Anies Dicapreskan, Ini Awal dari Gempa Politik, NasDem Menang Banyak
PARTAI NasDem akhirnya mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai Bakal Calon Presiden 2024. Deklarasi Nasdem pada Senin, 3 Oktober 2022 itu tanpa kehadiran PKS dan Partai Demokrat. Padahal, rencana sebelumnya, Nasdem akan deklarasi pada 10 November 2022.
Berikut ini perbincangan pengamat politik Rocky Gerung bersama Wartawan Senior FNN Hersubeno Arief dalam Kanal Rocky Gerung Official, pada Senin (3/10/2022).
Halo-halo Bung Rocky, Senin ini Senin yang seru dan akan ada satu peristiwa yang saya kira sangat menarik dan banyak ditunggu orang setelah kemarin muncul goro-goro berkaitan dengan sprindik yang rencananya dikeluarkan oleh Firli Bahuri dan hari ini (Senin, 3 Oktober 2022) Nasdem mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai calon presiden.
Padahal, rencananya kan deklarasinya baru 10 November, masih bulan depan itu bersama dengan PKS dan Nasdem. Eh, tiba-tiba mendadak dan penting. Wah itu undangannya begitu kan yang kita baca. Undangannya pokoknya dan semua kakak harus hadir dalam pencapresan. Ini apa yang terjadi sebenarnya?
Ya, ini awal dari “gempa bumi politik”. Jadi, kalau kata anak milenial, Surya Paloh menang banyak. Ada kecerdikan pada Pak Surya Paloh untuk melihat momentum dan semua orang memang menganggap bahwa ini memang Firli niat banget njeblosin Anies ke penjara, ngapain. Tentu FirlI bukan sendirian.
Kalau kita lihat persaingan politik sekarang, pasti Firli jadi proksinya saja sebetulnya. Karena ngotot kan artinya ada urgensi. Urgensinya ya supaya Anies tercegah di dalam kompetisi itu. Pada saat yang sama, elektabilitas Anies naik terus. Nah, itu konyolnya tuh.
Nah, Pak Surya Paloh tentu menganggap sebelum jadi sprindik mending gue pasang badan dulu. Kira-kira begitu kalau gaya orang Medan berpikir tuh. Jadi, itu yang kemudian membuat spekulasi bahwa sudah menghitung konsekuensinya, pasti akan dijewer oleh Pak Jokowi.
Tapi ya sudah, orang yang sudah berkali-kali dijewer tapi lolos terus kan. Jadi kita mau lihat nanti bagian yang paling unik dari politik Indonesia, yaitu capres itu dipaksakan bukan karena besok sudah mau Pemilu tapi karena ditunggu oleh sprindik. Bagian-bagian itu.
Tapi memang unik. Anies Baswedan ini fenomenal saja? Dari awal dianggap sebagai penantang Jokowi karena dia memberi sinyal bahwa kabinetnya itu nanti kalau dia terpilih tidak akan sama seperti Jokowi, sementara yang lain menganggap supaya bisa jadi presiden harus meneruskan proyek Pak Jokowi.
Pak Prabowo bilang begitu, Ganjar bilang gitu, oh kami akan teruskan. Ya, buat apa di dalam kontras hari-hari ini untuk orang ingin menghindar dari Jokowi.
Jadi mereka yang menghindar dari Jokowi justru itu yang akan dielu-elukan rakyat. Bukannya Pak Jokowi nggak sukses. Ada saja yang dianggap sukses. Tapi orang merasa sudahlah, sudah cukuplah Pak Jokowi. Sudahlah kita ganti eralah. Kan bosen 7 tahun.
Di mana-mana juga ada semacam psikologi itu. Lepas sukses atau enggak sukses orang akan menganggap sudahlah beli baju baru. Nah, Anies ada di dalam karakter itu. Karakter politika Anies adalah konseptual, lalu diolok-olok, cuma bisa narasi. Ya iya, orang juga bayangkan Pak Jokowi cuma bisa kerja kerja kerja. Apa bedanya itu.
Kerja kerja kerja sebetulnya sesuatu yang tidak dituntun oleh narasi itu, oleh konsep. Nah, Anies ambil-alih isu itu. Jadi, dia dapat dukungan publik karena kemampuan dia untuk bernarasi, sama dengan kemampuan Jokowi untuk kerja kerja kerja itu nggak bisa dibedain.
Orang menganggap ya kerja kerja kerja nggak ada hasilnya, mending narasi-narasi saja tuh. Jadi, untuk sementara begitu. Tapi yang lebih penting adalah inisiatif Nasdem itu menggemparkan.
Padahal, kita tahu ya Pak SBY sebetulnya yang melindungi Anies dengan mengatakan jangan ada yang ganggu Anies. Kira-kira begitu. Nah, sekarang kita tunggu apa Demokrat akan hadir di situ tuh. Kalau Demokrat nggak hadir, ini masalah lagi nih, karena nanti ada persaingan figur antara Surya Paloh dan Susilo Bambang Yudhoyono.
Ya kita tahu kan memang pasti itu tidak mudah soal persaingan dua tokoh ini, dan kepentingan juga di antara dua tokoh itu. Dalam situasi ini Surya Paloh lebih rileks karena bagi dia nggak penting siapa calonnya, yang penting pokoknya gue menang. Kan begitu.
Sementara PAK SBY ini punya kepentingan menjadikan Agus Harimurti sebagai cawapreslah setidaknya kalau sepakat dengan Anies sebagai presidennya. Kan begitu ya.
Dan sekarang ini kenekatan Surya Paloh ini yang sekarang ditunjukkan dengan cara begitu. Dia bisa mengklaim bahwa walaupun dia bukan kader Nasdem tapi setidaknya bau Nasdem lah, karena pernah jadi deklarator Nasdem.
Ini Anies jadi kayak kembang direbutin semua kumbang gitu. Dan perebutan itu kita tahu di ujungnya akan ada semacam kesepakatan antara Nasdem dan Demokrat. Kan Pak SBY dan Pak Surya Paloh berteman di awal.
Kan Pak Surya Paloh pendukung Pak SBY dulu bahkan di periode pertama, tapi kemudian ada friksi-friksi. Namun, berhadapan dengan administrasi pemerintahan Pak Jokowi, kalau kita sebut rezim nanti lalu orang anggap itu kok begitu. Padahal sebetulnya kata rezim itu adalah goverment, rezim artinya yang sedang memerintah.
Rezim Jokowi memang harus diperlihatkan kontrasnya dengan penggantinya tuh. Yang saya bayangkan yaitu Anies. Yang lain mungkin ya belum ada kira-kira. Tapi, aspek-aspek lain dari kenekatan (sebut saja kenekatan) Pak Surya Paloh ini akan dihitung oleh Istana tuh.
Ya mungkin istana sekarang juga lagi bikin surat yang sama tuh, berkumpul semua karena akan ada reshuffle. Yang dimaksud reshuffle adalah menteri-menteri Nasdem pasti kan? Kan itu yang akan terjadi. Jadi kita pastikan saja, pasti akan ada reshuffle, yaitu Nasdem akan di-reshuffle satu paket dengan PPP akan direshuffle, Pak Suharso Monoarfa.
Nah, pada saat ini orang akan bersiap-siap paling tidak 2-3 menteri itu akan di-reshuffle. Lalu siapa yang akan ganti. Nah, itu masalahnya kalau nggak ada yang diundang Pak Jokowi masuk kabinet lalu merasa mending nggak, di luar saja tuh.
Karena sudah ada semacam psikologi lebih baik dipecat Pak Jokowi daripada diundang jadi menteri untuk reshuffle. Karena bebannya besar betul. Banyak menteri yang sebenarnya menunggu untuk dipecatlah. Saya kira Sri Mulyani juga menunggu-nunggu lebih baik dia di-reshuffle karena sudah berat itu. Dia sekarang mondar-mandir ke Amerika untuk cari pinjaman, bikin negosiasi, dan balik ke sini tiba-tiba ada keguncangan politik. Jadi. ini enaknya politik Indonesia. Hal yang tidak direncanakan, karena kekonyolan desain untuk mencegah seseorang, terjadilah masalah ini.
Apa nggak enak mundur duluan daripada dipecat Bung Rocky. Kayak Pak Suharso Monoarfa itu masa dia tetap bertahan di kabinet, termasuk Ibu Sri Mulyani.
Kalau Pak Suharso sebetulnya ya dia mundur karena memang sudah dipecat dari P3. Kalau sudah dipecat dari PPP kan artinya sudah dipecat dari kabinet. Tinggal momentum yang mungkin lagi dihitung Pak Suharso, di mana dia mendeklarasikan mundurnya itu, supaya ada gempa susulan setelah Nasdem kan. Kita ingin begitu.
Saya juga bicara dengan banyak kalangan yang dekat dengan istana, merasa bahwa memang ya sebaiknya kalau bisa dipecat deh. Tapi kan nggak mungkin Sri Mulyani dipecat, salahnya apa? Atau tokoh-tokoh lain yang punya potensi untuk bikin gempa bumi di istana.
Jadi, betul kita minta sebetulnya sisa kabinet yang masih mampu untuk memahami pikiran masyarakat sipil, itu ya mundur saja. Karena makin lama makin susah. Bukan demi kepentingan dia tapi demi kepentingan Pak Jokowi juga.
Kan Pak Jokowi juga mungkin berharap beberapa mundur deh supaya saya lebih lega untuk mengatur orang-orang yang betul-betul tinggal kor dia tuh. Betul, kalau Pak Pratikno nggak mungkin karena itu kornya Jokowi. Kalau kita hitung mungkin ada empat orang yang menteri yang betul-betul kor self-nya atau inti dari rezim Pak Jokowi.
Itu lebih lebih bermutu sebetulnya kalau kita biarkan Pak Jokowi tinggal dikelilingi oleh orang-orang yang betul-betul dari awal mengerti hakikat kekuasaan versi Jokowi. Kalau yang lain ini menteri-menteri yang terpaksa musti masuk di kabinet karena janji tukar tambah.
Yang sering saya catatkan, Pak Jokowi kan nggak punya pengetahuan lengkap tentang elit politik Jakarta tuh. Dan, itu memang faktual karena beliau datang dari seolah-olah Jakarta.
Peta persekongkolan politik Jakarta belum dia pahami. Tetapi, dia berupaya untuk belajar lebih banyak. Nah, sekarang ada masalah tuh. Nasdem yang pertama kali mengatakan semua kita, “Kita adalah Jokowi, Jokowi adalah Kita”. Itu kan Surya Paloh yang bilang begitu, waktu kampanye-kampanye pertama di Bundaran HI. Juga Surya Paloh yang akan membawa pulang gerbongnya dari Istana.
Saya ingat betul pada waktu itu nggak ada konsesi apapun ketika mendukung Pak Jokowi. Kan ngomongnya begitu waktu itu, tanpa konsesi apapun. Saya kira sama juga pasti ketemu Anies juga akan bilang begitu, ini tanpa konsesi apa-apa. Tapi setelah jadi tentu saja dong karena dia orang yang pertama kali mendeklarasikan. Nah, tapi begini, ayo kita balik lagi itu hitungannya.
Kalau ini seperti semacam kalau dalam operasi intelejen itu intersect. Menurut Anda, berani tidak Firli Bahuri melakukan lebih atau meneruskan rencananya mentersangkakan Anies karena kita tahu sekali lagi pasti memang bukan Firli. Kita ingat ya, Firli pada waktu itu menyatakan bahwa PT 20% membuat korupsi kan gitu, korupsi makin parah.
Ya, justru ujian pada Pak Firli. Saya kira setelah Nasdem deklarasi, Pak Firli juga akan deklarasi, yaitu mundur sebagai Ketua KPK. Kita berharap begitu. Kan nantinya Pak Firli nggak bisa menjalankan tugas remote kontrolnya.
Kakak Pembina bilang penjarakan Anies, justru Anies dicalonkan jadi presiden kan? Jadi, sebetulnya ini soal pertahanan etis saja dari tokoh-tokoh ini. Kalau Pak Firli merasa bahwa dia enggak berhasil, misalnya, dia musti kasih sinyal bahwa bukan dia sebetulnya yang ingin Anies dipenjara.
Kan maksudnya bukan sekedar dipanggil-panggil, mau dipenjara tuh. Nah, itu intinya. Bagi hitungan saya, Firli pernah mengucapkan sesuatu yang ternyata menggembirakan masyarakat sipil, yaitu 20% adalah sumber dari korupsi itu. Dan itu yang orang akan tagih dari Pak Firli.
Kalau Anda konsisten, teruskan ide itu, minta Mahkamah Konstitusi supaya berubah. Datangi saja MK, seperti Pak Mahfud dengan gagah berani dan Pak Jimly Assidiki datang ke MK untuk kasih sinyal dukungan tuh. Paling nggak ada dukungan pada masyarakat sipil.
Jadi, kalau Pak Firli juga ingin dapat dukungan masyarakat sipil, dia ubah saja narasinya. Jangan lagi ngomongin soal Anies tapi ngomongin terus soal 20% yang berbahaya dan sumber dari korupsi. Jadi orang akan anggap bahwa kalau begitu ya berarti Pak Firli sekadar disuruh untuk mengganggu Anies. Sekarang dia pulih lagi dengan ide demokrasi. Itu intinya. (Ida/sws)