Ganjar Siap Nyapres, Rocky Gerung: Lebih Baik Menantang Sekarang Daripada Dipermalukan Nanti

PERTEMUAN Istana Batu Tulis antara Presiden Joko Widodo dengan Ketum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri membuahkan hasil. Tampaknya Jokowi dengan Megawati sudah ada “kompromi” politik terkait dengan soal Capres yang bakal diajukan PDIP.

Ini tampak dari internal PDIPusai Ganjar Pranowo menyatakan siap menjadi calon presiden (Capres). Para elit partai banteng sejauh ini masih tetap tenang. Sikap Ganjar itu juga dinilai tak melewati batasan.

Dalam pernyataannya, Ganjar memang mengaku bersedia menjadi calon RI-1. Namun, hanya jika partainya berkenan mengusung dia. "Kalau untuk bangsa dan negara, apa sih yang kita tidak siap,” kata Ganjar dalam wawancara yang diunggah kanal YouTube BeritaSatu, Selasa (18/10/2022).

“Ketika partai kemudian sudah membahas secara keseluruhan dan dia akan mencari anak-anak bangsa yang menurut mereka terbaik, menurut saya, semua orang mesti siap soal itu,” tuturnya, seperti dilansir berbagai media.

Meski begitu, Ganjar mengatakan bahwa dirinya menghormati etika politik di internal PDIP. Bahwa partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu kini tengah membangun relasi dengan sejumlah partai politik untuk pemilu.

Sekjend PDIP Hasto Kristiyanto sendiri kini juga tampak “bijak” dengan tidak lagi bernada menyindir seperti sebelumnya jika Ganjar bicara terkait Capres. Menurut Hasto, pernyataan Ganjar masih dalam batas wajar.

Sebab, meski mengaku siap maju sebagai capres, Ganjar juga mengatakan bahwa penting untuk mengikuti mekanisme partai terkait pencapresan. “Pak Ganjar kan bicara kalau ditugaskan. Ya kalau,” katanya.

“Dalam konteks seperti ini, kita kan berbicara bahwa skala prioritas saat ini semua kader partai turun ke bawah untuk mengejar prestasi yang setinggi-tingginya di tengah rakyat,” kata Hasto di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta, Rabu (19/10/2022).

Bagaimana pengamat politik Rocky Gerung melihat apa yang terjadi di PDIP itu? Berikut dialog wartawan senior FNN Hersubeno Arief dengan Presiden Akal Sehat Rocky Gerung dalam Kanal Rocky Gerung Official, Kamis, 20 Oktober 2022.  

Halo halo, apa kabar Anda semua. Kembali berjumpa dengan saya di Rocky Gerung Official. Ini ketemu di hari Kamis, 20 Oktober dengan tetap seperti biasa mulai dari Senin, Selasa, Rabu, Kamis, tensi politik di Jakarta khususnya, terus semakin memanas ya Bung Rocky. Dan ini akan terus panas kayaknya sampai kemudian apakah Pilpres 2024 nanti berlanjut atau tidak, itu akan terus panas. Itu sudah bisa kita prediksi dari sekarang Bung Rocky.

Iya, ini kita rekaman pagi ini, karena saya juga perubahan buat kasih kuliah umum nanti di Universitas Muhammadiyah Sukabumi. Saya diundang buat membahas hal yang kita bahas setiap hari. Jadi, FNN menjadi semacam referensi semua Universitas, karena saya selalu diminta untuk coba diterangkan bebih detail dong, jangan ada yang sembunyikan di FNN.

Jadi, kampus selalu minta begitu. Kita bisa pakai bahasa yang lebih tertib di kampus. Tapi mereka tahu bahwa iya, tapi kita dapat sensasinya dari FNN karena itu kita undang Pak Rocky. Kira-kira begitu. Saya sudah lima kampus bolak-balik nih. Ada orang yang menghitung, selama 2 bulan ini kira-kira sudah 60 kampus.

Jadi, saya anggap ya sudahlah itu bagian dari upaya kita untuk menerbitkan kembali akal sehat. Kembali kepada politik yang hari-hari ini terlihat bahwa Ganjar Pranowo akhirnya nekat melawan. Tetapi, Ganjar itu enggak mungkin berani melawan kalau Kakak Pembina enggak bilang lawan.

Oke. Saya lagi penasaran dengan Ganjar. Dari kemarin saya tanya apakah ini hasil pertemuan di Batu Tulis, kemudian ada komitmen antara Pak Jokowi dengan Ibu Mega untuk dukung Ganjar. Padahal, orang pasti menduga pasti bukan soal Ganjar, yang dibicarakan pasti soal Puan. Tetapi, kan Pak Jokowi memberi sinyal bahwa oh, PDIP belum memberikan calon. Nah, tiba-tiba kok gerakannya Ganjar meningkat.

Iya, artinya saya kira Pak Jokowi putuskan sudah Ganjar saja deh, apapun risikonya. Tetapi, Ibu Mega kemudian harus kita ingatkan bahwa Ibu Mega sangat disiplin. Kemarin, Ibu Mega meminta Pak Jokowi untuk memecat menteri-menteri Nasdem karena dianggap indisipliner.

Kan kira-kira begitu. Yang kita bayangkan pertemuan dengan Pak Jokowi pasti soal ketaatan bernegara. Kan Nasdem nggak mendukung presiden dan Anies Baswedan tidak didukung oleh Presiden Jokowi, maka memang layak itu diberhentikan.

Bagus juga Bu Mega berpikir begitu supaya bersih dong. Kalau beroposisi ya jangan ada di kabinet. Kira-kira itu pesan buat Pak Surya Paloh kan melalui tekanan pada Pak Jokowi. Dan mungkin Pak Jokowi mempertimbangkan itu. Oke, akan ada reshuffle. Kira-kira begitu kan?

Kan yang normal begitu, pasti di-reshuffle dong. Nggak mungkin Pak Jokowi nggak reshuffle. Tetapi, dengan prinsip yang sama, kita minta juga pada Ibu Mega tuh. Kalau Nasdem ditendang karena indisipliner, ya Ganjar juga harus ditendang kan? Kan dia indisipliner juga di PDIP.

Kan FNN cuma mau lihat yang masuk akal supaya Ibu Mega konsisten dong. Orang yang indisipliner ya dikeluarin dari partai, jangan sekedar meminta Nasdem dikeluarin dari kabinet karena indisipliner. Itu saya kira.

Dan, kita tahu Ibu Mega selalu tegak lurus dengan prinsipnya. Mudah-mudahan Ganjar dikeluarin dulu dari PDIP, baru Pak Jokowi bilang oke karena Ibu Mega sudah konsisten maka saya akan keluarkan Nasdem dari kabinet. Kira-kira begitu.

Dan sebetulnya tanpa diminta pun sinyal itu sudah disampaikan oleh Sekjen PDIP Hasto Kristyanto. Dia mengingatkan bahwa siapapun yang melakukan pelanggaran disiplin partai, terutama berkaitan dengan pencalonan Presiden, termasuk dia sendiri, bisa dipecat. Dia juga mengingatkan Rudi Hadiat, mantan Walikota Surakarta, yang wakilnya Pak Jokowi, dan sekarang menjadi pendukung Ganjar Pranowo.

Ya, saya kalau Hasto yang ngomong, saya juga anggap dia suka mendua kan. Sangat mungkin juga pikiran Hasto itu mendorong Ganjar dipecat agar Ganjar nyalonin diri tidak melalui PDIP, sementara PDIP pasang Puan Maharani.

Kan banyak juga brutus di PDIP dan saya mencoba membaca itu karena tidak mungkin Hasto terlalu banyak bicara kalau dia sendiri nggak punya agenda yang mungkin juga menyelinapkan agenda lain di situ. Tetapi, sudahlah, itu kita hanya bisa melihat dari luar, soal-soal dalam PDIP.

Yang kita tuntut adalah kepastian dari PDIP soal Ganjar. Dan, Ganjar merasa ya karena nggak ada kepastian ya dia nyapres aja sendiri. Nah, kalau itu kita dukung. Kita dukung Ganjar nyapres dan kita dukung Ibu Mega memecat Ganjar. Supaya fair itu, supaya terlihat keseimbangan atau kesetaraan moral di dalam politik Indonesia.

Dan kita dukung juga Mbak Puan untuk nyapres.

Ya, pasti kita dukung. Bukan berarti kita dukung suara perpecahan di PDIP. Secara normatif kan Ibu Puan musti nyapres. Ibu Mega menganggap bahwa lebih baik malu, nggak punya capres atau capresnya kurang elektabilitasnya daripada capres yang indisipliner. Kan begitu.

Karena orang akan merasa kalau Ganjar tetap mencalonkan sendiri dan Ibu Mega tidak pecat itu artinya Ibu Mega tidak konsisten dengan pikirannya tuh. Masa orang yang sudah indisipliner masih dipelihara tuh. Lalu jadi presiden nanti juga indisipliner terhadap kepemimpinan Ibu Mega. Begitu. Kita hanya mengingatkan soal kelurusan etika atau kelurusan value pada Ibu Mega.

Iya, kalkulasinya seperti apa ya ketika Ganjar Pranowo dan Kakak Pembina ini kemudian berani memutuskan akhirnya speak up, gitulah, bicara pada publik, siap. Artinya, sinyal pertama tentu kepada PDIP kan? Baru kemudian pada publik Indonesia.

Ya, pasti Ganjar juga hitung itu. Lebih baik menantang sekarang daripada dipermalukan nanti kan. Jadi, Ganjar pasang posisi sekarang karena posisi dia sudah di-backup oleh Pak Jokowi. Kira-kira begitu kan. Kalkulasi orang sudah pasti, kalau Ganjar maju, Puan maju, past PDIP terbelah suaranya.

Siapa yang diuntungkan? Pasti Pak Prabowo-lah yang diuntungkan karena berhadapan dengan suara yang terpecah. Jadi, kelihatannya juga Pak Jokowi mengambil risiko bahwa ya kalau Ganjar dikalahkan, masih ada Pak Prabowo yang memang lebih setia pada Pak Jokowi sebetulnya dibandingkan dengan Ganjar yang sekedar petugasnya, petugas partai.

Kan Ganjar petugas-petugasnya kan? Pak Jokowi kan petugas partai. Ganjar petugasnya Pak Jokowi. Jadi Ganjar petugas dari petugas. Gitu. Nah, itu pasti orang menganggap bahwa ya sudahlah segera secara leadership ya lebih baik Pak Prabowo, kira-kira begitu. Saya membayangkan analisis di atas kertas.

Tapi mari kita kalkulasi Ganjar, kalau kemudian dia nekat untuk mencalonkan diri tanpa dukungan dari PDIP, karena walaupun sebenarnya selama ini dia mungkin cukup pede karena ditopang oleh hasil-hasil survei yang kita sendiri kalau soal hasil surevei kan tidak terlalu percaya dengan hasil survei.

Itu hitungannya nanti kalau misalnya Nasdem ditekan untuk mundur dan Nasdem tahu konsekuensinya, apakah Nasdem akan bilang oke jangan mundurin kami, tapi kami akan beralih ke Ganjar. Kan Ganjar juga ada di dalam tiga nama yang disebut Nasdem kan?

Jadi, memang Anies Baswedan itu belum karena tadi, di belakang Anies kan ada kekuatan yang masih bersaing, figur Pak SBY terlalu kuat dibandingkan dengan Surya Paloh, figur Ibu Mega juga terlalu kuat dibandingkan dengan Pak Jokowi terhadap Ganjar.

Jadi, perpecahan di dalam partai itu memang pasti terjadi. PDIP akan pecah karena ada Puan dan ada Ganjar. Demikian juga Nasdem pasti akan pecah karena di dalamnya juga ada Ganjar dan Anies yang sudah disebutkan. Dan masih ada Pak Andika tuh.

Kan belum disebutkan oleh Pak Surya Paloh bahwa mereka sudah tidak lagi memperhitungkan Ganjar dan Anies. Jadi, sangat mungkin juga karena tekanan komorbidnya tinggi, tiba-tiba Surya Paloh bilang, oke kalau begitu ya sudah.

Karena Anies juga belum dapat sinyal dari Demokrat dan PKS, ya sudah, mending Ganjar saja yang sudah ketahuan itu didukung oleh Pak Jokowi. Jadi, sekali lagi, di Indonesia itu terhalang sebetulnya moralnya karena harus mengakali 20% itu. Itu sebetulnya. Pokoknya di situ tuh. Binatang atau setan gentayangan itu yang 20% itu, yang membayangi mereka tapi mereka tidak bisa keluar dari bayang-bayang setan 20%.

Iya, bukankah itu memang penghalang atau rintangan yang memang sengaja mereka buat sejak awal dengan sadar.

Iya, mereka buat dengan sadar, tapi kemudian mereka terjebak sendiri di situ. Itu soalnya. Mereka nggak pernah membayangkan bahwa akan ada kerumitan semacam ini sehingga mereka enggak pernah membayangkan bahwa Ibu Mega akan bersikeras untuk mencalonkan dari dalam PDIP.

Jadi, soal-soal semacam ini yang dari awal kita sudah tahu ini komplikasinya panjang. Nah, ini bagian sebetulnya yang kita tagih kepada presiden. Presiden sebetulnya tidak mengajarkan etika politik. Dia justru menjebakkan partai-partai ini dalam persaingan antara iblis. Iblis maksudnya kejahatan. Iblis nggak terlibat, tapi iblis merasa namanya dicabut setiap kali ada kejahatan iblis disebut tuh.

Kita balik lagi. Anda yakin bahwa kali ini Ganjar tidak akan muter balik lagi. Ini sekarang dalam posisi dia tahu bahwa risiko yang dia akan hadapi dengan dia menyatakan itu.

Iya, saya kira itu. Karena pasti sudah bicara dengan Pak Jokowi dan saya kira Pak Jokowi bagus, putuskan saja bahwa saya dukung Ganjar. Nggak usah pilih-pilih lagi kan. Toh, kalau Ganjar enggak jadi, masih ada Prabowo yang bisa diandalkan kembali Pak Jokowi. Saya kira Pak Jokowi sangat paham itu. Kan beliau sudah 7 tahun memerintah. Dia tahulah bahasa tubuh manusia.

Dan segitu saya kasih jempol pada Pak Jokowi dalam soal politicking. Itu kira-kira. Dan itu sebetulnya terpaksa Pak Jokowi mesti politicking karena dia nggak dapat jaminan melalui apa yang dia lakukan dalam kepemimpinan dia. Dia nggak dapet jaminan bahwa infrastruktur dia mesti akan diteruskan oleh orang lain, selain Ganjar atau Prabowo yang sudah berjanji.

Dia enggak dapat jaminan bahwa hutan-hutan dia itu akan dilunasi oleh orang lain, selain yang udah berjanji. Anies mungkin merasa ngapain saya lunasi hutang Pak Jokowi. Anies bisa ikut pola Perdana Menteri Malaysia, Mahathir, yang menganggap bahwa ini hutang yang disebabkan oleh ketamakan. Jadi kami nggak mau bayar tuh.

Kasus semacam ini tentu dipertimbangkan oleh Pak Jokowi karena Pak Jokowi ingin dikenang sebagai orang yang berhasil dalam kepemimpinannya itu. Jadi, saya kira Pak Jokowi itu saja obsesinya.

Paling nggak IKN diteruskan, paling nggak infrastruktur jangan dibatalkan, paling enggak hutang-hutang itu dilunasi, baru Pak Jokowi lega. Kelegaan itu yang memungkinkan Pak Jokowi berpikir untuk membangun dinasti politik baru melalui anak-anak beliau yang sekarang berkiprah dalam politik.

Kemudian yang untuk nasionalnya karena mereka belum siap dan Pak Jokowi melihat opsi yang paling memungkinkan sekarang ini yang dibawah kendali dia adalah Pak Ganjar Pranowo ya. Sementara kalau Pak Prabowo itu opsi yang lain, tapi tetap terbuka kemungkinan juga semacam itu.

Ya. Jadi sebetulnya aman bagi Pak Jokowi karena ada dua kandidat yang saya kira enggak akan berkhianat kepada Pak Jokowi kan. Pak Prabowo kan orang yang tahu etika politik. Demikian juga Ganjar, ya jelas, Ganjar itu diasuh langsung untuk jadi bumper Jokowi terhadap Megawati.

Jadi, semua itu, ini kita analisis dari segi yang biasa disebut deskriptif politik, bukan normatif ya. Kalau kita pakai normatif, semua ini kacau, semua ini syaitoniah wataknya. Tetapi, kita mau lihat sebetulnya sampai di mana sih kemampuan manuver dari tokoh-tokoh ini kan dalam konteks ekonomi yang memburuk, investor yang kabur karena suku bunga bakal dinaikkan.

Sektor riil yang akhirnya berantakan, daya beli konsumen yang akhirnya disembunyikan uangnya di bawah bantal karena menganggap nggak ada bahaya ekonomi di depan. Jadi krisis ekonomi politik yang akan menguji justru permainan di antara tokoh-tokoh ini.

Tetapi, saya kira kalau kita kembali lagi ke soal kalkulasinya PDIP, enggak semudah yang kita bayangkan bahwa Ibu Megawati itu akan menyerahkan tiket kepada Ganjar ya, karena ini berkaitan tentu saja dengan masa depan PDIP dan masa depan, terutama trah Soekarno.

Ya, itu yang saya bayangkan. Setiap malam Ibu Mega pasti gelisah, ini bagaimana partai kalau dia tinggalkan. itu konsekuensi dari kaderisasi yang macet kan. Kan berkali-kali FNN terangkan bahwa kesiapan kader PDIP itu tidak maksimal tuh. Karena yang disebut Soekarnonisme itu sekadar slogan. Mungkin cuma Ibu Mega memegang Soekarnoisme.

Yang lain kan menganggap bahwa ya mumpungisme yang lebih penting atau kapitalisme lebih penting. Padahal Bung Karno nggak suka kapitalisme. Tapi di PDIP justru yang mempromosikan hal-hal yang bersifat liberal.

Itu bertentangan sebetulnya kan? Dan jauh betul jarak antara pikiran sosialis Bung Karno dan cara berpikir PDIP tentang ekonomi. Bahkan PKS itu lebih Soekarnois dalam soal ekonomi karena langsung kemakmuran dan keadilan. Itu sebetulnya.

Jadi kita mau membandingkan krisis politik PDIP itu, satu ada krisis kader, dua ada krisis ideologi. Bung Karno mengajarkan hal-hal yang betul-betul menyangkut hak rakyat kecil, PDIP justru meninggalkan itu dengan mem-backup oligarki itu atau minta di-backup oligarki. (sof/sws)

405

Related Post