Crossboy ke Milenial
Oleh Ridwan Saidi Budayawan
CROSSBOY usia di ambang matang. Usia berapa? Relatif. Tapi sering diasosiasi dengan status perkawinan belum kawin. Kalau jadi perjaka tidak matang-matang disebut tua kejemur.
Crossboy dapat disamakan pengertiannya dengan yang sekarang disebut generasi milinial.
Eksresi generasi milenial kini sering dikaitkan dengan kemajuan tekno komunikasi.
Crossboy muncul sekitar tahun 1957. Ekspresinya cenderung kebarat-baratan. Film-film Hollywood berpengaruh dalam konteks ini dan juga musik rock 'n roll dengan bintangnya Elvis Presley.
Gejala perkelahian antar-kelompok bukan trade mark crossboy, walau itu kadang-kadang ada. Style tampilan dan gaul itu yang lebih dominan. Di rumah-rumah juga ada pesta muda-mudi dengan hiburan plat gramaphone dan dansa. Sewaktu-waktu dimunculkan band, yang ketika itu sedang musim-musimnya.
Film-film Hollywood dengan tema western, love, perang ramai penonton. Apalagi film Alfred Hitchkock yang realistis tapi penuh misteri. Saya heran film The Old Man and the Sea dengan Spencer Tracy ramai penontonnya juga. Padahal sepanjang tayang cuma kakek-kakek sendirian lagi mengail di laut.
Film India? Di bioskop-bioskop tertentu saja. Walau judul filmnya serem misal Aaphra Dikahoun? Siapa pembunuhnya, tetap tak masuk bioskop semacam Menteng, Capitol, Globe, atau Garden Hall. Apalagi bioskop Podium Cikini yang spesial memutar film-film sebelum PD II. Dan tatkala rehat penonton dihibur dengan chamber music. Saddap.
Gaya crossboy meredup tatkala import film Hollywood distop yang disusul dengan larangan terhadap musik rock 'n roll yang disebut ngak ngik ngok. Ngik dalam Betawi artinya stop. Ngak ngok saya tak tahu. Lalu di jalan-jalan sering ada operasi celana jengki (blue jeans). Kedapatan pakai jengki ujung celana dua-duanya digunting.
Peminat lagu-lagu barat biasanya diam-diam stel radio Australia.
Beriringan dengan ekonomi yang sulit di era Orla itu, gaya berbusana juga disesuaikan dengan keadaan ekonomi.
Masa perpeloncoan sebagai tradisi masuk perguruan tinggi diganti dengan Masa Kebaktian Teruna.
Di tempat-tempat umum pun dilarang berbahasa Belanda sehingga "sub kultur" Betawi Menteng pun meredup.
Ketika muncul Orde Baru, life style crossboy, "sub culture" Betawi Menteng, bioskop Podium yang hilang sejak Orla tak kembali lagi kendati di jaman Orba. (RSaidi)