Ampunan dan Rahmat Allah yang Tak Terhingga
Oleh: Imam Syamsi Ali, Presiden Yayasan Nusantara & Direktur Jamaica Muslim Center
NIKMAT dan berkah Allah kepada kita tidak terbatas dan tidak terhitung hingga sebagian besar umat manusia tidak bersyukur kepada Allah. Allah menyatakan hal ini dalam Al-Qur'an: “dan beberapa dari hamba-Ku bersyukur”.
Di atas segala nikmat Allah adalah rahmat dan kasih sayang-Nya yang tak terbatas kepada hamba-hamba-Nya. Dia adalah Rahman-Rahim (Maha Penyayang dan Penyayang). Salah satu manifestasi rahmat-Nya adalah pengampunan-Nya yang tak terhingga atas dosa atau kesalahan yang dilakukan hamba-hamba-Nya.
Pengampunan Allah (magfirah) dari hamba-hamba-Nya mungkin merupakan bentuk kasih sayang-Nya yang paling dibutuhkan. Faktanya adalah bahwa tidak ada yang kebal dari dosa dan kesalahan. Dikenal dengan: “Al-insan mahallul khato’ wan-nisyaan”.(Kelemahan manusia adalah betapa mudahnya kita lupa dan betapa mudahnya kita jatuh ke dalam kesalahan).
Dalam Islam, baik dalam Al-Qur'an dan hadits, kami menemukan banyak informasi yang menjamin pengampunan Allah bagi mereka yang mencarinya. Padahal, Allah mewajibkan hamba-hamba-Nya untuk memohon ampunan-Nya. Hal ini tentunya bukan hanya untuk satu-satunya tujuan pengampunan tetapi juga sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan cara untuk menunjukkan kerendahan hati seseorang kepada Yang Maha Kuasa.
Salah satu ayat, dan banyak lainnya yang serupa, memerintahkan umat Islam: “Hai manusia, mintalah taubat kepada Allah dengan taubat yang benar (taubah nasuhah)”.
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Hai manusia, mintalah taubat kepada Allah. Sesungguhnya aku memohon taubat kepada-Nya 70 kali sehari”. Dalam riwayat lain dia berkata: “100 ratus kali sehari” (hadits).
Apalagi Allah telah memberikan jaminan-Nya untuk mengampuni segala dosa hamba-Nya: “Katakanlah wahai Muhammad: Wahai hamba-hambaku yang tercinta jangan putus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni segala dosa”.
Dalam banyak hadits Nabi juga menjamin ampunan Allah. Salah satu hadits misalnya mengatakan: “Sesungguhnya Allah mengulurkan tangan-Nya di malam hari untuk mengampuni orang-orang yang berbuat dosa di siang hari. Dan mengulurkan tangan-Nya di siang hari untuk mengampuni orang-orang yang berbuat dosa di malam hari”.
Nabi juga bersabda: “Sesungguhnya Allah terbuka untuk mengampuni hamba-hamba-Nya sebelum matahari terbit dari barat”.
Lebih lanjut dia berkata: “Sesungguhnya Allah mengampuni seorang hamba sebelum nafas terakhir melewati tenggorokannya (maa lam yugargir)”.
Yang ingin saya garis bawahi secara khusus saat ini adalah perbedaan antara cara kita memaafkan dan cara Allah mengampuni. Tentu jenisnya tidak sama dan tidak mirip. Sifat (karakteristik) dan amal (tindakan) Allah adalah unik dan mutlak sifatnya.
Tapi sebagai cara untuk mudah memahami dan mengambil hikmah (pelajaran) saya ingin membandingkan antara cara Allah mengampuni dan cara kita memaafkan. Ini adalah perbandingan langit dan bumi.
Seseorang atau orang-orang dapat memaafkan. Dan ada ekspresi yang berbeda dalam cara mereka menangani pengampunan. Orang Amerika misalnya mengatakan: “kami memaafkan tapi kami tidak melupakan”. Sementara orang Afrika Selatan mengatakan: “kami memaafkan dan melupakan”.
Dan ya sering kali kita bisa dan mungkin memaafkan orang yang bersalah kepada kita. Namun kenyataannya dalam hati kita berkata: “Aku memaafkanmu tapi aku tidak akan melupakannya”. Atau bahkan pikiran kita berkata: “Aku memaafkanmu tapi aku tidak ingin melihat wajahmu lagi”.
Kami memaafkan tapi kami tidak bisa memungkiri sisa amarah dan dendam yang ada di hati. Atau setidaknya kita memaafkan tetapi kita tidak ingin tahu dan peduli lagi dengan orang atau orang yang bersalah kepada kita.
Tapi lihatlah bagaimana Allah mengampuni. Dalam beberapa ayat Al-Qur'an, Allah menghubungkan pertobatan yang baik dari hamba-hamba-Nya dan rahmat-Nya yang tak terbatas:
“Innallaha Tawwabun Rahiim” (Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang).
Dalam banyak ayat lain Allah menghubungkan magfirah (pengampunan)-Nya dengan kasih sayang Mutlak-Nya: “innahu Huwal ghafuur ar-Rahim” (Sesungguhnya Dia adalah Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang).
Hubungan pengampunan dan belas kasih yang tak terbatas ini adalah perbedaan inti antara cara kita memaafkan dan cara mengampuni yang Mahakuasa. Bagi Allah sambil mengampuni mereka yang melakukan kesalahan, Dia juga menjamin cinta dan perhatian-Nya yang berkelanjutan bagi mereka.
Dengan kata lain, Allah dalam pengampunan-Nya dicirikan oleh dua landasan unik yang tidak dimiliki manusia:
Pertama, Allah mengampuni bukan hanya karena para pendosa itu memohon pengampunan-Nya, tetapi yang terpenting karena Allah mengasihi mereka. Itulah alasan mengapa Allah menyebut orang-orang berdosa “ibadiya” (hamba-hambaku yang tercinta).
Kedua, Allah tidak berhenti dengan pengampunan. Tetapi karena Dia mencintai orang-orang yang mencari pengampunan, Allah juga menjamin mereka perawatan khusus.
Bahkan justru karena kasih-Nya kepada hamba-hamba-Nya, Dia memiliki belas kasihan dan pengampunan yang tak terbatas bagi kita.
Dan itulah perbedaan mutlak antara kita memaafkan orang lain dan Allah, Maha Pengampun dan Penyayang, mengampuni hamba-hamba-Nya. Jadi, apakah Anda berani tidak berterima kasih kepada-Nya?
Kereta Bawah Tanah NYC, 22 Juli 2022. (*)