Ari Kuncoro, Segeralah Mundur Sebagai Rektor UI

REKTOR Universitas Indonesia (UI) Ari Kuncoro mundur dari jabatannya sebagai Wakil Komisaris Utama/Komisaris Independen Bank Rakyat Indonesia (BRI). Surat pengunduran dirinya dikirim ke Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rabu, 21 Juli 2021.

Mundur dari jabatan tersebut dia lakukan setelah rakyat menyoroti prilakunya merangkap jabatan yang dilarang tersebut. Prilakunya mencoreng wajah UI terkuak setelah pihaknya memanggil pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI gara-gara menulis kata-kata yang yang menjuluki Presiden Joko Widodo sebagai The King of Lip Service alias Raja Pembual.

Kata anak-anak milenial, Raja Gombal. Atau kata rakyat, Raja Pembohong. Sederet sebutan lainnya dialamatkan kepada yang suka pencitraan tersebut, termasuk masuk got.

Padahal, Arie yang bergelar profesor itu sudah lama melakukan rangkat jabatan haram tersebut. Jabatan di BRI itu disandangnya sejak 18 Februari 2020.

Sebelum menjadi rektor, ia juga merangkap jabatan sebagai Komisaris Utama Bank Negara Indonesia (BNI), sejak tahun 2017. Jabatan di BNI itu tidak salah dan melanggar aturan, karena waktu itu ia masih menjadi Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI dua periode, (2013–2017), dan (2017–2019)

Padahal, rangkap jabatan itu diharamkan alias dilarang berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 2013 tentang Statuta Universitas Indonesia. Larangan tersebut tentu sangat tepat guna menjaga marwah kampus perjuangan tersebut dari gangguan rezim dan partai politik.

Pasal 34 berbunyi, “Rektor dan wakil Rektor dilarang merangkap sebagai: a. pejabat pada satuan pendidikan lain, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat; b. pejabat pada instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah; c. pejabat pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta; d. anggota partai politik atau organisasi yang berafiliasi dengan partai politik; dan/atau e. pejabat pada jabatan lain yang memiliki pertentangan kepentingan dengan UI.

Nah, untuk mengamankan kepentingan rezim yang mengangkat Ari Kuncoro setelah melewati proses pemilihan yang dilakukan Majelis Wali Amanah UI, PP tersebut pun kemudian dalam sekejap disulap dan diubah. Melalui PP Nomor 75 tahun 2021 tentang Statuta UI yang ditandatangani Joko Widodo pada 2 Juli 2021, maka larangan tersebut dihapus.

Artinya, Rektor dan Wakil Rektor boleh rangkap jabatan menjadi komisaris pada BUMN/BUMD maupun swasta. Yang dilarang hanya rangkap jabatan menjadi direksi.

Perubahan PP tersebut menuai kecaman. Rakyat menganggap hal itu sebagai akal-akalan rezim guna “mengintimidasi” Civitas Akademika UI.

Dengan memberikan jabatan empuk dengan gaji yang wah, diharapkan sang rektor bisa mempengaruhi seluruh civitas akademika kampus kuning itu. Apalagi, kelak wakil rektor pun bisa dipastikan mendapatkan jatah sebagai anggota komisaris perusahaan plat merah maupun swasta.

Pergolakan yang terjadi di dalam UI bukan terjadi sekarang saja, terutama di era Jokowi. Pergolakan itu seakan-akan membuat UI menjadi terpecah. Terlebih lagi, salah seorang dosennya, Ade Armando adalah buzzerRp pemerintah. Kebohongan, bualan dan sederet sebutan yang dialamatkan kepada Jokowi selalu dibelanya. Rakyat sudah tahu, Ade Armando aman menjadi buzzer karena dilindungi Rektor UI Ari Kuncoro. Keduanya ibarat pepatah, “Setali tiga uang.”

Akan tetapi, Ade Armando, Ari Kuncoro dan para buzzer yang ada di tubuh UI maupun alumni UI lupa bahwa kampus tersebut tidak sekedar tempat mendidik mahasiswa dan mencetak pemimpin bangsa. Banyak yang lupa jika kampus kuning itu adalah merupakan kampus perjuangan.

Dari kampus itulah dikumandangkan Tritura (tiga tuntutan rakyat) yang akhirnya menumbangkan rezim Sukarno yang dicap dengan orde lama (orla). Ia kemudian digantikan Soeharto dengan sebutan orde baru (Orba).

Soeharto pun tumbang oleh gerakan reformasi yang dimotori oleh Ikatan Alumni UI yang membacakan deklarasi memintanya mundur sebagi presiden. Walaupun kampusnya sudah pindah ke Depok, Jawa Barat, namun deklarasi tersebut dibacakan oleh Ketua Iluni UI, Haryadi Dawrmawan (almarhun), di UI Salemba, Jakarta Pusat.

Kembali ke persoalan Ari Kuncoro. Apa yang dilakukannya itu, memanggil pengurus BEM UI karena mengkritik rezim Jokowi dan rangkap jabatan sebagai Wakil Komisaris BRI merupakan perbuatan yang sangat memalukan. Dia melakukan hal tersebut pada saat rakyat sudah muak dengan rezim. Rakyat sudah tidak sabar agar Jokowi segera mundur dan berhenti sebagai presiden, dan diganti dengan pemimpin yang betul-betul melakukan perubahan di berbagai bidang.

Rangkap jabatan menjadi anggota komisaris di BUMN enak. Apalagi menjadi Wakil Komisaris Utama/Independen di BRI dengan gaji yang wah. Berdasarkan Laporan Keuangan BRI pada Kuartal I 2021, pembayaran gaji dan tunjangan 10 orang dewan komisaris Rp 12,59 miliar pada periode Januari hingga Maret 2021 atau selama tiga bulan.

Jika dibagi rata, maka dia bisa mendapat gaji sekitar Rp 1,259 miliar dalam tiga bulan. Dengan nominal tersebut, Ari Kuncoro bisa mendapat gaji dan tunjangan sebagai wakil komisaris utama BRI sekitar Rp 419 juta per bulan. Angka tersebut belum termasuk tantiem dan bonus untuk dewan komisaris.

Oleh karena itu, sangat wajar rakyat gusar kepadanya. Setelah mengajukan surat penguduran diri, rakyat malah memintanya agar megembalikan gaji dan penghasilan selama menjabat sebagai anggota Komisaris BRI. Berapa jumlah yang harus dikembalikan? Anda kalikan sejak sejak ia diangkat menjadi komisaris pada Februari 2020.

Ari Kuncoro. Anda profesor dan lulusan master of arts dari Univerity of Minessota, dan meraih gelar Ph.D- dalam bidang Ilmu Ekonomi dari Brown University. Anda jangan serakah. Segeralah mundur dari jabatan Rektor UI.

Segeralah kembalikan penghasilan yang Anda peroleh dari pekerjaan haram itu. Haram, karena Anda menabrak Peraturan Pemerintah. Kenapa masih serakah. Toh Anda sudah kaya-raya.

Berdasarkan laporan kekayaan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi pada 29 Maret 2021 untuk jenis Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LKPN) peride tahun 2020, Anda sudah memiliki kekayaan Rp 52,47 miliar, tepatnya Rp 52.478.724.275. Enam bulan pertama 2021 ini mungkin sudah bertambah lagi.

Segeralah kembalikan uang itu. Segeralah mundur sebagai Rektor UI. Sebab, gerakan yang dilakukan BEM UI yang Anda panggil adalah tanda-tanda rezim segera nyungsap. Apalagi, gerakan mereka pun diikuti oleh sejumhah BEM di kampus lainnya. Gerakan mereka juga disukai rakyat.

Jika mengacu pada Pasal 34 (1) PP Nomor 68 tahun 2013 tentang Statuta UI, jabatan Anda harus berakhir karena melakukan tindakan tercela (ayat 1 d). Kalimat melakukan tindakan tercela itu juga tetap ada dalam PP baru yang mencoba menyelamatkan Anda dari amukan rakyat. Hanya saja dicantumkan dalam Pasal 38.

Mundurlah segera sebagai Rektor UI. Ketimbang dimundurkan oleh rakyat, lebih baik mengundurkan diri. UI adalah kampus perjuangan. Jangankan mengundurkan diri Anda. Dua presiden pun mundur atas desakan yang dimotori oleh mahasiswa dan kaum intelektual UI, meskipun mahasiswanya dimanfaatkan oleh pihak tertentu, tetapi kepentingannya sama, yaitu perubahan. **

474

Related Post