"Kita (bangsa Indonesia) harus kembali pada konstitusi. Konstitusi telah mengatur aturan mainnya dan prinsip demokrasi juga mengharuskan adanya penyelenggaraan pemilu yang reguler dan periodik," ujar dia, saat menjadi narasumber dalam diskusi publik virtual Pusat Kajian dan Analisis Data bertajuk "Tunda Pemilu dan Tiga Periode: Lanjutkan Pak Dhe?", dipantau dari Jakarta, Kamis.
Dengan kembali menaati konstitusi dan prinsip demokrasi itu, kata dia, bangsa Indonesia pun akan terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti kekacauan.
Lebih lanjut, dia memandang apabila wacana penundaan Pemilu 2024 direalisasikan akibat alasan keberadaan pandemi ataupun untuk mendukung pemulihan ekonomi pascapandemi, hal tersebut berpotensi menunjukkan inkonsistensi pemerintah ataupun partai-partai politik. Menurutnya, inkonsistensi itu berpotensi muncul karena pada tahun 2020, pemerintah justru bersikukuh menyelenggarakan pemilu.
"Sekarang, tiba-tiba, ada usulan atau wacana untuk menunda pemilu. Menurut saya, ini adalah bentuk inkonsistensi dari pemerintah ataupun partai-partai politik yang mengusulkan penundaan pemilu," ucapnya.
Ia pun mengatakan keberhasilan pemerintah dalam menyelenggarakan Pilkada 2020 di tengah masa pandemi, bahkan dengan peningkatan partisipasi masyarakat lebih dari tujuh persen, menandakan keadaan pandemi bukanlah faktor penghambat penyelenggaraan pemilu.
Dengan demikian, ia mengimbau pemerintah untuk percaya Pemilu 2024 dapat diselenggarakan secara lebih baik, meskipun penyelenggarannya masih berada di masa pandemi. "Karena latar belakang itu, pemerintah harusnya percaya bisa menyelenggarakan Pemilu 2024 berdasarkan pengalaman di tahun 2020, bahkan bisa lebih baik," kata dia.
Selain itu, tambah dia, penetapan anggota Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu yang dilakukan Komisi II DPR pada Kamis dini hari (17/2) mengukuhkan bahwa penyelenggaraan Pemilu 2024 dapat dipersiapkan dengan lebih baik sejak sekarang. (Sumber: ANTARA)