Harga BBM Naik Ugal-ugalan, Rocky: Kelas Menengah Justru Paling Rentan untuk Ngamuk

Jakarta, FNN - Pemerintah melalui Pertamina menaikkan harga BBM jenis tertentu mulai 3 Agustus 2022. Padahal Shell justru menurunkan harga BBM sejak 1 Agustus 2022. Kenaikan harga BBM ini jelas hanya akan membuat beban rakyat makin berat. Menyitir Abraham Maslow bahwa kalau kebutuhan dasar tidak terpenuhi maka semua orang akan ambil risiko kendati penuh bahaya. Dan yang akan terjadi, ya Sri Mulyani melangkah menuju Sri Langka.

Demikian perbincangan pengamat politik Rocky Gerung dengan wartawan senior Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Officials, Rabu, 03 Agustus 2022. Berikut petikan lengkapnya:

Bung Rocky, ini saya kira orang mesti mulai mengikuti gaya Anda, lebih baik banyak jalan kaki naik gunung dari pada musti menggunakan kendaraan bermotor, terutama mobil. Kemarin kita bahas bahwa stok dari solar dan pertalite menipis. Itu artinya, orang didorong untuk pindah ke harga bahan bakar non subsidi. Tetapi, saya baca mulai hari ini, kemarin tanggal 1 Komodo tiketnya mulai naik, sekarang tanggal 2  harga pertamax turbo naik jadi Rp17.900, sebelumnya Rp16.200. Jadi ada kenaikan Rp1.700. Kemudian harga dexlite dari Rp15.000 menjadi Rp17.800. Jadi naiknya Rp2.800. Pertaminadex ini yang paling tinggi naiknya, dari dari Rp16.500 menjadi Rp18.900. Sebenarnya dari sini saja kita sudah tahu apa yang bakal terjadi situasinya.

Yang akan terjadi ya Sri Mulyani melangkah menuju Sri Langka. Kan akhirnya yang kita prediksi dan semua orang juga dengan akal yang sederhana tahu bahwa kebutuhan energi kita tidak mungkin dicukupi oleh Pertamina dan Pertamina sendiri sebetulnya secara akuntansi sudah bangkrut. Tapi demi macam-macam stabilitas, berupaya untuk di-bail out  oleh negara dan utang Pertamina enggak pernah dibayar tuntas oleh negara. Jadi, itu hal yang sederhana untuk kita pikirkan bahwa keresahan pasti berlangsung dan ini juga semacam tekanan pada kelas menengah kota yang justru paling rentan untuk ngamuk. Karena soal BBM itu kebutuhan sehari-hari mereka. Kalau orang bawah mungkin ya dia masih bisa naik mikrolet segala macam. Jadi, sebetulnya kenaikan di tingkat energi-energi ini, apalagi BBM yang premium itu, pasti membuat juga kelas menengah pindah ke pertalite atau ke dex. Karena, itu selisihnya luar biasa, 100 liter itu bisa dalam dua hari sudah selisihnya Rp400.000.

Jadi, soal-soal semacam ini yang kita lihat dari awal seluruh kebijakan makro pemerintah akhirnya akan ditantang oleh kesulitan ekonomi yang mereka ciptakan sendiri. Mereka bisa bilang ini juga dunia, iya tapi dari awal dari sejak dana PEN (pemulihan ekonomi nasional) itu semua fasilitas yang harusnya bisa dipakai untuk social safety net, itu tidak ada karena dirampok, diselewengkan, dicuri oleh partai-partai. Jadi, kita sebetulnya melihat hal yang pasti terjadi, yaitu kerusuhan sosial.

Nanti akan ada orang berebut pertalite terus dibilang mana ini Anda mobil-mobil mewah, tapi dia nggak peduli karena dia sudah miskin. Mobilnya memang mewah, tapi enggak punya tabungan lagi, mau bagaimana. Kan itu intinya. Jadi, nggak mungkin lagi dibikin filter pakai peduli lindungi atau lindungi peduli, atau peduli peduli. Nggak ada soal itu. Sebegitu keadaan yang kita sebut basicness-nya terganggu, orang nggak peduli lagi dengan security.

Itu kita belajar dari Abraham Maslow tentang hirarki kebutuhan. Kalau kebutuhan dasar tidak terpenuhi maka semua orang akan ambil risiko kendati penuh bahaya. Jadi basicness mendahului securityness. Itu yang kita sebut selalu sebagai potensi people power. Semua hal yang kita terangkan secara teoritis dengan konsep-konsep yang jelas, lalu dianggap sebagai makar. Jadi, pemerintah nggak ngerti bahwa dia sendiri yang sedang mengumpankan makar karena kenaikan biaya hidup akibat kenaikan energi.

Dan ini artinya sekarang merata krisis. Jadi, tidak hanya kelas bawah, tapi kelas menengah. Dan kita tahu belaka sebenarnya style orang Indonesia, walaupun sebetulnya mobil mereka juga keren-keren mungkin di atas 2000cc, sebenarnya dengan situasi sekarang ini, mereka yang disebut near poor. Jadi miskin kan realitasnya. Jadi begitu dihajar dengan kenaikan ini mereka langsung menjerit.

Ini juga soal, itu kan mobil mewah kebanyakan juga cicilan. Dan daya beli mereka turun dan musti mengimbangi dengan cicilan. Kan kalau suku bunga terpaksa harus dinaikkan, itu artinya kehidupan sektor riil berhenti, pendapatan mereka juga enggak ada. Sementara bayar bunga itu juga bisa mengikuti. Ada saja perbankan yang bunganya tidak fiks. Jadi tetap, kelas menengah ini juga kelas yang akan bersama-sama dengan guru untuk mengalir di jalan-jalan. Juga mereka yang disebut dulu kan waktu omnibus law diucapkan, itu manajer-manajer di Sudirman-Thamrin itu merasa mereka nggak kena. Mereka itu adalah manajer, bukan buruh. Kalau mereka baca betul undang-undang itu. Yang disebut buruh itu manajer ke bawah. Yang bukan buruh itu cuma komisaris dan pemilik. Selebihnya adalah buruh, pekerja, karena mendapat upah.

Mereka juga kesulitan dengan omnibuslaw yang mungkin karena kesulitan ekonomi sekarang mereka mengajukan pensiun, tiba-tiba mereka sadar bahwa pensiun mereka itu tinggal sepertiga. Itu sudah banyak teman saya yang merasa bahwa ini kita mau pensiun awal supaya bisa wirausaha karena ekonomi memburuk. Begitu mulai berhitung, dia ternyata cuma dapat sepertiga karena potongan-potongan kiri-kanan dari korporasi akibat omnibuslaw, baru mereka mengerti bahwa menjadi manajer itu, yang statusnya kelas menengah, sebetulnya juga pekerja yang dirugikan oleh omnibuslaw  dan sekarang dirugikan oleh harga bensin. Jadi, sudah ikut saja naik gunung jalan kaki atau pakai online ojek.

Walaupun naik gunung seperti Anda, tapi kan untuk menuju gunung yang Anda tuju di luar kota, mau nggak mau kan Anda harus juga menggunakan bensin?

Ya, buat orang Jakarta. Karena saya tinggal di pinggir hutan, ya saya nggak perlu apa-apa. Cuma  perlu alas kaki saja.

Ini waktunya untuk ganti gaya hidup dan ganti gaya pemerintahan?

Sebetulnya memang itu intinya. Kan menuju Sri Langka sebaiknya nggak usah diganti pemerintahan ketika dipaksa pergi rajanya. Di sini ya sudah, percepat pemilu, lakukan LBP. Selalu LBP kita mesti sebutkan kepanjangannya, Liga Boikot Pemilu. Karena itu memboikot, bukan kita mau hancurkan negeri ini, tetapi memboikot agenda yang akan membuang-buang uang. Kira-kira begitu. Nasdem saja mau boikot pemilu kok diem-diem.

Nasdem, PKB, juga dulu bilang begitu. Tapi kan alasannya berbeda. Kalau mereka awalnya katanya daripada menimbulkan perpecahan, ya lebih baik nggak ada pemilu. Kalau kita, daripada tetap saja oligarki yang berkuasa, ya mending nggak perlu ada pemilu. Gitu kan bedanya?

Ya, kita boikot pemilu dalam upaya mempercepat perubahan politik. Kalau partai politik dia mau boikot Pemilu supaya kedudukan dia di DPR itu tetap berlangsung, digaji, tanpa pemilu. Itu beda motif begitu. (ida, sws)

501

Related Post