Ganjar Dielu-elukan, Anies Disingkirkan, Prabowo Dilemahkan
GANJAR Pranowo, politisi PDIP yang masih menjabat Gubernur Jawa Tengah akhirnya disanksi tegoran lisan oleh DPP PDIP. Itu terkait dengan pernyataan kesiapa Ganjar untuk maju sebagai Bakal Calon Presiden, meskipun tidak ada restu dari Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Bukan hanya Ganjar yang ditegor oleh DPP PDIP. Ketua DPC PDIP Solo, FX Rudi Hardiatmo, juga terkena imbas karena menyatakan dukungannya pada Ganjar untuk maju Pilpres 2024 mendatang.
Isu pun kemudian melebar pada adanya “operasi” dari Relawan Ganjar yang menginginkan agar Presiden Joko Widodo mengambil-alih kepemimpinan di PDIP sehingga pengajuan Ganjar untuk kontestasi Pilpres 2024 tidak ada lagi kendala.
Bagaimana pengamat politik Rocky Gerung melihat persoalan yang menimpa PDIP ini? Berikut dialog wartawan senior FNN Hersubeno Arief dengan Rocky Gerung dalam kanal Rocky Gerung Official, Sabtu (29/10/2022).
Ada dua topik menarik, yang pertama berkaitan dengan konflik di internal PDIP yang kelihatannya seperti kita duga ini makin serius; yang kedua tanda-tanda yang Anda sebut tadi menjadikan kalau tetap Pemilu itu hanya dua calon sudah terlihat juga, dengan kasusnya Cak Imin (Ketum DPP PKB Muhaimin Iskandar), kasus kardus durian itu akhirnya mulai dibongkar-bongkar lagi oleh KPK dan NU sudah mendukung untuk dibongkar tuntas kasus itu.
Mari kita bicara soal PDIP dulu ya. Kemarin kan Ketua DPC PDIP Solo, FX Rudi Hardiatmo dikenai sanksi dan dia ngomong sama wartawan 45 tahun dia gabung di PDI, bukan PDIP, baru sekali ini dia kena sanksi, di luar ternyata dia kemarin menyelenggarakan ulang tahunnya Ganjar Pranowo di Solo.
Tapi kelihatannya ulang tahun ini bukan hal yang berdiri sendiri, nggak mungkin tidak by desain, karena saat bersamaan ribuan relawan Ganjar katanya disebut berkumpul di Tugu Proklamasi, Jakarta, merayakan ulang tahun Ganjar sekaligus mendorong dia untuk jadi presiden. Salah satu yang hadir adalah Wakil Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natali, partai sopo iku, kata Ganjar Pranowo. Nah ini saya kira serius.
Ya, ini fenomena ketika uang masuk kembali. Kan kalau kita lihat di Jakarta itu upaya untuk memastikan Ganjar itu tidak dihalangi berarti ya mesti dielu-elukan terus-menerus kan.
Ganjar sebetulnya nggak suka sama PSI, tapi Ganjar tunduk pada Kakak Pembina yang membina Ganjar maupun membina PSI. Sama saja itu, jadi diselesaikan sama Kakak Pembina itu.
Sementara, kita melihat juga fenomena yang sama di Solo, dan Solo itu lebih otentik karena Pak Rudi itu orang yang betul-betul paham bahkan sampai urat nadi PDIP. Dia yang juga membesarkan Pak Jokowi di Solo, yang juga akhirnya menerima Gibran sebagai walikota walaupun kita tahu dulu beliau sinis karena menganggap politik seolah-olah dipaksakan dari pusat, nggak ada suara daerah.
Sekarang Pak FX Rudi ini kemudian memihak pada Ganjar. Itu masuk akal betul karena dianggap bahwa itu hak dia untuk menentukan Jawa Tengah. Dan sebetulnya PDIP memang tidak konsisten dari awal tuh. Kalau melarang Ganjar, ya larang.
Apa larangan yang paling bagus ya cabut kartu anggotanya. Kan Ganjar juga seolah-olah disiksa oleh PDIP, dipermainkan. Jadi Ganjar fight back akhirnya. Dan, mereka yang menganggap bahwa PDIP keterlaluan, nggak ada sikap politik selain ngacak-ngacak dari dalam.
Nah, itu sebetulnya yang membuat Pak Rudi merasa betul-betul tersinggung karena dia senior betul dan dia paham betul kapan PDIP lemah, kapan PDIP kuat. Dan dia adalah bagian dari kaki PDIP yang sangat kuat. Jadi, itu yang menunjukkan bahwa PDIP akhirnya berantakan di dalam.
Kalau kemarin orang masih anggap itu teknik PDIP untuk bikin kontroversi supaya menaikkan elektabilitas partai, enggak. Enggak begitu jadinya. Kalau balik lagi pada fenomena Ganjar, Ganjar adalah calon yang kira-kira andalan utama dari Pak Jokowi, sudah selesai.
Dan pasti juga Pak Jokowi ingin jangan sampai cuma Ganjar. Kalau Ganjar saja yang dicalonin nggak jadi pemilu kan? Lalu Pak Jokowi kasih sinyal pada KIB, Airlangga Hartarto segala macam.
Tapi kan faktanya elektabilitas Pak Airlangga masih jauh. Dan, Ganjar sudah di depan. Nah, karena itu mesti dipastikan bahwa Ganjar mau dihambat oleh PDIP dia akan jalan sendiri. Jadi, tetap di ujung peristiwa ini, persaingan Pak Jokowi dan Ibu Mega yang nggak pernah selesai.
Nah, bagi publik, sebetulnya okelah Ganjar dijadikan sebagai calon Presiden, tapi Ganjar ada problem loh dengan dengan E-KTP, bahkan di dalam kasus yang sama juga Setya Novanto menyebut nama PDIP beberapa orang. Bukan hanya Ganjar. Bahkan Puan Maharani disebut di situ.
Jadi, kelihatannya Ganjar akan dibersihkan namanya supaya Pak Jokowi punya calon yang bisa dia pegang karena makin lama makin nggak jelas. Pak Jokowi ingin kejelasan siapa yang bisa diandalkan sebagai pembawa panji-panji Jokowinomik walaupun Jokowinomik maksudnya utangnomik.
Berikut, kalau kita mau fair harusnya Ganjar ditantang oleh orang yang setara. Yang setara sekarang cuma Prabowo Subianto. Prabowo dan Anies Baswedan. Tetapi, kita tahu Anies lebih berat dijadikan sebagai pesaing Ganjar karena Anies bisa menang terhadap Ganjar.
Maka musti dicari supaya Anies tidak terlalu naik elektabilitasnya, kendati Anies sebenarnya lebih riil karena relawan itu enggak tunggu Kakak Pembina untuk mem-backup Anies di daerah-daerah.
Yang kini jadi problem sekarang kawan saya Cak Imin. Karena sudah mulai dibongkar lagi kasus kardus duren. Tapi sebetulnya arahnya bukan pada Cak Imin. Arahnya pada Prabowo kan.
Karena Pak Prabowo dan Cak Imin akan duet dan mungkin akan deklarasi secepat-cepatnya, maka ada kekhawatiran bahwa suara Prabowo itu akan bergabung dengan suara PKB. Dan itu berarti agak berat buat Ganjar untuk menghadapi Prabowo kalau gabung dengan PKB.
Tetapi, bagi Istana ya Pak Prabowo mesti diajukan sebagai calon, tapi jangan dengan Cak Imin, kira-kira begitu. Jadi, kalau kita baca sinyal pertama itu, artinya Cak Imin tidak direstui oleh Presiden untuk jadi calon Pak Prabowo karena bisa calon ini yang menang.
Jadi, bola panasnya sebetulnya ada pada Pak Prabowo, mau lanjut dengan Cak Imin, atau cari orang lain, dan itu berarti kesempatan konsolidasi partai makin lama makin tertinggal, karena orang mau cepet-cepet tahu Prabowo dengan siapa tuh.
Atau mungkin Prabowo balik lagi ke Puan dan itu jadi problem baru lagi itu. Jadi, komplikasinya di situ sebetulnya dan semua itu kita sudah bahas berkali-kali. Semua kedunguan ini terjadi karena ngotot dengan 20%.
Ini clear ya kelihatannya sekarang mulai petanya kelihatan jelas bahwa yang disampaikan Pak SBY bahwa Pak SBY turun gunung mendengar ada desain hanya 2 capres, itu mulai terbayang.
Kelihatannya capresnya maunya Jokowi itu pasti Ganjar sekarang ini setelah dia enggak berhasil tiga periode, nanti berpasangan dengan siapa mungkin Airlangga atau siapa. Dan kemungkinan besar mau nggak mau Pak Prabowo didorong balik lagi ke Puan Maharani.
Kalau itu kontestasinya potensinya Ganjar untuk menang itu besar. Kira-kira gitu ya. Sementara Anies itu pasti dieksekludit.
Iya. Sebetulnya ini program untuk menghalangi Anies sebetulnya. Karena itu, dicari dua di depan itu siapa. Tapi 2 di depan enggak boleh sama kuat. Musti Ganjar yang paling kuat. Jadi Pak Prabowo juga akan dilemahkan, Anies akan disingkirkan. Itu kira-kira. Jadi, kalau dibikin headline, bunyinya kira-kira “Ganjar dielu-elukan, Anies disingkirkan, Prabowo dilemahkan”. Begitu gampangnya.
Oke, sekarang saya jadi paham ketika pernah kita bahas juga sebelum puncak hari peringatan ulang tahun Golkar, Sekjen Golkar menyatakan bahwa akan ada anggota KIB yang baru. Dan ketika ditanya oleh wartawan siapa, nanti lihat saja siapa yang hadir.
Kedua, Pak Airlangga juga ngomong bahwa ini tiketnya sudah premium. Kalau ada yang gabung lagi jadi VIP, di depan Jokowi. Saya waktu itu menduga siapa, kemungkinan kalau Cak Imin yang digerilya, tapi Cak Imin waktu itu tetap bergeming, jadilah sekarang Firli Bahuri, Ketua KPK, turun tangan. Kira-kira begitu kan.
Iya, itu gampang kalau kita lihat. Keinginan Istana yang atau sinyal Istana yang samar-samar itu, harusnya disambut oleh Cak Imin waktu itu. Tapi Cak Imin juga politisi yang lihai, yang merasa bahwa ini sama saja bohong. Dijebak di situ dan jadi kan.
Jadi, sebetulnya bagian-bagian politik kita itu sudah masuk pada bagian yang paling buruk, itu tukar-tambah yang kasar gitu. Ini kan transaksi kasar, yang di sana mau disingkirkan, yang di sini mau disprindkan, mau dikeluarin lagi. Tapi kita mau dorong saja supaya kekacauan itu makin cepat.
Rakyat kan memang ingin ada kekacauan supaya terjadi perubahan cepat, bukan rakyat ingin kekacauan ansih. Itu juga salah. Rakyat enggak ingin kekacauan, rakyat ingin perubahan. Tetapi, demi perubahan dipercepat, kekacauan adalah prasyaratnya.
Jadi, kalau berantakan semua ini, orang akan anggap bahwa oke kalau begitu bikin saja dewan negara untuk memilih Presiden. Semua ini akan berujung pada yang berkali-kali kita uji hipotesisnya.
Ini akan ada perang besar-besaran. Indonesia akan berantakan karena ini soal to be or not to be. Prabowo pasti enggak menginginkan dia dicalonkan untuk sekadar boneka-bonekaan. Karena selama ini dia sudah tahu bahwa teknik-teknik itu dipakai dari 2019, bahkan.
Jadi, Pak Prabowo nggak mungkin terjebak dalam masalah itu. Dia akan melakukan perlawanan strategis yang lain. Apalagi Pak Prabowo baru pulang dari Amerika Serikat dan kelihatannya dapat sinyal dari Paman Sam untuk kepemimpinan yang diperlukan oleh Amerika, karena situasi di Asia Pasifik dan Asia Tenggara yang agak kritis menjelang 2024.
Jadi, faktor Global pasti menguntungkan Pak Prabowo. Faktor lokal juga akan dipakai Pak Prabowo untuk menyatakan, dia memang dari awal membantu Pak Jokowi, tapi ambisi Pak Prabowo nggak mungkin ditahan hanya oleh dua pencalonan yang kita sebut sebagai bualan-bualan politik.
Jadi, mari kita dorong Pak Prabowo supaya terus saja maju kendati Cak Imin lagi disorot KPK. Karena hanya dengan cara itu kita pastikan ada kompetisi yang sehat. Demikian juga Anies, kita dorong relawan untuk jangan mundur kendati Anies akan disingkirkan dalam permainan politik.
Demikian juga Ganjar Pranowo, maju saja terus supaya PDIP belajar bahwa memperlambat pencalonan justru membuat partai itu kehilangan hak dia untuk meneruskan era Soekarno.
Jadi, tetap PDIP mesti cari calon sendiri yang memang akan dikalahkan. Tapi PDIP lebih bergengsi kalau mengatakan memang kami nggak perlu Ganjar, yang penting kami ada kader. Emang Ganjar doang yang kami andalkan.
Ini masa depan Soekarnoisme. Kira-kira begitu. Orang tunggu satu istilah lagi yang kuat dari Ibu Mega juga supaya orang paham Megawati pemimpin, bukan sekedar menunggu dibujuk.
Kalau gitu kita fokus lagi ke soal PDIP. Jadi, kalau kemarin kita hanya melihat tanda-tanda, kita anggap tadinya ini cuma manuver relawan, itu kemarin yang relawan ngomong soal Pak Jokowi calon Ketua Umum itu saya kira baru pion saja. Kemudian sekarang ini bidak-bidak yang lain mulai dimajukan.
PDIP itu akhirnya habis kalau Ganjar jadi presiden artinya Presiden Jokowi memerintah dari belakang, dan PDIP bisa tiba-tiba bikin Kongres Luar Biasa, Ganjar jadi ketua partainya atau Pak Jokowi justru yang menganggap Ganjar harus bantu Jokowi untuk mengambil-alih PDIP, hal itu demi anak-anak Pak Presiden yang perlu partai juga di 2029 nanti.
Kan percepatan-percepatan begini mesti kita baca bahwa enggak mungkin Pak Jokowi nggak punya keinginan untuk meneruskan dinastinya di dalam politik. Dan, yang paling mudah adalah mengambil-alih PDIP kan. Jadi, akan terjadi semacam Moeldokowisasi tuh, cara Pak Moeldoko ambil-alih Demokrat.
Karena capek bikin partai mending ambil-alih saja. Demikian juga hal yang sama, kimia politik yang sama, ada pada Pak Jokowi.
Jadi, akan ada permainan yang memang kotor, tetapi itu konsekuensi dari politik yang nggak mau bersaing dari awal di 0%. Jadi, semua hal yang pernah kita analisis itu memang ujungnya soal 0% ini yang jadi masalah. Sekarang mereka rasain sendiri tuh, karena nggak ada satu pun partai yang mau ikut pikiran FNN pada waktu itu.
Ini faktor Pak Jokowi. Kemudian orang bertanya-tanya, apa iya ini hanya kepentingan Pak Jokowi semata. Apakah ada kepentingan justru sebenarnya Pak Jokowi itu hanya menjalankan agenda kepentingan di belakangnya yang jauh lebih besar.
Pasti. Jadi, kontinyuiti itu ada karena seluruh perangkat politik Pak Jokowi kan dipegang bukan oleh Pak Jokowi. Tapi Pak Jokowi juga punya ambisi, jadi ya sudah bertautlah itu antara akumulasi atau kepentingan oligarki yang bisa disebut oligarki dan ambisi Pak Jokowi untuk meneruskan legasinya. Kan Pak Jokowi nggak mungkin hanya berhenti pada Jokowi.
Sama seperti Pak SBY akhirnya diteruskan oleh Agus Harimurti itu. Dan Agus Harimurti akhirnya belajar untuk jadi politisi yang tulen, bukan sekadar jadi anak presiden. Kan itu intinya. Karena Demokrat akhirnya tumbuh sebagai partai modern, merasa bahwa oke kepemimpinan memang ada pada dinasti Agus Harimurti, tetapi Agus Harimurti menunjukkan kemampuan dia untuk belajar politik dan pelan-pelan tumbuh sebagai pemimpin.
Pak Jokowi juga pasti akan ikuti pola yang sama, karena itu pola biasa di dalam soal dunia dan dalam soal regenerasi pemimpin-pemimpin dunia. Itu yang terjadi di Pakistan, di India, macam-macam. Tetapi, Pak Jokowi belum dapat kepastian, nanti setelah 2024 siapa yang akan jamin dia tuh.
Tentu orang yang paling dekat dengan Jokowi, yaitu Ganjar. Prabowo itu kan bukan orang dekat Pak Jokowi. Prabowo masuk ke dalam kekuasaan karena unsur pragmatisme terutama. Kalau Ganjar memang ada di situ dan di-train untuk menjadi penerus Jokowi. Jadi, begitulah keadaan kita. Pengembangan politik nggak terjadi.
Yang terjadi adalah sikut-sikutan, intrik segala macam. Itu yang kita sebut Indonesia ini punya peralatan demokrasi, partai, Pemilu, lembaga-lembaga advokasi hak asasi manusia, tapi fungsi-fungsi itu nggak dijalankan. Jadi hanya ada lembaga tanpa pelembagaan. Itu istilahnya di dalam ilmu politik. (ida/sws)