Di Semua Waktu dan Titik Sejarah, Hanya Kekuatan Rakyat yang Bisa Menghalangi Arogansi Kekuasaan

PENGAMAT Politik Rocky Gerung mengatakan, pemerintah sekarang ini tetap memperlihatkan bahwa kekuasaan itu memang arogan, bahkan dalam kondisi persaingan bebas pun dia mau menghalangi itu.

“Padahal, sebetulnya negara ini tidak mengurus rakyat, dia mengurus dirinya sendiri supaya kekuasaan itu bisa diperpanjang. Jadi, menghalangi gerak dari sejarah itu absurd,” kata Presiden Akal Sehat itu.

PDIP ngakunya partai wong cilik, tapi dukung pemerintah sengsarakan rakyat dengan naikkan harga BBM.

“Kalau di luar negeri, sudah pasti partai ini tinggal 10 persen elektabilitasnya karena nggak ada istilah dalam rasionalitas politik sebuah partai bermain-main dengan ideologinya sendiri,” tegas Rocky Gerung.

“Jadi, ajaib bahwa dalam sebuah negara modern partai politik itu nggak punya asas. Kan sebetulnya PDIP nggak punya asas,” lanjutnya kepada Wartawan Senior FNN Hersubeno Arief dalam dialognya di Kanal Rocky Gerung Official, Rabu (7/9/2022).

Bagaimana isi dialog selengkapnya? Berikut petikannya.

Halo apa kabar semua, kembali bersama saya Hersubeno Arif dan Bung Rocky Gerung di Channel Rocky Gerung Official Forum News Network. Jangan dipotong-potong. Jadi Rocky Gerung Official ini adalah produk jurnalistik dari Forum News Network.

Bung Rocky kita lanjutin ngobrol, kemarin kan sudah berlangsung unjuk rasa besar-besaran di berbagai daerah dan masih terus berlanjut sampai hari ini terus berlanjut.

Ironinya, kemarin terjadi di DPRD karena DPR itu akhirnya boleh dibilang secara aklamasi karena partai-partai pendukung pemerintah semua sepakat mendukung kenaikan harga BBM, termasuk PDIP, PKS work out, dan Demokrat menolak.

Nah, di depan gedung DPR berlangsung unjuk rasa, tetapi di dalam gedung DPR berlangsung perayaan ulang tahun ketua DPR. Ini selalu kita mendapatkan ironi-ironi seperti ini dengan para wakil rakyat kita di gedung DPR.

Itu di dalam tentu DPR panjang umur Ibu Puan, tapi di luar panjang umur perjuangan. Sama saja itu, dua aktivitas yang nggak mungkin ditunda. Kan ulang tahun Ibu Puan nggak bisa ditunda, demikian juga perjuangan, nggak bisa ditunda.

Kan elemen-elemen masyarakat sipil itu seolah-olah cair di Jakarta dan di banyak kota dan berakhirnya malam hari televisi-televisi mulai memberitakan keadaan itu. Tentu bagian-bagian itu yang menggembirakan kita bahwa ada kebangkitan kembali civil society ini.

Dan, itulah yang akan menuntun pada perubahan. Karena, di semua waktu sejarah, di semua titik sejarah, hanya kekuatan rakyat yang bisa menghalangi arogansi kekuasaan. Kan itu rumusnya begitu.

Jadi, tetap sekarang diperlihatkan bahwa kekuasaan itu memang arogan dalam kondisi bahkan dalam persaingan bebas pun dia mau menghalangi itu. Orang beli minyak BBM murah dari pihak swasta yang memang nggak ada urusan dengan negara dilarang. Negara menjadi etatisme.

Jadi, semuanya mau diurus oleh negara. Padahal, sebetulnya negara tidak mengurus rakyat, dia mengurus dirinya sendiri supaya kekuasaan itu bisa diperpanjang. Itu intinya.

Tetapi, akhirnya fakta-fakta politik menunjukkan bahwa walaupun ada tekanan massa, tekanan politik, tapi partai-partai yang di-support wong cilik itu nggak peduli dengan poin-poin dasar yang diucapkan oleh wong cilik.

Mulai dari gojek, tukang becak, di Garut yang mengolok-olok Presiden “naikin saja sepuluh kali lipat” tapi masih tahan. Jadi, satire pun tidak dipahami kan? Dan itulah memang rumus terakhirnya adalah pasti Presiden Jokowi akan bertahan dengan kebijakannya karena sudah dilobi bahwa partai-partai akan pro dengan kebijakan itu.

Tetapi, selalu nggak mungkin dia bulat. PKS dan Demokrat tentu membaca lebih cermat apa yang dikehendaki oleh publik dan kehendak publik itu bentuknya demonstrasi.

Walaupun nanti pasti akan ada larangan, mulai polisi melakukan semacam pembatasan, tiba-tiba covid diperpanjang, nggak boleh ada demo lagi. Jadi  semua alasan yang dibikin itu tidak mungkin mampu untuk menghendaki kehendak sejarah.

Oke, ini sekarang PPKN level 1 ya, kalau ini diperpanjang ini nanti bisa jadi justifikasi oleh polisi untuk melakukan pelarangan. Ini selingan, kemarin Bung Said Didu di salah satu grup dia memposting kan rencananya akan tampil dalam dialog di TV One membahas tentang catatan demokrasi BBM naik itu makin sulit, tiba-tiba katanya diberitahu bahwa media dibatalkan acara itu. Saya bilang Anda salah karena kalau Anda tampil di FNN nggak akan ada acara yang dibatalkan.

Ya, itu. Jadi, ketakutan itu mulai diajukan dalam bentuk pertahanan. Orang kalo takut dia pasti bertahan dulu lalu dia deffense, nanti ketakutan berubah menjadi penyerangan. Yang takut kan kekuasaan. Sekarang mulai diserang media-media mainstream.

Itu adalah media-media yang sudah standarlah. TV One nggak mungkin kalau mau melawan pemerintah tuh. Jadi, diserang kecil, disuruh ganti topik, sudah pasti diganti. Karena kita tahulah apa hubungan antara kekuasaan dengan TV-TV ini. Demikian juga mungkin Kompas.

Kalau Nasdem pasti nggak lah, karena Nasdem pro kenaikan itu. Jadi, tokoh-tokoh kunci akan dihalangi untuk bicara pada rakyat. Padahal, mereka bicara nggak bicara rakyat sudah turun di jalan, mau ngapain lagi sebetulnya. Jadi, nggak ada gunanya lagi.

Undangan diskusi masih panjang ke saya soal BBM. Saya bilang ya sudah, setelah diskusi ada demonstrasi itu. Nah, sekarang demonstrasi sudah jalan, ya ngapain lagi diskusi itu. Demikian juga pembahasan-pembahasan di televisi yang dilarang. Itu sebetulnya apa dasarnya.

Kan itu pasti dilarang kalau dia bilang dipindahkan. Iya, artinya dilarang. Dan pada waktu itu mungkin dianggap Said Didu bagian yang paling vokal dalam hitung-hitungan tipu-menipu BUMN, dalam hal ini Pertamina. Demikian juga ada Bima, Yudhistira.

Rizal Ramli sudah jelaslah nggak bakal diundang dalam debat yang semacam itu. Jadi, semua tokoh oposisi memang suaranya itu sudah masuk di dalam pikiran emak-emak, mahasiswa, dan buruh. Jadi buat apa dikendalikan lagi melalui media televisi.

Toh bocor lewat FNN, lewat media sosial yang lain. Semua orang bisa bikin podcasting buat mendorong perubahan sosial. Jadi, menghalangi geraknya sejarah itu absurd. Kalau saya sebut dengan satu satire “jangan menghalangi arus air, lebih baik belajar berenang”.

Nah, menarik itu ya. Kalau arus airnya nggak mungkin dihalangi. Nah, saya kira yang sedang berenang sekarang PDIP dong, karena dia sekarang ini tentu saja dalam posisi yang sedang bermanuver sana-sini untuk menyelamatkan mukanya dari PDIP.

Orang dengan mudah memberikan catatan bagaimana posisi PDIP pada waktu pemerintahnya SBY yang dengan mati-matian menentang, bahkan tangisan-tangisan di antara mereka itu muncul kembali.

Dan saya juga dikirimi, dulu rupanya pada tahun 2012, menjelang kenaikan harga BBM, PDIP sampai membuat buku semacam buku kecil yang memberikan alasan mengapa mereka menolak kenaikan harga BBM.

Dan ini argumen-argumennya bener-bener pro rakyat sekali. Nah, sekarang bagaimana dengan situasi semacam ini dan mereka kemudian berubah sikapnya. Orang kan jadi “nah, ini memang politisi nggak bisa dipegang omongannya”. Kan bahayanya di situ nanti.

Ya kalau politisi emang begitu kelakuannya. Sekarang dalam upaya dia memperoleh dukungan lagi, nggak tahu dia mau buku kecil apa yang dibagi. Mau buku kecil buku besar pun, tukang ojek bilang ini partai apa sih?

Petani atau petani mungkin level kurang begitu terinformasi, tetapi buruh daerah itu, tukang becak, penjual bakso, segala macam yang tahu bahwa apapun yang diucapkan oleh PDIP itu memberatkan dia, apalagi mendukung kenaikan harga minyak dengan akibat harga-harga pasti naik dan beban pada konsumen.

Jadi, partai semacam PDIP itu memang nggak ada posisi dia. Kan orang, kalau dia punya ideologi wong cilik, ya apa pun ya demi wong cilik. Dan, walaupun pemerintahnya bikin kekacauan justru ditegur dong bahwa ini wong cilik kenapa dinaikkan? 

Jadi, hal semacam ini yang kita anggap bahwa partai PDIP itu akhirnya zig-zag untuk hal yang sangat praktis. Kalau dia zig-zag secara ideologi iya, tapi ini mendukung pemerintah yang menyengsarakan rakyat.

Mendukung pemerintah yang menyengsarakan rakyat itu artinya bukan lagi partai wong cilik. Jadi, kalau disurvei per hari ini misalnya, itu pasti dia turun elektabilitasnya. Tapi mungkin ada semacam perdukunan yang menganggap bahwa ini nggak mungkin turun. Itu uniknya Indonesia.

Kalau di luar negeri, pasti partai ini tinggal 10 persen karena nggak ada istilah dalam rasionalitas politik sebuah partai bermain-main dengan ideologinya sendiri. Ideologi wong cilik tapi anti kesejahteraan rakyat. Kan itu konyolnya begitu. Tapi ya sudahlah, saya ucapin saja selamat ulang tahun Ibu Puan. Semoga panjang umur sekaligus panjang umur perjuangan.

Memang agak aneh karena ada lembaga survei yang memprediksikan bahwa sekarang elektabilitas PDIP paling tinggi. Saya pikir dari rasionalitas apapun nggak mungkin. Tapi pilihannya cuma dua menurut saya: Satu, lembaga surveinya memang sedang ngibul dan sudah biasa; yang kedua memang ada problem yang serius pada bangsa kita ini.

Karena, seperti Anda sampaikan tadi, kalau kita lihat praktik-praktik di luar, kan kita sudah dengan mudah membaca oh kalau partai konservatif itu ideologinya seperti ini, kalau partai buruh seperti ini, partai liberal seperti ini. Nah, di Indonesia kan enggak. Kita nggak bisa menduga, seperti tadinya partai wong cilik tapi ketika memerintah ternyata dia justru partai yang dengan kejam menindas wong cilik.

Mungkin PDIP punya strategi supaya Pak Jokowi penuhi permintaan agar menteri PAN itu diganti dan berasal dari PDIP juga. Yang dapat bukan PDIP, tapi Pak Azwar Anas yang dulu justru dimusuhi oleh PDIP dalam pertandingan politik Pilkada. Jadi, akhirnya nanti PDIP marah lagi kan.

Kok Menteri PAN bukan datang dari kami. Kan ada berita tadi kecil bahwa Pak Jokowi akan melantik menteri PAN yaitu saudara Azwar Anas, wakil gubernur gagal di Jawa Timur.

Jadi, terlihat bahwa persaingan politik itulah yang menyebabkan PDIP zig zag. Kan Pak Jokowi juga merasa oke ini gua kerjain loh. Jadi, selama persaingan politik internal PDIP (persaingan antara Jokowi dan Megawati).

Jadi, ajaib bahwa dalam sebuah negara modern partai politik itu nggak punya asas. Kan sebetulnya PDIP nggak punya asas. Asasnya Soekarnoisme. Oke, kalau Bung Karno masih ada sekarang, dia akan pro kenaikan harga apa nggak? Kira-kira begitu.

Dia akan bilang kembali pada Marhaenisme, kembali pada keadilan sosial, kembali pada ekonomi sosialis. Kan itu yang diajarkan oleh Bung Karno. Bagian-bagian ini yang bikin orang nggak tahu apa lagi yang mampu untuk diterangkan. Yang paling mungkin nanti ada keterangan, ada buku kecil kedua, yang menerangkan bahwa buku kecil pertama bohong. (sof, sws)

332

Related Post