Berkelana Jemput Ular
Oleh Ridwan Saidi Budayawan
Berkelana, atau ngumbara, dalam Betawi, memerlukan perbekalan dan pengamanan.
Tradisi berkelana kita mengenalnya setidaknya 3000 tahun lalu ketika bersentuhan dengan peradaban Maya.
Tujuan berkelana ketahanan fisik dan menambah pengetahuan.
Berkelana dengan berombongan biasanya dalam rangka migrasi. Untuk pengamanan biasanya mereka menbawa penjinak ular.
Rombongan Queen of Sheba abad II berkelana ke Indonesia dari Axumite membawa wanita suku Naja, Afro. Mereka penjinak ular.
Dalam pelatihan silat Guru Cit kampung Pecenongan, latihan ada tiga tahap:
1. Belajar jurus
2. Kena'at, konservasi enerji
3. Ngumbara.
Kena'at menentukan murid bisa lanjut ke tingkat ngumbara atau harus berakhir sampai di situ.
Dalam kena'at murid a.l direndam di kali dan pas muncul kepalanya dipukul guru.
Dalam ngumbara murid mencari sasaran exclusif, misal danau terpencil dan harus menempuh route yang banyak bahayanya seperti ular dan begal. Kalau sampai hari akhir ngumbara, yang telah ditentukan guru, bisa kembali dengan selamat, maka murid dinyatakan khattam, selesai.
Guru-guru mengaji biasanya mengerti silat. Itu harus karena tempat mengajar kadang-kadang jauh dan ditempuh dengan berjalan. Guru tidak sendiri, biasanya ditemani mukitib, tukang membawa kitab. Saya tak dapat membayangkan dalam kegelapan malam diterjang hujan. Tapi itu mereka lakukan dengan ikhlas. (RSaidi)