Haji Itu Mengikut Sunnah Rasul
Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation
HAJI adalah ibadah yang mendasar dalam Islam. Bahkan, salah satu rukunnya. Maka sudah pasti tuntunannya sangat jelas dan rinci dari Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW dengan tegas menyatakan: “ambillah dariku manasikmu (cara melaksanakan haji)”.
Maknanya bahwa untuk benar dan diterimanya ibadah haji Anda, lakukanlah sesuai dengan cara dan ketentuan yang Rasulullah SAW telah ajarkan.
Memang salah satu kekeliruan fatal di kalangan sebagian Umat ini adalah karena sebagin ketika menunaikan ibadah haji mengikut kepada tradisi atau budaya turunan. Padahal ibadah harus terbangun di atas dasar “al-ittiba’” (mengikut sunnah) tadi.
Tiga Type Ibadah Haji
Dalam tuntunan Rasulullah SAW ada tiga cara dalam melakukan ibadah haji: Ifrad, Qiran, Tamattu’.
Haji Ifrad adalah dalam musim haji tahun itu seseorang hanya meniatkan melakukan ibadah haji. Sehingga, ketika memulai ihramnya, niat yang dilafazkan semata bertujuan untuk menunaikan ibadah haji.
Bentuk niat Ifrad adalah: “labbaika allahumma hajjan”. (Ya Allah aku datang memenuhi panggilanMu untuk berhaji).
Ketika berhaji dengan cara Ifrad tersebut, maka sang haji tidak diharuskan menyembelih-sembelihan. Sembelihan ini lazimnya disebut “DAM” yang berarti “darah”. Karena menyembelih hewan itu identik dengan “mengalirkan darah”.
Haji Qiran adalah ketika seseorang dalam bulan-bulan haji berniat untuk Umrah dan haji sekaligus. Karena niatnya memang melakukan umrah dan haji sekaligus, maka Lafaz niat ihramnya menyebutkan keduanya.
Bentuk niat Qiran adalah “Labbaika allahumma hajjan wa umratan” (ya Allah kami datang memenuhi panggilanmu untuk berhaji dan berumrah).
Haji dengan cara Qiran (menggabung) atau menggabung pelaksanaan haji dan umrah mengharuskan pelakunya untuk memotong hewan seekor kambing atau domba.
Haji Tamattu’ adalah ketika dalam sebuah bulan-bulan haji seseorang berihram (berniat) untuk melakukan umrah, lalu pada musim yang sama kembali berihram untuk melakukan haji.
Artinya, seseorang yang akan berhaji dengan Cara tamattu’ ini ketika berihram pertama kali hanya menyebutkan niat umrah saja. Lafaznya adalah “Labbaika allahumma umratan” (ya Allah saya hadir memenuhi panggilanMu untuk berumrah).
Tamattu’ berarti “bersenang-senang”. Berasal dari kata “mataa’ (kesenangan). Kata ini relevansinya adalah karena orang yang ihram untuk umrah itu setelah melakukan umrah kembali bersenang menikmati kehidupan normal. Dia tidak lagi terikat oleh aturan/larangan ihram.
Seorang haji yang melakukan hajinya secara tamattu’ juga diwajibkan untuk menyembelih binatang kambing atau domba.
Lalu mana yang terbaik dari tiga cara berhaji itu? Jawabannya tidak ada yang pasti. Walau Rasulullah SAW melakukan Qiran, beliau justeru setuju dengan sahabatnya melakukan Ifrad atau Tamattu’.
Saya kira keistimewaan masing-masing ditentukan oleh niat dan tatacara pelaksanaannya (benar atau kurang benar).
Rukun-Rukun Haji
Mayoritasnya ulama menyebutkan lima rukun ibadah haji: Ihram, Wukuf Arafah, Thawaf, Sa’i, dan Tahallul.
Ada pula yang menggantikan Tahallul dengan melempar Jamarat sebagai salah satu rukun haji.
Rukun artinya amalan-amalan haji yang tidak boleh sama sekali ditinggalkan. Meninggalkan salah satunya berarti haji tidak sah atau batal dengan sendirinya. Seorang yang sudah ihram misalnya, lalu Wukuf di Arafah, tapi karena satu dan lain hal dia tidak melakukan thawaf di sekitar Ka’bah maka hajinya batal.
Ihram
Ihram itu berarti “mensucikan atau kesucian”. Dari kata “ahrama, yuhrimu, ihram” atau kesucian. Masjid Mekah dinamai “Al-Haram” karena posisinya yang begitu suci.
Ihram sesungguhnya adalah kata lain dari “niat” untuk melaksanakan ibadah haji. Maka substansi dasar atau esensi terpenting dari Ihram itu adalah niatnya. Bukan pakaiannya seperti sering disalah pahami oleh banyak orang.
Ada beberapa hal yang menjadi kewajiban di saat melakukan Ihram itu. Salah satu yang terpenting adalah melakukan niat (melafazkan niat ihram: Labbaika allahumma hajjan, misalnya) di luar dari batas yang disebut “miqat”. Miqat adalah tempat yang telah ditetapkan untuk memulai niat untuk berhaji atau umrah.
Jika karena satu dan lain hal seorang haji mengucapkan niatnya setelah melewati batas miqat tadi maka dia diharuskan memotong DAM sebagai denda.
Hal-hal lain yang menjadi sunnahnya adalah mandi (seperti mandi besar), potong rambut yang perlu, beruwudhu jika harus, melepaskan semua pakaian regular yang berjahit. Setelah itu bagi pria memakai dua helai kain putih. Bagi wanita dengan pakaian Muslimah lengkap.
Sunnahnya mengucapkan niat setelah sholat. Walau sebagian besar ulama mengatakan bahwa dalam hukum Syariah sesungguhnya tidak ada yang disebut “sholat sunnah Ihram”. Maka sunnah melafazkan niat Ihram hendaknya dilakukan setalah sholat.
Setelah melafazkan niat sesuai cara haji tadi; Ifrad, Quran atau Tamattu maka seluruh larangan-larangan selama ihram berlaku.
Di antara larangan-larangan itu adalah: memakai wangian, memotong kuku atau rambut, mencabut pepohonan, membunuh binatang yang tidak membahayakan, bercumbu apalagi berhubungan suami isteri. Menikah atau menikahkan juga dilarang.
Khusus bagi pria dilarang menutupi mata kaki dan kepala (yang melekat). Kalau tidak melekat di kepala, payung atau tenda tidak masalah. Untuk wanita secara khusus tidak boleh menutup wajahnya.
Masing-masing larangan di atas jika dilanggar ada denda yang harus dilakukan. Yang terbesar adalah ketika melakukan hubungan suami isteri di saat Ihram maka pelakunya diharuskan memotong onta dan harus kembali tahun berikutnya untuk menunaikan ibadah haji.
Pelanggaran lainnya ditebus sesuai aturan masing-masing yang diatur oleh hukum fiqh yang telah menjadi baku dalam hukum agama.
NYC Subway, 5 Juli 2022. (*)