Denny Indrayana: 𝗠𝗮𝗵𝗸𝗮𝗺𝗮𝗵 𝗞𝗼𝗻𝘀𝘁𝗶𝘁𝘂𝘀𝗶 𝗶𝘀 𝗡𝗢𝗧 "𝗦𝗮𝗽𝗶 𝗳𝗼𝗿 𝗦𝗮𝗹𝗲"
Jakarta, FNN - Mantan Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana kembali membocorkan dugaan permainan hukum di Mahkamah Konstitusi dalam rangka mengamankan Pilpres 2024.
"Pagi ini saya kembali mendapatkan informasi penting soal MK. Kali ini syarat umur menjadi Hakim Konstitusi yang menjadi objek jualan "𝗱𝗮𝗴𝗮𝗻𝗴 𝘀𝗮𝗽𝗶" di antara politisi di "Republik Konoha", kata Denny yang tersebar luas di media sosial
Denny menegaskan bahwa syarat umur sekarang menjadi primadona pintu masuk 𝙥𝙤𝙡𝙞𝙩𝙞𝙘𝙠𝙞𝙣𝙜. "𝗕𝘂𝗸𝗮𝗻 𝗵𝗮𝗻𝘆𝗮 𝘀𝘆𝗮𝗿𝗮𝘁 𝘂𝗺𝘂𝗿 𝗰𝗮𝗽𝗿𝗲𝘀-𝗰𝗮𝘄𝗮𝗽𝗿𝗲𝘀, 𝘁𝗮𝗽𝗶 𝘀𝘆𝗮𝗿𝗮𝘁 𝘂𝗺𝘂𝗿 𝗵𝗮𝗸𝗶𝗺 𝗸𝗼𝗻𝘀𝘁𝗶𝘁𝘂𝘀𝗶 𝗽𝘂𝗻 𝗶𝗸𝘂𝘁 𝗺𝗲𝗻𝗷𝗮𝗱𝗶 𝘁𝘂𝗺𝗯𝗮𝗹 "𝗱𝗮𝗴𝗮𝗻𝗴 𝘀𝗮𝗽𝗶", paparnya
Lagi-lagi kata Denny, hukum direndahkan hanya dijadikan alat, untuk strategi pemenangan Pemilu, khususnya Pilpres 2024. "𝗨𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗺𝗲𝗻𝗴𝘂𝗮𝘀𝗮𝗶 𝗸𝗼𝗺𝗽𝗼𝘀𝗶𝘀𝗶 𝗵𝗮𝗸𝗶𝗺 𝗺𝗶𝗻𝗶𝗺𝗮𝗹 𝟱 (𝗹𝗶𝗺𝗮) 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴, 𝗱𝗮𝗿𝗶 𝘁𝗼𝘁𝗮𝗹 𝟵 (𝘀𝗲𝗺𝗯𝗶𝗹𝗮𝗻) 𝗵𝗮𝗸𝗶𝗺 𝗸𝗼𝗻𝘀𝘁𝗶𝘁𝘂𝘀𝗶; maka kekuatan politik bergerilya mengocok ulang susunan hakim MK," tegasnya.
"Ingat, penentu akhir pemenang pemilihan presiden adalah Mahkamah Konstitusi, utamanya jika ada sengketa penghitungan suara. 𝗞𝗮𝗿𝗲𝗻𝗮 𝗶𝘁𝘂, 𝗸𝗼𝗺𝗽𝗼𝘀𝗶𝘀𝗶 𝟱 (𝗹𝗶𝗺𝗮) 𝗵𝗮𝗸𝗶𝗺 𝗠𝗞 𝗽𝗲𝗿𝗹𝘂 𝗱𝗶𝗸𝘂𝗮𝘀𝗮𝗶, 𝘂𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗺𝗲𝗻𝗷𝗮𝗺𝗶𝗻 𝗸𝗲𝗺𝗲𝗻𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻," papar Denny.
Menurut Denny, rencananya, awal September nanti, UU Mahkamah Konstitusi kembali diubah. Bahwasanya 𝗽𝗲𝗿𝘂𝗯𝗮𝗵𝗮𝗻 𝗸𝗲𝗲𝗺𝗽𝗮𝘁 𝗱𝗮𝗿𝗶 𝗨𝗨 𝗠𝗞 𝗶𝘁𝘂 𝘀𝗮𝗻𝗴𝗮𝘁 𝗽𝗼𝗹𝗶𝘁𝗶𝘀 𝗱𝗮𝗻 𝘀𝗮𝗿𝗮𝘁 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 "𝗱𝗮𝗴𝗮𝗻𝗴 𝘀𝗮𝗽𝗶" 𝗸𝗲𝗽𝗲𝗻𝘁𝗶𝗻𝗴𝗮𝗻, 𝘁𝗲𝗿𝗰𝗲𝗿𝗺𝗶𝗻 𝗱𝗮𝗿𝗶 𝗳𝗼𝗸𝘂𝘀𝗻𝘆𝗮 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗵𝗮𝗻𝘆𝗮 𝗽𝗮𝗱𝗮 𝘀𝗮𝘁𝘂 𝗻𝗼𝗿𝗺𝗮, 𝘆𝗮𝗶𝘁𝘂 𝘁𝗲𝗿𝗸𝗮𝗶𝘁 𝘀𝘆𝗮𝗿𝗮𝘁 𝘂𝗺𝘂𝗿 𝗺𝗲𝗻𝗷𝗮𝗱𝗶 𝗵𝗮𝗸𝗶𝗺 𝗠𝗞.
"Dalam Perubahan Ketiga UU MK Nomor 7 Tahun 2020, syarat umur menjadi hakim MK telah dinaikkan menjadi, "𝗕𝗲𝗿𝘂𝘀𝗶𝗮 𝗽𝗮𝗹𝗶𝗻𝗴 𝗿𝗲𝗻𝗱𝗮𝗵 𝟱𝟱 (𝗹𝗶𝗺𝗮 𝗽𝘂𝗹𝘂𝗵 𝗹𝗶𝗺𝗮) 𝘁𝗮𝗵𝘂𝗻". 𝗞𝗲𝘁𝗲𝗻𝘁𝘂𝗮𝗻 𝗶𝘁𝘂 𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗱𝗶𝘂𝗯𝗮𝗵 𝗺𝗲𝗻𝗷𝗮𝗱𝗶 𝗺𝗶𝗻𝗶𝗺𝗮𝗹 𝟲𝟬 𝘁𝗮𝗵𝘂𝗻. Maka, bisa diduga "𝘀𝗮𝘀𝗮𝗿𝗮𝗻 𝘁𝗲𝗺𝗯𝗮𝗸𝗻𝘆𝗮" adalah 𝙢𝙚𝙣𝙙𝙚𝙥𝙖𝙠 𝙝𝙖𝙠𝙞𝙢 𝙈𝙆 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙗𝙚𝙡𝙪𝙢 𝙗𝙚𝙧𝙪𝙨𝙞𝙖 60 𝙩𝙖𝙝𝙪𝙣, karena figurnya dianggap tidak sejalan dengan strategi pemenangan Pilpres," tegasnya.
Saat ini kata Denny, sedang terjadi "lobi dan negosiasi dagang antara sapi", agar ada pasal transisi alias pasal peralihan, sehingga hakim MK yang belum berusia 60 (enam puluh) tahun tetap bisa tetap menjabat.
"𝙏𝙚𝙣𝙩𝙪 𝙨𝙖𝙟𝙖, 𝙝𝙖𝙡 𝙙𝙚𝙢𝙞𝙠𝙞𝙖𝙣 𝙨𝙖𝙣𝙜𝙖𝙩 𝙢𝙚𝙣𝙮𝙚𝙙𝙞𝙝𝙠𝙖𝙣 𝙙𝙖𝙣 𝙝𝙖𝙧𝙪𝙨 𝙙𝙞𝙡𝙖𝙬𝙖𝙣! 𝙈𝙚𝙣𝙜𝙪𝙧𝙪𝙨 𝙍𝙚𝙥𝙪𝙗𝙡𝙞𝙠 𝙝𝙖𝙣𝙮𝙖 𝙙𝙞𝙟𝙖𝙙𝙞𝙠𝙖𝙣 𝙥𝙚𝙧𝙢𝙖𝙞𝙣𝙖𝙣. 𝘼𝙩𝙪𝙧𝙖𝙣 𝙙𝙞𝙪𝙗𝙖𝙝-𝙪𝙗𝙖𝙝 𝙙𝙚𝙢𝙞 𝙢𝙚𝙢𝙚𝙣𝙪𝙝𝙞 𝙨𝙮𝙖𝙝𝙬𝙖𝙩 𝙢𝙚𝙡𝙖𝙣𝙜𝙜𝙚𝙣𝙜𝙠𝙖𝙣 𝙠𝙚𝙠𝙪𝙖𝙨𝙖𝙖𝙣 𝙨𝙚𝙢𝙖𝙩𝙖!," paparnya
Menurut Denny, hal ini sebenarnya intervensi nyata yang merusak kemerdekaan kekuasaan kehakiman (baca: Mahkamah Konstitusi). Syarat umur akhirnya menjadi daya tawar kekuatan politik status quo untuk mengontrol arah putusan di Mahkamah Konstitusi. Ujungnya, syarat umur hakim disesuaikan dengan kepentingan politik, khususnya strategi pemenangan Pilpres.
"𝙆𝙚𝙨𝙞𝙢𝙥𝙪𝙡𝙖𝙣𝙣𝙮𝙖: 𝙨𝙮𝙖𝙧𝙖𝙩 𝙪𝙢𝙪𝙧 𝙝𝙖𝙠𝙞𝙢 𝙠𝙤𝙣𝙨𝙩𝙞𝙩𝙪𝙨𝙞 = 𝙜𝙧𝙖𝙩𝙞𝙛𝙞𝙠𝙖𝙨𝙞 𝙟𝙖𝙗𝙖𝙩𝙖𝙣 = 𝙠𝙤𝙧𝙪𝙥𝙨𝙞, 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙢𝙚𝙧𝙪𝙨𝙖𝙠 𝙠𝙚𝙝𝙤𝙧𝙢𝙖𝙩𝙖𝙣, 𝙢𝙖𝙧𝙩𝙖𝙗𝙖𝙩 𝙙𝙖𝙣 𝙠𝙚𝙢𝙚𝙧𝙙𝙚𝙠𝙖𝙖𝙣 𝙠𝙚𝙠𝙪𝙖𝙨𝙖𝙖𝙣 𝙠𝙚𝙝𝙖𝙠𝙞𝙢𝙖𝙣,' tegasnya.
"𝗞𝗶𝘁𝗮 𝗵𝗮𝗿𝘂𝘀 𝗺𝗲𝗹𝗮𝘄𝗮𝗻! 𝗛𝘂𝗸𝘂𝗺 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗯𝗼𝗹𝗲𝗵 𝗱𝗶𝗿𝗲𝗻𝗱𝗮𝗵𝗸𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗻 𝗵𝗮𝗻𝘆𝗮 𝗱𝗶𝗷𝗮𝗱𝗶𝗸𝗮𝗻 𝗮𝗹𝗮𝘁 𝘀𝘁𝗿𝗮𝘁𝗲𝗴𝗶 𝗺𝗲𝗹𝗮𝗻𝗴𝗴𝗲𝗻𝗴𝗸𝗮𝗻 𝗸𝗲𝗸𝘂𝗮𝘀𝗮𝗮𝗻, 𝗺𝗲𝗹𝗮𝗻𝗴𝗴𝗲𝗻𝗴𝗸𝗮𝗻 𝗸𝗿𝗼𝗻𝗶, 𝗱𝗶𝗻𝗮𝘀𝘁𝗶 𝗱𝗮𝗻 𝗺𝗮𝗳𝗶𝗮 𝗼𝗹𝗶𝗴𝗮𝗿𝗸𝗶𝗻𝘆𝗮 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗸𝗼𝗿𝘂𝗽𝘁𝗶𝗳 𝗱𝗮𝗻 𝗱𝗲𝘀𝘁𝗿𝘂𝗸𝘁𝗶𝗳, 𝗸𝗵𝘂𝘀𝘂𝘀𝗻𝘆𝗮 𝗽𝗮𝗱𝗮 𝗹𝗶𝗻𝗴𝗸𝘂𝗻𝗴𝗮𝗻. 𝘒𝘦𝘦𝘱 𝘰𝘯 𝘧𝘪𝘨𝘩𝘵𝘪𝘯𝘨 𝘧𝘰𝘳 𝘵𝘩𝘦 𝘣𝘦𝘵𝘵𝘦𝘳 𝘐𝘯𝘥𝘰𝘯𝘦𝘴𝘪𝘢!," pungkasnya dalam Twitter, 28 Agustus 2023. (sof)