FHUI, Selamat Dies Natalis 100 Tahun: Pendidikan Hukum di Indonesia

Joko Sumpeno

Oleh: Joko Sumpeno, Pemerhati masalah Hukum dan Sejarah

SELAMAT  Merajut Kembali Kenangan dalam rangka Dies Natalis 100 tahun Pendidikan Hukum di Indonesia ( 28 Oktober 1924-2024 ).

Diawali Sekolah Hukum ( Recht School ) pada Juli 1909 yang kemudian ditutup pada 2028, berdirilah Sekolah Tinggi Hukum ( Recht Hoge School ) 4 tahun sebelum Recht School ( RS ) itu ditutup.  

Menghasilkan 189 lulusan yang 
lulusannya antara lain Mr. ( Meester in de Rechten - Sarjana Hukum ) Besar Martokusumo ( advokat pertama pribumi sejak zaman kolonial Hindia Belanda, pun  pernah menjadi Residen di Karesidenan Pekalongan semasa Pemerintahan Bala Tentara Jepang 1942-1945 ).  

Juga R.Suprapto, pernah menjadi Hakim di Pengadilan Negeri Pekalongan yang mengadili Kutil tokoh lokal dalam Revolusi Sosial di Tiga Daerah ( Tegal, Brebes dan Pemalang ), kemudian menjadi Jaksa Agung R.I terlama ( 195-1959 ), serta mengundurkan diri dan  tak mau serah terima jabatan di depan Presiden Soekarno.

R.Suprapto tidak bergelar Mr. hanya lulus RS karena tidak melanjutkan ke RHS ataupun Universitas Leiden. Kemudian menjadi Jaksa Agung yang fenomenal dan dijadikan Bapak Kejaksaan R I yang patungnya dipajang di depang Gedung Kejagung R.I

Lulusan RS, kemudian RHS  adalah Moh Yamin pernah menjadi Menteri Kehakiman dan Ketua Dewan Perancang Nssional- kini Bappenas ; Amir Syarifudin mantan Perdana Menteri 1947..

Sedangkan Ketua Mahkamah Agung R.I pertama ( Mr. Kusmah Atmaja ), juga Prof Dr Mr Soepomo pernah Menteri Kehakiman R.I pertama..adalah lulusan Universitas Leiden setelah tamat R.S.

Empat tahun RHS berjalan sejak 1924, kemudian RS ditutup pada 1928....  yang pada 28 Oktober 1928 itu Sumpah Pemuda dicetuskan dengan tokohnya mahasiswa Mr  Moh Yamin yang sekolah lanjutannya diselesaikan di AMS Surakarta setelah meninggalkan Landbouw School ( Sekolah Pertanian dan Kehewanan di Bogor, cikal bakal Fakultas Pertanian dan Kehewanan Universitas Indonesia  kemudian pada 1958 memisahkan diri menjadi Institut Pertanian Bogor.

Nama Indonesia pada Universitas Indonesia kini itu berawal dari nama himpunan menghimpun Sekolah Tinggi Teknik Bandung ( Technische Hoge School ), Sekolah Tinggi Ekonomi di Makassar, Sekolah Tinggi Farmasi Surabaya, dan Sekolah Tinggi Hukum serta Kedokteran di Batavia atau sejak 1942 menjadi Jakarta.


Awalnya bernama U van I  diprakarsai oleh Pemerintah Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia ( NICA - Pemerintahan Sipil Hindia Belanda ).
Sejumlah dosen dan gurubesar yang pro republik hijrah ke Jogja, mendirikan Balai Perguruan Tinggi R.I di Jogja pada Desember 1949 ,antara lain Prof Mr.Djoko Soetono .Sebagian lagi tetap di Jakarta mendirikan Universitas Nasional yang diprakarsai Prof Sutan Takdir Alisyahbana dan Adam Bachtiar ( ayahanda Prof Harsya W Bachtiar ).

Bahkan Prof Djoko Soetono menjadi Dekan bukan saja FH, karena Fakultasnya dirangkap menjadi Fakultas Hukum, Ekonomi dan Sosial Politik yang kampusnya berada di Surakarta. Hanya beberapa bulan FHESP berkampus di Surakarta, karena rumornya Sunan Pakubuwono XII tidak begitu berkenan terkait dengan hengkangnya status Istimewa pada Surakarta itu.

Dua bulan kemudian, pasca kesepakatan KMB 27 Desember 1949,  yakni Februari 1950 lahirlah UI tanpa 'van' di tengah dua huruf U dan I itu. Dan, Dekan FHESP  dijabat oleh Prof Mr . Djoko Soetono. 

Sejak 1950-1959 iklim politik parlementer yang liberal, memanggil keprihstinan kaum militer yang sejalan dengan kehendak Bung Karno untuk memberikan ruang politik kepada tentara, maka lahirlah jalan tengah konsep Prof Mr.Djoko Soetono - pendiri Pendidikan Tinggi Ilmu Kepolisian -  yang menjadi narasumber intelektualnya tentara menghadapi situasi politik desa itu. Kemudian konsep itu bergulir dan bermetamorhosa menjadi Dwifungsi yang dirasa represif dan ditinggalkan sejak reformasi 1998 menguncangnya.

Sumbangan Fakultas Hukum UI kepada tumbuh-kembangnya hukum dan politik di Indonesia tak bisa dipisahkan dari langgam realitas politik Indonesia.

Hampir saja impian tiga periode rezim Jokowi 3 terpenuhi, dan dimanakah prof hukum UI berdiri. Anda bisa lihat kembali pada sepanjang 2023, siapa yang siap menjadi "tukang" sekaligus teoritikusnya. Dan, ingat lah siapa saja profesor FHUi yang lantang berani mengingatkannya.

Itulah FHUI kita..!!

Jsp, pernah menjadi wartawan Forum Keadilan 1989-1991. Kini masih suka menulis apa saja.

28

Related Post