Habib Rizieq Menjemput Takdir
Peresensi: Dr. Dhimam Abror Djuraid, Wartawan Senior, dan Anggota Dewan Kehormatan PWI Pusat.
REVOLUSI besar di dunia diawali oleh kemunculan gagasan. Gerakan rakyat yang besar berawal dari kemunculan ide. Sedang ide atau gagasan mengubah dunia melalui gerakan massa. Gerakan massa yang hanya sekadar masif tanpa didasari sebuah gagasan akan menjadi gerakan anarkis.
Habib Riziq Shihab (HRS) adalah satu di antara pemimpin gerakan sosial di Indonesia yang hadir dengan membawa gagasan. Dia bukan sekadar ulama, tapi juga intelektual dan pemimpin gerakan sosial yang tangguh. Kualitas kepemimpinan seperti itulah yang akan membawa kekuatan menuju perubahan.
10 November 2020 akan menjadi catatan sejarah dalam lanskap politik Indonesia. HRS seorang disiden politik yang menjalani eksil tiga setengah tahun di Arab Saudi, akhirnya kembali ke Indonesia. Kepulangannya ditunggu banyak pengikutnya dengan harapan dan kegembiraan. Sebaliknya, musuh-musuh politik mengantisipasi kepulangan HRS dengan kecemasan.
Kepulangan HRS menandai sebuah episode baru dalam perjalanan dakwahnya yang panjang dan penuh gejolak. Episode baru itu sambung-menyambung menjadi satu, antara satu intrik dengan lainnya, tuduhan pidana yang dibuat-buat, pembunuhan terhadap para pengawalnya, sampai kemudian HRS dimasukkan ke penjara secara paksa.
Dari sisi garis waktu, episode itu pendek, merentang hanya dua tahun sejak 2020 sampai 2022. Tetapi, rentang waktu yang singkat itu menjadi salah satu episode paling krusial penekanan rezim pada HRS, perlakuan yang bisa dianggap sebagai kezaliman politik.
Episode penuh warna dan gejolak itu direkam dengan baik oleh Ady Amar dalam buku ini. Ady Amar, seorang kolumnis yang tekun, mencatat berbagai peristiwa penting dalam rentang waktu dua tahun itu dan merangkumnya menjadi sebuah konstruksi peristiwa yang utuh dan saling berkaitan.
Ady Amar menyebut periode dua tahun itu sebagai ‘’Episode Gapai Keadilan Habib Rizieq Shihab’’ seperti yang tergambar pada subjudul buku.
Buku ini berjudul lengkap ‘’Tuhan Tidak Diam: Episode Gapai Keadilan Habib Rizieq Shihab’’. Ady Amar selalu cermat dalam memilih diksi dan teliti dalam membuat narasi. Pemilihan narasi ‘’Tuhan Tidak Diam’’ sebagai judul utama menyiratkan makna kepasrahan dalam tawakal, tetapi juga ada harapan akan hadirnya campur tangan Tuhan.
Dalam tradisi Jawa ada ungkapan ‘’Gusti Allah Mboten Sare’’, Tuhan tidak tidur. Ungkapan ini menunjukkan sifat khas orang Jawa yang ‘’sumeleh’’ (pasrah) dan nerima ing pandum (menerima takdir). Ada nuansa kepasrahan pasif pada filosofi Jawa itu. Ady Amar mengadopsi idiom itu dan mengubahnya menjadi ‘’Tuhan Tidak Diam’’. Dari situ tersirat bahwa ketidakadilan dan kezaliman tidak akan berlalu tanpa perhitungan, karena diyakini akan ada campur tangan Tuhan (divine intervention) yang akan turun.
Episode gapai keadilan ini menjadi rangkaian transformasi atau metamorfosis gerakan dakwah HRS bersama organisasi dakwah FPI, sejak organisasi itu bernama Front Pembela Islam, kemudian dibubarkan secara paksa, dan bertransformasi menjadi Front Persaudaraan Islam.
Pada awalnya FPI menjadi organisasi dakwah yang lebih fokus pada dakwah ‘’nahi munkar’’, mencegah praktik dan perbuatan maksiat. Karena itu FPI kemudian diframing sebagai organisasi yang lebih banyak melakukan sweeping ke tempat-tempat maksiat dan melakukan kekerasan yang menimbulkan kerusakan fisik.
FPI melakukan transformasi dengan cepat. Fokus dakwah bertambah dari nahi munkar menjadi menebar kemaslahatan dengan terjun ke lokasi bencana untuk membantu para korban. Salah satu momen paling fenomenal adalah ketika terjadi tsunami Aceh pada 2004. Sebelum relawan lain muncul di daerah bencana, pasukan FPI sudah terlebih dahulu datang dengan peralatan lengkap untuk membantu korban bencana. HRS memimpin langsung operasi penyelamatan kemanusiaan itu dengan terjun langsung ke lokasi bencana.
Operasi kemanusiaan yang sama dilakukan oleh FPI ketika terjadi bencana di berbagai daerah. Hal ini menandai transformasi mendasar pada gerakan FPI. Organisasi ini semakin mendapatkan dukungan yang luas dari publik. HRS sebagai orang nomor satu di FPI mendapatkan pengakuan yang luas dari masyarakat.
Pengaruh HRS yang semakin besar ini menjadi ancaman bagi rezim. Berbagai upaya untuk menjatuhkan HRS pun bermunculan. HRS kemudian memutuskan untuk melakukan uzlah ke Arab Saudi dan menjalani hidup sebagai eksil.
HRS ialah manusia gerakan yang tidak bisa jauh dari umat. Tiga setengah tahun menjalani eksil, HRS memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Sebuah pilihan yang berisiko, tetapi HRS sudah bertekad untuk menempuhnya. Ady Amar menyebut momentum HRS kembali ke Indonesia sebagai momentum ‘’Habib Rizieq Menuju Takdirnya’’ (halaman 3-7).
Sejak pulang kembali ke Indonesia hidup HRS tidak pernah sama seperti sebelumnya. Ia menjadi disiden politik yang paling diawasi, dan keselamatannya menjadi pertaruhan. Tetapi HRS sudah memilih takdirnya seperti digambarkan pada tulisan ‘’Takdir Memilihnya sebagai Martir’’ (halaman 32-35). Enam pengawal HRS tewas disiksa dan dibunuh, tetapi peristiwa itu berlalu begitu saja tanpa ada pengadilan yang jujur.
HRS kemudian ditangkap dan diadili karena pelanggaran protokol kesehatan. Tuduhan yang terlalu dangkal untuk membawa seseorang ke kursi pesakitan. Refly Harun menyebut bahwa jangankan dihukum, dibawa ke pengadilan pun HRS tidak layak (lihat prolog). Pembelaan Refly Harun itu melegakan seperti tertulis di halaman 186 ‘’Bersyukur Ada Refly Harun’’.
HRS membela diri dengan gigih. Argumennya kuat dan logika hukum yang dipakainya kokoh. Bahkan Ady Amar menduga, tanpa didampingi penasihat hukum pun argumen HRS tetap sangat solid. HRS bukan hanya singa podium yang keras mengaum, tapi juga singa pengadilan ‘’lion of the court’’ yang garang (halaman 137).
Tapi, vonis akhirnya jatuh juga. Dalam kasus tes swab RS Ummi, HRS dihukum 4 tahun penjara. Sebuah keadilan yang sama sekali tidak adil. ‘’Duh…4 Tahun Penjara, Zalim Luar Biasa’’, Ady Amar menuangkan tangisnya terhadap vonis itu (halaman 163).
Penjara tidak membuat HRS berubah menjadi ‘’kucing yang basah kuyup kehujanan’’ (narasi pilihan Ady Amar). HRS tetap menjadi singa. Ia akhirnya dibebaskan, meskipun tidak sepenuhnya bebas. HRS masih harus menunggu sampai 2024 untuk memperoleh kembali kebebasan yang terampas.
Philip Graham, wartawan senior The Washington Post, mengatakan ‘’Journalism is the first rough draft of history’’, laporan jurnalistik adalah draf awal dalam penulisan sejarah. Para jurnalis harusnya bertindak sebagai penulis awal draf sejarah yang jujur. Sayangnya, kita sering mendapatkan laporan jurnalistik yang tidak jujur karena berbagai kepentingan.
Buku Ady Amar ini mengisi kekosongan itu. Ady Amar menulisnya seperti rangkaian laporan jurnalistik yang sambung-menyambung menjadi episode sejarah yang utuh. Buku ini akan menjadi bagian dari draf sejarah yang penting dalam salah satu episode krusial sejarah Indonesia menuju perubahan.
HRS tidak berhenti. Ia tidak bisa dihentikan. Ia hanya bersandar dan berteduh sejenak untuk bergerak lagi. Seperti diungkap Ahmad Sastra pada epilog: ‘’Terkadang, para pejuang dakwah butuh pohon untuk sekadar bersandar dan berteduh, berhenti sejenak untuk mengatur langkah dan menarik nafas dalam-dalam untuk kembali berlari’’.
Itulah HRS. Ia rehat sejenak, bersandar sejenak. Ia segera berlari lagi memimpin gerakan menuju perubahan.
Judul Buku: Tuhan Tidak Diam: Episode Gapai Keadilan Habib Rizieq Shihab. Penulis: Ady Amar. Prolog: Refly Harun. Epilog: Ahmad Sastra. Penerbit: Ikon Teralitera, (2022). Jumlah Halaman: 242 (termasuk halaman kecil). (*)