sikap atas permasalahan tersebut. “Selama ini BPJS tidak pernah mendampingi pasien di rumah sakit. Banyak orang sakit yang ditolak karena tidak bawa rujukan berjenjang dan BPJS diam saja,” ucap Sholeh. Menurut Sholeh, pemerintah sebaiknya membubarkan BPJS Kesehatan jika memang tak bisa dikelola dengan baik. Apalagi, selama ini BPJS Kesehatan cenderung merugi hingga triliunan rupiah. Sholeh berharap MA membatalkan Perpres tersebut dan mengembalikan pada Perpres Nomor 82 Tahun 2018. “Ketika rugi dibebankan ke peserta BPJS. Lebih baik bubarkan saja dan kembali ke sistem lama di mana pemerintah hanya menanggung orang miskin ketika sakit, bukan seperti BPJS yang mensubsidi orang kaya yang sakit,” tuturnya. Apa yang diharapkan Sholeh, ternyata dikabulkan MA. MA mengabulkan JR Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan tersebut. Dalam putusannya, MA membatalkan kenaikan iuran BPJS per 1 Januari 2020. “Menyatakan Pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata juru bicara MA, hakim agung Andi Samsan Nganro saat berbincang dengan Detik.com, Senin (9/3/2020). Majelis hakim diketuai Supandi, anggota Yosran dan Yodi Martono Wahyunadi. Menurut MA, Pasal 34 ayat 1 dan 2 bertentangan dengan Pasal 23 A, Pasal 28H dan Pasal 34 UUD 1945. Selain itu juga bertentangan dengan Pasal 2, Pasal 4, Pasal 17 ayat 3 UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. “Bertentangan dengan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4 tentang Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial. Bertentangan dengan Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 171 UU Kesehatan,” tegas majelis. Pasal yang dinyatakan batal dan tidak berlaku berbunyi: Pasal 34 (1) Iuran bagi Peserta PBPU dan Peserta BP yaitu sebesar: a. Rp 42.OOO,00 (empat puluh dua ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III. b. Rp 110.000,00 (seratus sepuluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II; atau c. Rp 160.000,00 (seratus enam puluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I. (2) Besaran Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2O2O. Dengan dibatalkannya pasal di atas, maka iuran BPJS kembali ke iuran semula, yaitu: a. Sebesar Rp 25.500 untuk kelas 3 b. Sebesar Rp 51 ribu untuk kelas 2 c. Sebesar Rp 80 ribu untuk kelas 1 Sebelumnya, Presiden Jokowi telah menandatangani Perpres 75 Tahun 2019 yang memuat ketentuan iuran baru BPJS Kesehatan. Beleid itu mengatur iuran untuk kelas III naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42 ribu per bulan per peserta. Sementara, untuk kelas II naik dari Rp 51 ribu menjadi Rp 110 ribu, dan kelas I naik dari Rp 80 ribu menjadi Rp 160 ribu. Secara persentase, kenaikan rata-rata mencapai 100 persen. Kebijakan ini menuai protes dari berbagai kalangan, masyarakat, pengamat, hingga serikat pekerja. Semoga putusan MA ini melegakan mereka! *** Penulis wartawan senior.