Ambisi Jokowi “Mengkudeta” Ketum Golkar?'
Oleh Sholihin MS - Pemerhati Sosial dan Politik
Isu pelengseran Airlangga Hartarto melalui Munaslub terus bergulir. Pihak “lawan” terus cari celah kesalahan dan kesempatan untuk mendepak Airlangga.
Sejauh ini Airlangga masih sulit dilengserkan. Pergantian Ketua baru dilaksanakan tahun 2024, jika hal itu dipercepat sama halnya dengan “dikudeta”.
Ada dua tokoh Golkar yang disebut-sebut bakal “merebut” posisi Ketum, yaitu Luhut Binsar Panjaitan (LBP) dan Bambang Soesatyo (Bamaoet). Luhut disebut-sebut mengincar posisi ketua, tapi bukan untuk dirinya, hanya untuk membuka jalan bagi Jokowi mengambil alih Ketum Golkar.
Namun hal itu akan sulit, mengingat Golkar masih solid, “kesalahan” Airlangga tidak fatal, dan arah politik Luhut (Jokowi) yang berseberangan dengan kader Golkar.
Banyak kader Golkar yang berpandangan jika Golkar jatuh ke tangan Luhut (Jokowi) akan makin hancur, karena rakyat sudah muak dengan sepak terjang Jokowi dan Luhut yang cuma jadi “jongos’ China. Mayoritas konstituen Golkar telah mendukung Anies Baswedan.
Jokowi tentu sangat perlu kendaraan politik untuk keberlanjutan politik dirinya setelah lengser, lebih utama untuk melanjutkan dinasti politik keluarganya.
Istana sepertinya sedang dalam keadaan stress berat. Betapa tidak ! Seluruh skenario penjegalan Anies telah gagal, baik melalui jalan bujukan dan tekanan kepada partai-partai pengusungnya (Nasdem, Demokrat, dan PKS), melalui jalur mentersangkakan dua Menteri Nasdem (Jhonny G. Plate dan Yasin Limpo), melalui tawaran Cawapres kepada AHY, mem- framing buruk terhadap Anies (politik identitas, gubernur gagal, intotelaran, pendukung khilafa dan HTI), sampai kepada upaya mentersangkakan Anies melalui gelaran Formula E dan “pembegalan” Partai Demokrat oleh Moeldoko semuanya berakhir gagal. Dan tanda-tanda kegagalan itu akan terus berlanjut sampai akhirnya Anies melenggang ke Pilpres 2024.
Ketika Jokowi memanggil Surya Paloh seusai Apel Siaga Perubahan, bahkan Jokowi malah menanyakan siapa calon cawapres Anies. Lho, bukannya selama ini Anies tidak dianggap sebagai capres, karena skenario capresnya kan hanya dua paslon: Ganjar dan Prabowo?
Apakah ini sinyal Jokowi yang sudah bisa menerima kenyataan bahwa Anies tidak bisa dibendung dan dukungan rakyat terhadap Anies makin masif.
Manuver Jokowi untuk mentersangkakan Anies lewat KPK-nya Firly dan Pembegalan Demokrat oleh Moeldoko hampir dipastikan gagal. Sekarang, bagaimana nasib rezim Jokowi jika Anies telah menjadi Presiden ?
Hal inilah yang sangat ditakutkan bukan saja oleh Jokowi, keluarga dan para penjilatnya, tetapi juga ditakutkan oleh para oligarki taipan dan bahkan rezim China komunis.
Mengapa mereka takut? Ini beberapa alasannya:
Pertama, bisnis-bisnis hitam, ilegal, dan operasi para mafia akan terbongkar.
Selama rezim Jokowi mereka bagaikan raja yang tidak tersentuh, dan Indonesia dijadikan ladang surga mereka. Selama ini para aparat hukum telah dibungkam dengan uang sogokan, pemberian proyek tertentu, dan penempatan jabatan tertentu sehingga mulut mereka sudah terkunci rapat-rapat.
Kedua, proyek-proyek China akan segera dihentikan.
Banyak proyek China yang telah “merampas” kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Indonesia : pulau reklamasi, pengerukan tambang-tambang, proyek obor, pengiriman TKA China yang sangat besar dengan dalih bagian dari investasi, kudeta Undang-undang, IKN, Kereta cepat, dll bakal tambah mangkrak.
Ketiga, penguasaan pos-pos strategis China di institusi pemerintahan bakal segera berakhir
Selama ini semua institusi pemerintahan berada dalam kendali China : presiden, kepolisian, semua lembaga negara, para Anggota Dewan dan Para Ketum Parpol. Jadi para pejabat kita rela cuma jadi jongos China.
Keempat, semua Undang-undang termasuk Perppu, Perpres dan Kepres yang berpihak kepada oligarki taipan akan direvisi.
Rezim Jokowi adalah rezim pelanggar konstitusi dan Undang-undang, merubah undang-undang dengan seenaknya sendiri tanpa perserujuan rakyat. Semua Undang-undang yang tidak pro rakyat bakal direvisi lagi.
Kelima, Jokowi dan keluarganya tidak akan bisa lepas tangan dan mengelak atas semua kejahatan politik dan korupsinya, semuanya harus diproses hukum.
Kejahatan politik Jokowi begitu besar, baik dalam soal pelanggaran HAM, penyalahgunaan wewenang, nepotisme dan korupsi. Tidak mungkin akan dibiarkan dibiarkan begitu saja.
Negeri ini milik rakyat dan bangsa Indonesia, yang telah diperjuangkan oleh para pejuang kita dengan tetesan darah dan korban jiwa, jangan biarkan para penjajah dan pengkhianat bangsa mengendalikan negeri ini, karena tujuan mereka hanya untuk mengeruk keuntungan pribadi dengan membiarkan negara hancur.
Rakyat harus bersatu menghentikan rezim ini. (*)