Bangsa Ini Dibodohkan dan Dimiskinkan oleh Sistem

Oleh Prihandoyo Kuswanto | Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila

MENTERI Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengakui ada sejumlah sertifikat hak milik (SHM) atau sertifikat hak guna usaha (SHGU) di atas lahan hutan.

Proses Pembodohan 

Entah ķita yang bodoh atau apalah soal tanah ini, laut dan hutan bisa disertifikatkan hak milik dengan berbagai macam alibi. Seakan rakyat ini bodoh. 
Emang sekarang zaman batu yang tidak ada teknologi penginderaan, jauh sengaja satelit diabaikan? Dan ĺucuñya tindakan mensertifikatkan laut hutan dianggap bukan kejahatan pidana.

Lebih parah lagi di Surabaya  sertifikat laut itu diagunkan ke bank untuk minta kredit. Apakah ini bukan kejahatan? 

Kata Soekarno, bangsa ini memang tidak bodoh dan miskin tetapi dibodohkan dan dimiskinkan  oleh sistem kapitalis dan liberalis.

Menciptakan Tuan Tanah jauh dari keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
 
Pemerintah itu harus mencontoh Australia yang negara kapitalis, di mana developer itu tidak boleh seenaknya diberi ribuan hektar. Di Australia jika developer  ingin membangun kawasan perumahan, maka pemerintah  bertanya setahun kamu bisa jual rumah berapa banyak. Misalnya bisa memasarkan  200 rumah, maka pemerintah akan mengijinkan penguasaan tanah  untuk 200 rumah. Setelah habis terjual boleh mengajukan lagi.

Di Indonesia tidak begitu, BSD diberi 7000 hektar dan 40 tahun kemudian baru bisa membangun 2500 hektar. Jadi pemerintah menciptakan tuan tanah 40 tahun yang lalu harga tanah 2000 rupiah sekarang harga tanah di BSD bisa 50 juta. Jadi anak cucu kita jangan harap bisa memiliki rumah selama pemerintah menciptakan tuan tanah. Begitu juga di Surabaya, Ciputra kuasai 3000 hektar tanah tapi belum terbangun sampai sekarang.

Jika di Jepang penguasaan tanah yang tidak dibangun, maka pajaknya akan tinggi. Tetapi jika tanah itu bisa membuka lapangan pekerjaan yang besar, maka pajak tanah akan dimurahkan. Jadi, sesungguhnya pejabat kita ini lebih kapitalis dibanding negara-negara kàpitalis.

Padahal dalam sumpah jabatannya "Melindungi segenap bangsa dan tanah tumpah darah Indonesia," serta mensejaterahkan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa.

Sejak UUD 1945 diamandemen diganti dengan UUD 2002, negara ini telah diganti menjadi negara Super Liberal dan Super Kapitalistik. Kaum cerdik pandai sudah tahu. Dengan pola banyak banyakan suara kalah menang, negara ini berada di titik nadir. Tetapi anehnya mereka masih berteriak mendukung demokrasi liberal.

Residu yang ditinggalkan oleh pemerintahan Jokowi memang sangat akut apalagi menyangkut tanah 

Jokowi melanggar konstitusi dan UU Agraria no 5 tahun 1960.dengan memberi konsensi selama195 tahun pada pengembang di IKN .Dari sanalah tanah tanah dengan mudah diberikan pada pengembang dan kebun-kebun  sawit itu juga merampas tanah rakyat.

 Yang namanya konsep perkebunan inti plasma itu yang menguasai tanah terbesar bukan inti tetapi plasma rakyatlah. Tetapi konsep ini dibalik inti lebih besar dari plasma penguasaan lahannya. Jadi jangan heran kalau Sinar Mas menguasai lahan seluas Provinsi Jawa Barat.

Apakah cerdik pandai dan kampus kampus beserta Guru Guru Besar memahami dampak demokrasi liberal ini terhadap kedaulatan rakyat .

Belum lagi kita bicara pertambangan emas, perak, torium, batubara,  galena, timah minyak, gas. Belum hasil laut hasil perkebunan ke mana semua itu? Hasilnya dibawa ke mana kok APBN kita sumber terbesar masih didapat dari pajak, terus ke mana kekayaan ibu pertiwi itu? (*)

48

Related Post