Bola Voli antara Zhu Ting dan Aprilia Manganang (Bagian 1)
Beruntung Andika menyebut Aprilia masih boleh terus berkarier di TNI, dan mengaku lolosnya Aprilia lewat jalur khusus/jalur prestasi kala itu karena tidak melewati proses pemeriksaan medis yang lengkap. Ia merasa ikut bertanggung jawab atas kejadian ini. Aprilia akan mensahkan statusnya sebagai laki-laki lewat pengadilan dan akan mengganti namanya dengan nama baru.
By Rahmi Aries Nova
Jakarta, FNN - ZHU Ting adalah pebola voli terbaik dan termahal di dunia saat ini. Kapten Timnas China tersebut kerap diundang dalam acara-acara resmi kenegaraan dan diajak berdialog langsung oleh Presiden Xi Jinping. Suatu yang tidak pernah ia bayangkan, mengingat awalnya ia hanya gadis kecil dari desa terpencil Dhancheng, Zhoukou, di Provinsi Henan.
"Susah menjelaskan di mana desa saya karena sepertinya tidak ada di peta," ungkap pemain kelahiran 29 November 1994 dalam wawancara dengan Kantor Berita Xinhua.
Di usia 13, Zhu Ting yang tinggi badannya sudah 170 cm dikirim oleh guru olahraganya ke Henan Province Sports School, sekolah khusus olahraga di ibu kota provinsi itu. Awalnya, ia bingung harus memilih cabang apa. Sempat ingin bergabung dengan tim bola basket, tetapi ditolak. Menurut pelatih basket, badannya terlalu kurus tidak cocok dengan basket yang kerap ber body contact.
Pilihan berikutnya cabang atletik. Akan tetapi, ia juga gagal saat tes lari. Akhirnya, pemandu bakat di sekolah tersebut mengarahkannya ke cabang bola voli.
Betul saja, meski tak punya 'darah' olahraga, tidak ada latar belakang olahraga apa pun dari kedua orang tuanya, Zhu Ting langsung melesat dan menjadi pemain yang paling menonjol di Henan.
Pada usia 19, ia pun dipanggil ke tim nasional besutan pelatih legendaris Lang Ping. "Saat itu cuma saya pemain yang berasal dari desa. Pemain lain kebanyakan berasal dari kota besar," jelas anak ke 3 dari lima bersaudara ini. Lang Ping sendiri menyebut Zhu Ting yang kala itu tingginya sudah 191 cm masih terlalu kurus.
Jadi untuk 'si anak desa' ini ia pun mendatangkan serbuk protein khusus dari Amerika Serikat. Hasilnya Zhu Ting bukan cuma makin berisi, tetapi saat meraih emas di Olimpiade Rio de Janeiro, Brazil, menjadi pemain tertinggi kedua dalam timnya, 198 cm, setelah Yuan Xinyue yang 201 cm.
Seperti Zhu Ting, Aprilia Manganang pun lahir di desa. Tepatnya, di Kecamatan Tahuna, yang juga ibukota Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, pada 27 April 1992. Ia juga mulai berlatih bola voli sejak Sekolah Menengah Pertama (SMP). Saat SMA sempat pindah ke cabang bola basket tapi kemudian kembali lagi menekuni bola voli dan bergabung dengan klub Pro Liga, mengikuti jejak sang kakak Amasya Manganang, dan berikutnya juga dipanggil ke tim nasional. Manganang bersaudara bahkan tampil bersama membela tim nasional saat Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games pada 2018 lalu.
Beda dengan Zhu Ting yang saat bergabung dengan tim nasional tidak berotot, Aprilia sejak muncul di pentas bola voli nasional pada 2011 bukan cuma tomboy, tapi juga kekar dan berotot layaknya laki-laki. Saat itu banyak yang mempertanyakan status gender Aprilia. Begitu juga di setiap ajang SEA Games yang ia ikuti. Filipina bahkan sempat melayangkan protes resmi pada penyelenggara SEA Games 2015 Singapura.
Kecurigaan panjang yang akhirnya dijawab oleh Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa pada Selasa (9/3). Dalam Konferensi Pers di Markas Besar TNI AD (Mabesad) Andika memastikan bahwa Aprilia, yang sejak 2016 bergabung dengan Korps Wanita Angkatan Darat (Kowad) dan kini berpangkat Sersan Dua, berjenis kelamin laki-laki.
Menurut KSAD, Serda Aprilia Manganang memiliki kelainan pada sistem reproduksi. Kelainan tersebut bernama hipospadias.
“Anak ini termasuk dalam kasus Hipospadias serius sehingga paramedis, yang membantu kelahirannya, dan orang tuanya menilai secara fisik, bahwa dia perempuan,” jelas Andika. Dan identitas itu ia pakai hingga 28 tahun, sebelum akhirnya ia menjalani serangkaian tes di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) sejak Februari lalu, dan ia dinyatakan bukan perempuan.
Kalau saat lahir 'kelainan' Aprilia tidak terdeteksi karena faktor kekurangpengetahuan, bagaimana mungkin timnas pun bisa kecolongan? Pemusatan latihan yang mengaku sudah berbasis sports science ternyata bahkan tidak bisa mendalami dan mencari jawaban atas perawakan Aprilia yang secara kasat mata amat berbeda dengan kebanyakan perempuan.
Ini pasti bukan kesalahan Aprilia, tapi kelalaian PB PBVSI, penanggung jawab tim nasional, Pelatnas (Pemusatan Latihan Nasional) dan otoritas olahraga di Indonesia. Mengapa tidak melakukan tes yang menyeluruh saat seleksi?
Kalau timnas bola voli China bahkan bisa menambah tinggi badan Zhu Ting hingga 7 cm (sports engineering), timnas bola voli kita bahkan tidak bisa mendeteksi dengan benar jenis kelamin Aprilia.
Akibatnya, pada saat Zhu Ting masih akan terus berburu dan menambah gelarnya, di Olimpiade Tokyo, Kejuaraan Dunia, dan event-event lain Aprilia justru terancam bakal kehilangan gelar-gelar yang pernah ia raih. Ia harus mengembalikan gelar-gelar MVP yang pernah diraihnya secara pribadi dan medali yang ia raih bersama tim.
Medali Perunggu SEA Games 2015, perak SEA Games 2017 dan gelar-gelar juara Pro Liga bersama Jakarta Electric PLN (2015, 2016, 2017), Jakarta PGN Popsivo (2019).
Beruntung Andika menyebut Aprilia masih boleh terus berkarier di TNI, dan mengaku lolosnya Aprilia lewat jalur khusus/jalur prestasi kala itu karena tidak melewati proses pemeriksaan medis yang lengkap. Ia merasa ikut bertanggung jawab atas kejadian ini. Aprilia akan mensahkan statusnya sebagai laki-laki lewat pengadilan dan akan mengganti namanya dengan nama baru. (Bersambung) **
Penulis, wartawan senior FNN.co.id