Gawat! PN Surabaya Legalkan Pernikahan Beda Agama
Jakarta, FNN – Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang melegalkan atau memperbolehkan pernikahan beda agama Islam dan Kristen menjadi bahan kontrevensi dan perhatian publik.
Humas PN Surabaya Suparno mengatakan, pertimbangan hakim mengabulkan permohonan pernikahan beda agama tersebut adalah untuk menghindari praktik kumpul kebo serta memberikan kejelasan status pada pasangan itu.
Persoalaan ini mendapat berbagai kritikan dari berbagai pihak, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengaku kecewa dengan putusan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, ia menilai putusan hakim tersebu tidak benar dan tepat.
Deding Ishak, Ketua Komisi Hukum dan HAM MUI, mengatakan MUI akan melaporkan hakim ke Komisi Yudisial (KY) untuk diselidiki. Bahkan, Mahkamah Agung diminta turun tangan untuk memeriksa hakim tersebut. Langkah ini diambil karena putusan hakim tidak sesuai dan menyimpang secara substansial dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Secara hukum jelas bahwa perkawinan yang sah harus mengikuti agama dan kepercayaan masing-masing. “Pasal 1 sudah jelas, artinya dalam praktik perkawinan harus tunduk pada norma, syariat agama, dalam hal ini Islam,” ujarnya, Selasa (23/6/22).
Menurut wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Off The Record FNN, Rabu (6/7/22), ia mengatakan persoalan ini penting untuk disikapi dengan profesional, bukan sekedar hak kebebasan orang untuk menikah dengan siapa, tetapi ada konsekunsi yang dipertimbangan terutama dari hukum dan agamanya.
Tidak ada istilah perkawinan campuran yang berbeda agama. Misalnya, jika seorang perempuan muslim menikah dengan bule, dia harus mematuhi hukum dan harus dari agama yang sama. Setiap pembuatan Undang-Undang harus memiliki tiga landasan. Ketiga landasan tersebut adalah filosofis, yuridis dan sosiologis.
Komisi Yudisial (KY) angkat bicara mengenai hakim yang mengesahkan pernikahan beda agama di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, KY menyatakan akan mengkaji putusan perkara itu guna memastikan adanya pelanggarannya atau tidak.
“Saya kira orang yang menjalankan pernikahan seperti ini mungkin tidak memikirkan dari segi agamanya,” tutup Hersu (Lia)