Industri Nikel dan Baterai Listrik Bisa Kuatkan Ekonomi Nasional

Petugas mengisi daya baterai pada mobil listrik saat rangkaian apel siaga pengamanan pasokan ketenagalistrikan KTT G20 dan Yantek Optimization di Nusa Dua, Badung, Bali, Selasa (1/11/2022). PLN menurunkan sebanyak 1.079 personel serta menyediakan berbagai alat pendukung seperti Uninterrutible Power Supply (UPS) 102 unit, Unit Gardu Bergerak (UGB) 36 unit, Unit Kabel Bergerak (UKB) 29 unit, genset 68 unit, Fiber Optic Cable (FOC) 22 unit, crane, dan lain sebagainya untuk menyukseskan penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada 15-16 November 2022 mendatang. (Sumber: ANTARA )

Jakarta, FNN - Citi Indonesia dalam laporannya di Jakarta, Kamis, menyebut, perkembangan industri nikel dan baterai mobil listrik yang berorientasi ekspor di Indonesia, berpotensi dapat menguatkan perekonomian nasional.

Dengan itu, di tengah upaya memperkuat posisi sebagai produsen logam dasar dan baterai mobil listrik dalam rantai pasokan global, Indonesia perlu mendapatkan perhatian dari investor.

"Masuknya investasi di sektor logam dasar dan baterai mobil listrik berpotensi memperbaiki struktur neraca perdagangan hingga menaikkan peringkat utang Indonesia, walaupun dalam hal menjaga stabilitas nilai tukar, diferensial suku bunga kebijakan tetap harus diperhatikan,” kata Chief Economist Citi Indonesia Helmi Arman.

Menurut dia, membaiknya struktur pasar valas selama dua tahun ini memang disumbang oleh tingginya harga komoditas ekspor, seperti batu bara dan sawit, namun, peranan ekspor logam dasar juga signifikan dan akan terus meningkat.

“Sangat menarik bahwa keseimbangan di pasar valas sejak akhir 2020 hingga sekarang relatif terjaga, walaupun terdapat tekanan besar akibat penarikan dana asing keluar dari pasar obligasi Indonesia – setelah penarikan stimulus moneter dan kenaikan suku bunga di Amerika,” ujar Helmi.

Mengacu pada studi Citi Indonesia, kontribusi ekspor logam dasar dan baterai mobil listrik terhadap neraca perdagangan Indonesia dapat mencapai 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dalam tiga tahun ke depan.

Selain itu, apabila ketergantungan pasar valas terhadap pasokan dari aliran dana asing ke pasar modal turun, yang dibarengi dengan membesarnya pasokan valas hasil ekspor, maka, peringkat utang Indonesia berpeluang meningkat dari BBB menjadi BBB+.

Lebih lanjut, Helmi optimistis Indonesia dapat bersinar dengan berkembangnya sumber-sumber ekspor baru, di saat banyak negara lain sedang menghadapi prospek penurunan ekspor dan pertumbuhan ekonomi yang struktural.

Sebagai informasi, Indonesia merupakan produsen nikel terbesar dunia dengan memiliki 23,7 persen porsi cadangan bijih nikel dunia, ditambah, memiliki cadangan kobalt yang besar.

Dimana, kedua logam dasar ini mencakup ± 90 persen dari total komponen baterai mobil listrik.(Ida/ANTARA)

377

Related Post