Anies - Puan di Atas Angin, Cegat Muncul Calon Tunggal

Ketum Partai NasDem Surya Paloh dan Ketua DPP PDIP Puan Maharani bertemu di NasDem Tower, Senin (22/8/2022)

Politik adalah seni dari semua kemungkinan, bisa saja semua berubah secara mendadak. Kekuatan oligargi sangat besar untuk mengendalikan partai politik di Indonesia.

Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih

FOTO bersama Ketua DPR RI Puan Maharani dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (AB) saat ajang Formula E Jakarta (4 Juni 2022), bukan foto hanya sekedar hobi selfie. Tetapi memiliki muatan politik penuh makna.

Arah foto menuju ke AB dan mengesampingkan wajah Presiden Joko Widodo itu merupakan langkah berani Puan untuk meninggalkan dan mengabaikan Jokowi.

Di bagian terpisah Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto buru-buru memberi komentarnya, makna dari foto bersama tersebut mengatakan: “foto bersama antara Puan Maharani dengan Anies Baswedan sudah menjadi kecenderungan di masyarakat – itu suatu hal yang baik. Foto selfie bersama itu tampilannya suatu yang cukup baik,” katanya, di Kampus Universitas Pertahanan, Sentul, Bogor, Jawa Barat, Ahad (5/6/2022).

Berkali-kali dari markas Tengku Umar mengeluarkan nada sejuk bahwa Puan dan Anies tidak ada masalah, dalam ruang sama menatap masa depan bangsa yang lebih baik.

Sebelumnya Ketum NasDem Surya Paloh bertemu dengan Ketum Gerindra Prabowo Subianto di NasDem Tower, Gondangdia, Jakarta, Rabu (1/6/2022) dan dilanjutkan lobi dengan Presiden Jokowi tentang Capres 2024.

Lobi basa-basi ini tampaknya memberitahu dan seolah-olah minta pendapat Jokowi pasangan Capres 2024. Saat itu Surya ditengarai hanya penjajagan pandangan politik Jokowi tentang formasi Capres 2024.

Lobi tersebut ditangkap sinyalnya oleh Megawati. Surya Paloh harus dalam mitra kendalinya, bukan dikendalikan oleh Presiden atau Ketum Partai lain. Serangan Mega dilancarkan melalui forum Rakernas PDIP yang waktunya sudah sangat dekat pada 21 Juni 2022.

Hanya dalam rentang waktu hanya 17 hari dari foto Puan dan Anies dengan Rakernas PDIP.

Benar terjadi Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri mengatakan, tidak ada sebutan koalisi di Indonesia. Hal ini mengingat sistem tata negara menganut sistem presidensial dan bukan parlementer.

Sebaliknya, Megawati menilai lebih cocok penyebutan kerja sama politik jika dibandingkan koalisi. Hal ini disampaikan di hadapan Presiden Jokowi yang menghadiri acara Rakernas PDIP, Selasa (21/6/2022).

Pidato Megawati tentang tidak ada sebutan koalisi di Indonesia itu memiliki makna politik menghentikan laju Ganjar Pranowo, melepas Prabowo Subianto dan memberitahu pada Jokowi jangan campur tangan soal Capres 2024 saat bersamaan memberi ruang politik Anies dan Puan.

Lobi politik terus bergerak terpantau melalui media sosial Puan bertemu Surya Paloh di NasDem Tower, Jakarta Pusat, Senin (22/8/2022), Puan tiba pada pukul 11.00 WIB. Terlihat Puan mengenakan baju serba hitam.

Puan didampingi oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto hingga Ketua Bappilu PDIP Bambang Wuryanto. Selain itu beberapa kader PDIP lainnya terlihat mengawal.

Rentetan dari beberapa lobi politik yang bisa terlacak pasti didahului lobi politik senyap untuk memperlancar prosesnya.

Bisa dibaca bahwa Surya Paloh yang sudah berkawan (koalisi) dengan Partai Demokrat dan PKS, dugaan kuat menerima mandat memperluas kerjasama dengan parpol lainnya, termasuk mendekati PDIP secara terhormat.

Lobi Surya direspon positif oleh pihak PDIP. Bahkan Puan sampai mengatakan bahwa Surya Paloh adalah Pakdenya (saudara tuanya).

Rekayasa politik tersebut adalah untuk memuluskan formasi Anies Baswedan dan Puan Maharani. Proses ini pasti membawa korban politik lanjutan. Sangat mungkin akan menimbulkan reaksi oligarki untuk mencegatnya, apabila tidak  dalam kendalinya.

Ganjar Pranowo harus berhenti dari niatnya ingin maju Capres, kecuali nekad ada dukungan dari partai di luar PDIP dan masih diperlukan oleh oligarki, walaupun peluang ini sangat kecil.

Prabowo sendiri kini dalam kesulitan yang nyata, walaupun terus mencoba menggunakan Jokowi sebagai jembatan lobinya, bisa jadi salah sasaran karena Jokowi sudah jadi kartu mati.

Sekalipun masih ada hubungan dengan Oligarki, koalisi dengan PKB sangat rawan dan sangat rentan, lemah kalau nekad koalisi tersebut tetap akan dipakai Prabowo Subianto.

Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) pasti pecah, besar kemungkinannya PPP akan berbalik mengikuti kerjasama partai PDIP, Nasdem, dan Demokrat serta PKS. Sementara Golkar dan PAN akan dihadapkan pada pilihan menyerah atau bergabung dengan Prabowo atau partai politik besar bersama PDIP dkk.

Politik adalah seni dari semua kemungkinan, bisa saja semua berubah secara mendadak. Kekuatan oligargi sangat besar untuk mengendalikan partai politik di Indonesia.

Dari gerak lobi-lobi partai politik tersebut yang harus dijaga, jangan sampai ada calon tunggal. Itu jebakan oligarki sehingga Pilpres bisa ditunda dan akan muncul perpanjangan masa jabatan Presiden. (*)

480

Related Post