Dilema Ganjar, Antara Penumpang Gelap dan PDIP
DUKUNGAN Presiden Joko Widodo kepada Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo untuk bisa maju pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 semakin tampak.
Apalagi, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang di dalamnya terdapat Golkar, PAN, dan PPP, mulai terang-terangan bakal mengusung Ganjar.
Zulkifli Hasan, Ketum DPP PAN, misalnya, secara terbuka menyatakan, jika PDIP tidak mencalonkan Ganjar, maka KIB akan mengusung Ganjar. Semua itu sudah atas “restu” Presiden Jokowi.
Tampaknya, dengan kekuasaan yang dipegangnya, Jokowi juga mulai “main sandera” terkait tokoh-tokoh partai yang kasusnya sudah ada di tangan KPK. Kartu truk “sprindik” KPK sengaja dilempar ke publik untuk memberi sinyal, kalau macam-macam KPK akan “turun tangan”.
Anies Baswedan dengan Formula-E. Ketum DPP PKB Muhaimin Iskandar juga disandera dengan memunculkan kembali kasus “kardus durian”. Ketum DPP Gerindra Prabowo Subianto pun tak lepas dari sandera Komponen Cadangan (Komcad).
Sebagai partai yang sudah bergabung di KIB pun, Ketum DPP Golkar Airlangga Hartarto juga tak lepas dari “sandera sprindik”.
Bagaimana pengamat politik melihat fenomena tersebut? Berikut ini kutipan dialog wartawan senior FNN Hersubeno Arief dengan Rocky Gerung di Kanal Rocky Gerung Official, Senin (1/11/2022).
Kita kembali ngomongin soal politik Indonesia dan kelihatannya ada tanda tanya makin menarik tentang kekhawatiran Pak SBY bahwa Pilpres itu hanya akan dilaksanakan dua calon, itu mulai tampak bentuknya.
Sekarang ini, bukan hanya soal Anies Baswedan dengan formula E, Cak Imin (Muhaimin Iskadar) dengan kardus durian, ini muncul lagi ini soal Komcad, anggaran Komcad pasti mengaitkan dengan Pak Prabowo, yang dimuat Tempo ini soal borok anggaran pasukan cadangan.
Nah, sejumlah pengadaan barang sudah mendahului kontrak, sebagian barang didatangkan sebelum ada anggaran. Payung hukum ke Pasukan Cadangan ini dinilai memberi celah penyelewengannya.
Mungkin saja ini betul, ada persoalan-persoalan itu, tapi orang jadi sensitif. Apa ini bagian dari upaya supaya tetap dua calon, dan tanda-tanda bahwa Ganjar Pranowo itu akan jadi capres dari KIB itu sudah makin jelas, karena sudah disuarakan oleh PAN yang menginginkan agar Ganjar maju ke Pilpres.
Saya kira memang begitu, karena apapun rumus yang kita pasang untuk menghitung politik, di ujungnya hasilnya adalah jaminan bahwa Pak Jokowi tidak akan diganggu gugat, paling nggak 5 tahun ke depan. Itu yang dimulai dari upaya Pak Jokowi dan timnya untuk memastikan hanya ada dua calon. Calon yang satu adalah calon dia yang pasti jadi, calon yang lain boleh tapi nggak akan jadi.
Jadi sebetulnya itu. Kan nggak ada cara lain untuk membaca kemampuan Pak Jokowi politiking. Karena Pak Jokowi masih punya kekuasaan maka semua partai pasti ada dalam kendali dia tuh. Apakah Pak Jokowi punya komorbid, banyak.
Tapi, dia lebih banyak mengendalikan mereka yang berupaya untuk melawan dia tuh. Buat sementara begitu teknik politiknya. Nah, kalau setiap pesaing mulai diajukan kasus, itu artinya ada kecemasan pada Pak Jokowi. Kalau Pak Jokowi nggak cemas, dia bilang saja siapapun boleh, yang penting saya sudah pilih Ganjar.
Sekalian kalian bertanding melawan Ganjar. Mau Puan, mau Prabowo, Anies, siapa pun. Tapi kelihatannya di hitungan di istana itu fifty-fifty. Sebab jangan sampai sangat mungkin Ganjar iya, tapi Anies yang menang. Ganjar iya, tapi Prabowo yang menang, Ganjar iya, tapi si orang lain yang menang.
Jadi, tetap akan diatur bahwa pesaing nomor 2 itu nggak boleh terlalu dielu-elukan. Kalau misalnya soal Komcad tadi, Komponen Cadangan, semacam cadangan sipil untuk mem-backup (wamil kalau dulu), itu kemudian juga pasti kena ada anggaran besar di situ, mulai diumpankan soal Komcad ini.
Balik pada isu politik tadi, menurut saya, potensi Pak Prabowo untuk melampaui Ganjar juga tersedia tuh. Karena Pak Prabowo langsung mau bersama dengan PKB, dengan Cak Imin. Itu dua kekuatan yang justru bisa komplementer.
Kan Pak Prabowo kemarin kehilangan dukungan umat Islam karena Prabowo masuk ke kabinet. Jadi, teknik Pak Prabowo atau Gerindra untuk minta dukungan umat Islam lewat Cak Imin itu pasti signifikan. Jadi, ketakutan istana kalau Cak Imin dan Pak Prabowo bergabung.
Nah, kalau sekarang ini ada soal Komcad dipersoalkan itu sebetulnya sinyal bahwa Pak Prabowo belum diizinkan untuk menggandeng Cak Imin, kira-kira begitu. Kalau Cak Imin, langsung dikasih tahu, Anda jangan macam-macam ya. Jadi, perintah istana selalu jangan macam-macam. Kira-kira begitu kan.
Itu buruknya demokrasi, karena tadi PT 20% itu kan sehingga sibuk kasak-kusuk cari koalisi. Jadi, kira-kira di dalam keadaan sekarang semuanya masih debatebel, bahkan Ganjar masih sangat jauh untuk dinyatakan sebagai tokoh yang sudah diedarkan ke mana-mana tuh.
Sementara Anies juga diedarkan, tapi oleh relawan yang betul-betul konsisten, nggak tunggu uang relawan Anies. Saya tahu. Kemaren saya mondar-mandir di Jawa Barat dan saya lihat betul bahwa relawan itu lakukan hal yang harapan besar supaya Anies jadi. Jadi, harapan besar itu dibaca oleh istana sebagai ancaman.
Lain jika Anies bilang, melalui Nasdem saya akan melanjutkan kepemimpinan Pak Jokowi. Maka Pak Jokowi atau tim Pak Jokowi nggak akan terlalu takut dengan kemunculan Anies. Tapi, sekali lagi, Nasdem juga pasang posisi untuk siap-siap ditendang dari koalisi kan. Itu makin berbahaya lagi tuh.
Kalau Nasdem yang ditendang dari koalisi, itu artinya Nasdem akan all out dukung Anies dan bergerilya ke mana-mana. Nanti uang Nasdem sebetulnya juga nggak ada untuk melawan uang oligarki.
Tetapi, oligarki bisa terbagi dua juga, karena menganggap ya sudahlah, kalau Anies secara faktual, walaupun secara elektroniral belum bisa dinyatakan sebagai capres, tapi secara faktual sudah ada di mana-mana.
Lalu diam-diam ada yang mulai pindahin fokus amplop itu dari Ganjar ke Anies. Jadi, kira-kira terbaca oleh istana bahwa Anies sebetulnya sedang menguat dan ada indikasi akan dapat sumbangan dana dari oligarki. Nah, bagi kita yang menghendaki Anies untuk bersih, itu akan kita tantang tuh.
Karena Anies harusnya di percobaan politik di Indonesia bahwa dia bisa menang jadi presiden tanpa uang oligarki kok. Jadi bayangin misalnya kalau satu juta orang itu kumpulin masing-masing Rp 100.000, itu jadi Anies jadi presiden. Itu sudah Rp 10 triliun dia peroleh.
Tetapi, Anies juga punya semacam mental yang ragu-ragu, antara ikut di dalam perpolitikan yang normal atau memanfaatkan momentum ini untuk mengajari Indonesia bahwa dia bisa jadi pemimpin tanpa asuhan oligarki. Ini betul-betul pemimpin yang tumbuh dari kerelaan orang untuk menitipkan harapan pada dia tuh. Itu yang kita dorong pada Anies sebetulnya.
Dan potensi itu ada ya pada rakyat kita.
Ada, dan potensinya besar sekali. Orang ingin melihat kontras saja. Orang nggak mau lihat Ganjar siapa, ya Jokowi; siapa lagi, Prabowo, Prabowo adalah Jokowi. Kira-kira begitu kan. Sandi (Sandiaga Uno) bahkan yang masih punya standing agak khusus, karena masih dekat dengan emak-emak, tetap dianggap begitu. Jadi, keributan di istana akan dimulai oleh dukungan yang berlebih pada Anies.
Oke. Tapi, supaya jangan salah paham dulu ya publik. Kita menyatakan, soal korupsi itu dua hal yang berbeda. Bahwa kemudian sekarang BPK menemukan penyimpangan-penyimpangan dana di komponen cadangan, ya oke itu silakan dilanjut. Bahwa kemudian dari kasusnya Cak Imin itu silakan dilanjut.
Tapi, yang jadi persoalan buat kita kan sekarang menjadi threat off. Ada yang tidak dilanjutkan karena dia berada dalam dukungan pemerintah, tetapi ada yang dicari-cari karena dia berpotensi akan menjadi oposisi dari pemerintah. Itu yang kita persoalkan kan.
Itu yang orang akhirnya rumuskan bahwa KPK itu sudah jadi peralatan politik istana kan. Kan susul-menyusul. Padahal kita dari awal saya sudah bilang, Cak Imin Anda masih ada problem lo dengan kardus. Cak Imin temen saya, jadi saya suka-suka aja bicara sama dia. Dia ketawa-ketawa saja tuh.
Jadi, sekali lagi, memang dicicil, istana itu mencicil bersamaan dengan naiknya elektabilitas lawan politiknya, dia cicil ancaman sprindik kan. Itu ngeheknya begitu. Dari awal saja kan bilang bahwa nggak bisa maju karena potensi sprindik.
Ini orang sudah maju, Anies sudah maju dihalang-halangi oleh formula E, Cak Imin sudah maju, kardus tiba-tiba dibongkar, Pak Prabowo walaupun menteri tapi kemudian ada sinyal bahwa ada Komcad di bawah Departemen Pertahanan.
Komponen cadangan itu rekrutmennya seluruh daerah, itu berarti ada uang besar di situ. Jadi, permainan politik yang mungkin juga ada soal permainan uang, tapi permainan kasak-kusuk ini untuk menghalangi seseorang, itu yang menjengkelkan sebetulnya. Publik makin merasa kalau begitu ya sudah nggak usah ada Pemilu aja. Langsung saja aklamasi. Tinggal ditunggu setelah aklamasi ditangkap KPK apa enggak?
Oke. Sekarang mari kita bicara KIB. KIB ini kemarin, misalnya kita tangkap sinyal ini, terutama dari PAN, mereka akan menunggu PDIP. Kalau ternyata PDIP tidak mencalonkan Ganjar Pranowo maka KIB akan mencalonkan. Tidak lama kemudian juga muncul pernyataan dari Zulkifli Hasan. Jadi ini resmilah dan mereka ingin memasangkan Ganjar Pranowo dengan Ridwan Kamil.
Tetapi, Golkar, selama ini kan menyebut sebagai harga mati bahwa Airlangga Hartarto itu, meskipun belakangan Airlangga sendiri tidak mau menanggapi soal pencalonan Ganjar ini, dan kita tahu bahwa sebenarnya Pak Airlangga juga tahu bahwa ini harus dikonsultasikan ke Pak Jokowi dulu.
Jadi, ini sudah mulai mengerucut. Sebenarnya memang kita sudah tahulah karena PPP dan PAN sudah deklarasi-deklarasi di berbagai daerah untuk mendukung Ganjar gitu. Sementara Golkar sendiri kelihatannya masih dilematis soal ini.
Cara berpikir Golkar selalu dia pragmatis, tapi sekaligus gak mau kehilangan kesempatan. Kan ada yang pragmatis tiba-tiba dia melipir sendiri saja. Karena itu, bagi Airlangga kan, Airlangga juga mengerti bahwa Golkar itu kuat loh sebetulnya.
Dalam wilayah-wilayah tertentu di mana orde baru berhasil itu, Golkar nggak pernah kalah. Jadi, kita tahu ada komponen caption market dari Golkar yang memang diasuh oleh jumlah proyek yang bisa diperlihatkan langsung sebagai proyek Golkar tuh.
Misalnya, soal BLT, kan tetap Airlangga yang dapat poin di situ, walaupun di klaim-klaim oleh Erick Thohir di beberapa tempat. Tetapi, Golkar juga tahu bahwa BLT itu banyak yang dikorupsi oleh Kepala Desa.
Dan saya baca sebetulnya banyak betul kepala desa yang dipanggil Kejaksaan karena salah BLT. Tetapi, soal BLT ini kan yang harusnya jadi tempat Golkar mempromosikan diri, itu juga bisa dijadikan sebagai sinyal bahwa Golkar mengonsumsi BLT.
Padahal, sebetulnya bukan Golkar yang korupsi, tapi Golkar menyalurkan itu untuk dikorupsi atau dibiarkan dikorupsi oleh sejumlah kepala desa yang lebih dekat dengan partai yang lain sebetulnya kan. Jadi, Golkar menunggu sebetulnya isu apa yang bisa diajukan supaya orang ingat bahwa Golkar itu partai modern.
Nah, itu kehilangan momentum karena sudah diledek duluan oleh Pak Jokowi sehingga Airlangga sebetulnya secara sederhana sudah separuh tangannya sudah ditarik-tarik oleh Pak Jokowi untuk pergi ke Ganjar. Tapi Golkar ini kan faksinya macam-macam.
Ada yang masih mau ke Anies, ada yang mau ke Ganjar. Jadi, nggak mungkin Golkar itu diarahkan sama seperti Pak Jokowi mengarahkan PPP atau PAN. Itu lebih mudah. Kalau Golkar susah. Dia punya, namanya juga beringin akarnya ke mana-mana, dibongkar satu yang sana masih bisa bertahan. Itu uniknya Golkar atau itu enaknya Golkar.
Oke. Jadi, walaupun sebenarnya tadinya sudah selesai lah itu KIB, itu sudah di tangan Pak Jokowi, tapi tetap muncul kerumitan-kerumitan internal gitu.
Saya menginginkan kerumitan itu dibikin lebih rumit lagi sampai kekacauan berlangsung lama. Golkar kan nggak perlu terlalu takut karena Pak Airlangga mungkin ada sprindiknya tapi Pak Airlangga mampu untuk mengucapkan kembali janji dia pada anggota bahwa dia akan tunduk pada kongres, bahwa dia adalah ketua terpilih untuk jadi presiden.
Kan itu yang mesti dipegang. Kalau enggak orang anggap ya buat apa kalian kongres dan memutuskan presiden kalau mau jadi presiden akhirnya tidak berdasarkan hasil kongres, tapi restu Presiden Jokowi. Kan begitu.
Itu yang mungkin membedakan Golkar dengan Nasdem, yang secara langsung tunjuk saja Anies tuh atau PDIP yang masih ngotot bahwa harus ada kader dari PDIP.
Jadi Pak Jokowi sebetulnya juga disandera oleh ambisi dia sendiri kan. Dia mau ambisi tapi yang bisa dia perintah di KIB ya cuma PAN dan PPP. Golkar belum tentu bisa dia perintah. Golkar paham itu dan kirim-kirim sinyal lah. (ida/sws)