Bareskrim Perlu Periksa Semua Anggota Komisi III DPR RI

Jumpa pers Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang menetapkan Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka pembunuhan Brigadir Yosua.

Atas kejadian tersebut wajar kalau masyarakat kemudian meminta Bareskrim apabila dimungkinkan kasus FS ini ada benang merah alasan kenapa Komisi III diam dan terkesan acuh atas peristiwa ini.

Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih

KITA apresiasi tiga kali Presiden Joko Widodo meminta kasus Fredy Sambo (FS) segera dibuka dan disampaikan kepada masyarakat secara transparan, jangan sampai ada rekayasa yang menutupi kejadiannya.

Dipastikan Presiden Jokowi sudah menerima informasi dari jalur intelijen ada yang tidak wajar atau tidak beres pada peristiwa pembunuhan Brigadir Yosua.

Puncaknya Presiden Jokowi telah memanggil Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada hari Senin, 8 Agustus 2022.

Peristiwa FS sesungguhnya tidak terlalu rumit apabila dibandingkan dengan peristiwa KM 50, Presiden begitu sigap dan bertindak cepat atas peristiwa (kasus FS) tersebut, dimaknai ada kerumitan lain yang harus segera diungkap. Yaitu kerumitan justru terletak pada muatan rekayasa peristiwanya yang sangat tidak wajar justru dilakukan oleh aparat kepolisian.

Makin rumit ketika peristiwa tersebut dikaitkankan dengan posisi FS sebagai Komandan Satgasus Merah Putih, terutama kaitannya dengan sumber dana yang dimiliki. Diduga kuat terkait dengan kasus perjudian, mafia narkotika, dan yang ujungnya melibat pada ada dugaan peredaran uang haram yang maha besar di lingkungan pejabat negara.

Saling menggigit dan mengait satu sama lain. Tiba-tiba Machfud MD, Menko Polhukam, dengan jelas mengatakan kasus FS bukan kasus kriminal biasa. Dengan gamblang memberikan ilustrasi bagaimana proses peradilan di negara ini yang rusak. Lebih lanjut nyrempet kritik kepada DPR RI khususnya Komisi III yang terkesan bungkam atas peristiwa FS tersebut.

Menurut Mahfud, pasifnya sikap DPR karena merupakan bagian dari masalah psikopolitik yang ada di Mabes Polri. “Selama ini, misalnya, saya katakan psikopolitisnya. Semua heran kenapa kok DPR semua diam ini kan kasus besar, biasanya kan ada apa, paling ramai manggil, ini mana enggak ada tuh,” ujar Mahfud.

Dalam keheningan diamnya DPR RI khususnya Komisi III itu, setelah muncul  kritikan dari Machfud MD (Mengkopulhukam), baru muncul pembelaan diri, dari salah satu anggota Komisi III Arsul Sani dengan logika yang aneh.

Arsul merespons pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD yang menyoroti sikap diam DPR terkait kasus penembakan Brigadir J. : “menyatakan sikap irit komentar dalam kasus penembakan Brigadir J tak lantas berarti bahwa DPR diam. Menurutnya, komunikasi dengan pimpinan Polri dilakukan secara informal karena DPR tengah menjalani masa reses saat ini”.

Arsul, lebih lanjut menyampaikan, Komisi III DPR menghindari menyampaikan pernyataan yang melampaui kewenangan DPR, seperti mengumumkan jumlah tersangka, dalam penanganan sebuah kasus merupakan kewenangan aparat kepolisian.

“Kami di DPR menghindari memang untuk offside ya. Buat offside itu saya misalnya, yang berwenang mengumumkan tersangka itu kan Bareskrim Polri. Jangan juga ada pejabat lain yang menyampaikan ada tersangka ketiga. Itu kan porsinya Bareskrim Polri,” ujar Waketum PPP itu.

Arsul juga menyampaikan pihaknya telah menyampaikan informasi secara informal ke Komnas HAM agar bekerja sesuai dengan kewenangan dan tidak masuk dalam kerangka pro justitia.

Keanehan terkesan asal jawab atau klarifikasi. Kalaulah alasan reses bisa dipahami toh reses bisa dibatalkan kalau ada masalah yang emergency terkait dengan peran dan fungsi DPR RI harus cepat bertindak atas keadaan yang genting/penting telah memanggilnya.

Lebih ngawur lagi asal klarifikasinya, soal penetapan tersangka itu wewenang Bareskrim, urusan penetapan tersangka memang urusan Bareskrim via penyidik. Hanya urusan memanggil Kapolri tersebut tugas Komisi III untuk meminta kejelasan dan meminta kasusnya segera diselesaikan sejalan dengan himbauan Presiden yang terus mengulang-ulang sampai tiga kali.

Kelambatan Komisi III memanggil Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan sikap diamnya tidak boleh dianggap wajar. Rakyat wajib terus mengawasi dan sesuai kondisi kegawatan yang ada atas indikasi apabila ada hal hal yang tidak wajar harus diketahui masyarakat luas.

Atas kejadian tersebut wajar kalau masyarakat kemudian meminta Bareskrim apabila dimungkinkan kasus FS ini ada benang merah alasan kenapa Komisi III diam dan terkesan acuh atas peristiwa ini.

Bareskrim harus ada keberanian untuk periksa semua anggota Komisi III DPR RI. Kasus FS ini diduga kuat akan merembet pada peredaran uang haram yang akan membakar semua yang terlibat. (*)

413

Related Post